Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Konflik Kepengurusan Tenis Meja Indonesia, Ini Dampaknya ke Atlet

Polemik di Pengurus Tenis Meja Seluruh Indonesia makin memanas dan tidak memiliki titik temu. PTMSI saat ini memiliki tiga kepengurusan.

28 Oktober 2019 | 09.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta- Polemik di Pengurus Tenis Meja Seluruh Indonesia makin memanas dan tidak memiliki titik temu. PTMSI saat ini memiliki tiga kepengurusan, yakni kubu Oegroseno, Lukman Eddy, dan Peter Layardilay.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah memiliki tiga kepengurusan berbeda, konflik kembali muncul dengan rencana salah kubu yakni Ketua Pengurus Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI), Oegroseno, yang ingin melaporkan mantan Ketua Umum Komite Olahraga Indonesia (KOI), Erick Thohir, ke polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oegroseno hendak melaporkan Erick ke polisi setelah tidak memberangkatkan delapan atletnya ke SEA Games 2019 di Filipina. Oegroseno menilai Erick telah melakukan penipuan.

"Tidak benar nih semua karena ada tiga kepengurusan, ada satu PP (Pengurus Pusat), ada dua PB (Pengurus Besar). Nah yang repot, satu diakui KONI, satu diakui KOI, yang KOI mengakui PB lainnya. Ada tiga ini memang tidak benar," kata mantan manajer tim tenis meja ke Asian Games 2018, Sugeng Utomo, kepada Tempo, Senin 28 Oktober 2019.

Ia menyebutkan karena konflik berkepanjangan jadi berpengaruh ke pembinaan atlet. Menurut dia, bakal sulit menentukan tim dari kubu mana yang bakal mewakili Indonesia ke SEA Games 2019. Jadi tidak perlu ada yang berangkat saja jadi tidak menambah keruh persoalan.

"Tepat saya bilang (tidak berangkat ke SEA Games 2019), supaya mereka aware, tahu diri. Ini saja sudah banyak event hilang. Event pelajar, mahasiswa, kan itu ada jenjang-jenjangnya," kata dia.

Menurut dia, polemik kepengurusan ini makin berlarut karena semua kubu merasa punya kekuatan. Sugeng menyebutkan ada kubu yang mengandalkan uang dan ada yang mengutamakan kekuasaan. "Kita sudah drop jauh sekali. Waktu Asian Games sudah agak kacau waktu latihan di Cina, banyak kerusakan di dalamnya yang saya tidak suka mental pemain jadi rusak," ungkap dia.

Ia menambahkan konflik juga membuat pengurus provinsi ikut terpecah. Klub yang membawahi atlet ikut-ikut terpolarisasi. "Visi pasti untuk memajukan prestasi tenis meja. Cuma dengan keadaan begini pada tidak berpikir ke ah situ," ungkap dia. Menurut dia, senior-senior yang peduli akan pembinaan atlet tenis meja bakal mulai bergerak. "Kita mulai dari nol lagi, kita sudah mau gerak," kata dia.

IRSYAN HASYIM

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus