Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Defisit ke-14

Yusuf ronodipuro, dan gaji pegawai-pegawainya yang terlambat belum menerima gaji ke-14, karena belum siap dana pn pnri sebagai pemegang monopoli cetak mencetak tidak jalan.

12 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI pegawai negeri, pembayaran gaji ke-14 yang dilakukan bulan Januari ini merupakan kado tahun baru. Lebih-lebih bagi lapisan pegawai negeri yang gajinya pas-pasan. Tapi bagi PN Percetakan Negara RI (PNRI) di Jalan Salemba Tengah, Jakarta Pusat, putusan pemerintah itu "sungguh mengejutkan," kata Dir-Ut PN Percetakan Negara RI, M. Jusuf Ronodipuro pekan lalu. Dia terkejut bukan karena adanya tambahan penghasilan bagi 600 orang pegawainya. Tapi sebagai pimpinan perusahaan "kami belum siap dengan dana," kata Jusuf. Pembayaran gaji ke-1 itu, seperti gaji bulan-bulan sebelumnya "terpaksa mengalami keterlambatan," katanya. Gaji November 1979, oleh Jusuf Ronodipuro, diakui baru dibayarkan 15 Desember lalu. Sedang untuk bulan Desember sebagian mengaku menerima 29 Desember. Seorang petugas keamanan dan seorang lagi di bagian teknisi misalnya, mengatakan gaji Desember lalu "belum diterima." Jusuf Ronodipuro, 60 tahun, bekas Dubes RI di Argentina itu, tidak memberi tanggapan tentang pegawainya yang belum menerima gaji bulan Desember. Ia juga tak menjawab desas-desus bahwa ia mau mengundurkan diri sebagai Dir-Ut PN Percetakan Negara. Namun dari heberapa stafnya diperoleh keterangan "Pak Jusuf banyak menahan kekecewaan selama di sini." Kenapa? Di atas kertas, PN PNRI merupakan pemegang monopoli atas semua barang-barang cetakan kebutuhan pemerintah. "Semua departemen, Perguruan Tinggi dan instansi pemerintah diwajibkan mencetak barang-barang cetakannya di Percetakan Negara Republik Indonesia." Kalau tak tertampung olek kapasitas PNRI, baru dapat diserahkan kepada percetakan swasta. Ini tercantum dalam Lembaran Negara tahun 1924 nomor 520, Keppres 12/1977 dan juga Keppres 14 tahun 1979. Menurut Jusuf yang juga bekas Sekjen Deppen, "baru Deppen yang mematuhi ketentuan itu 100%." Sebagian lagi dari Departemen P&K untuk buku Inpres, Ditjen Anggaran Departemen Keuangan dan Departemen Perhubungan." Lain-lainnya belum, "sehingga keuntungan tak pernah kami nikmati," katanya. Lelang Selain menjadi sarana pemerintah dalam hal percetakan, PNRI juga menjadi standar mutu bagi percetakan yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI). Namun banyak departemen dan instansi lebih suka mencetakkan keperluannya kepada percetakan swasta. Termasuk di percetakan yang dipimpin bekas Dir-Ut PNRI, seperti percetakan Inaltu. Banyak lembaga pemerintah seperti bank-bank dan direktorat-direktorat jenderal memiliki percetakan sendiri. Bila semua kebutuhan pencetakan pemerintah diatur baik, sebetulnya tak perlu terjadi persaingan tak sehat," kata bekas Sekjen Deppen yang ikut mendirikan RRI itu. Selain itu, menurut survai pada 1975 yang dibuat PNRI bersama pihak pemerintah Belanda, kapasitasnya bisa mencapal 12.500 ton kertas setahun. "Namun kenyataannya, kita hanya kebagian order 10% saja," kata Jusuf. Jika semua departemen mencetakkan kebutuhannya ke PNRI, diperkirakan minimal akan menghasilkan Rp 150 juta sebulan. Nyatanya, "kami tak pernah mempunyai tagihan lebih dari Rp 120 juta per bulan, kadang-kadang malah kurang dari Rp 30 juta," kata Jusuf. Biaya seluruh eksploitasi PNRI menelan Rp 130 juta setiap bulan, belum termasuk untuk gaji sebesar Rp 30 juta. Maka untuk menutupi kekurangan PNRI menurut Dir-Ut Jusuf terpaksa mentransfer dana dari pos yang satu ke pos lamnya. Percetakan ini tampak sibuk akhir pekan lalu. Bukan menerima order besar, tapi membersihkan mesin-mesin lama. Di sebuah gedung lama terdapat 34 mesin letter press keluaran 1920. Mesinmesin sebelum PD I yang telah menjadi besi tua, siap untuk dilelang. Termasuk mesin-mesin Offset keluaran 1950-an.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus