Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mengayuh Sepeda, Mengayun Martil

Cabang olahraga ini termasuk lomba yang panas dalam pon X. Timbul ejekan, protes dan pemukulan, seperti kasus seno sudono yang dipukul oleh atlet dari Jakarta.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BALAP sepeda termasuk lomba yang "panas" dalam PON X. Hampir tiap hari arena balap Velodrome, Rawamangun terdengar ramai. Ada ejekan dan ada protes. Ejekan terutama dialamatkan pada atlet Jakarta, yang punya fasilitas baik, tapi gagal meraih emas. Seno Sudono, atlet Jawa Tengah yang merebut medali emas untuk nomo 4000 m beregu, terdengar paling keras mengejek atlet Jakarta. Ejekan tak terhenti di Velodrome saja. Juga dalam Tour de PON yang menempuh jarak 20 km--etappe Jakarta-Sukabumi-Jakarta. Selama perjalanan supporter Jawa Tengah tetap melakukan "perang mulut" dengan atlet ibukota. Ada saja yang mereka ributkan. Akibatnya terjadi hal yang tidak simpatik. Atlet Jakarta membahas. Seno Sudono yang tak diturunkan dalam pertandingan ini, begitu tiba di Sukabumi langsung diserang dengan martil dan pompa sepeda pembalap Jakarta. Untung ia cepat mencari perlindungan di markas CPM. Kalau tidak bisa babak belur. Kasus Seno, diselesaikan secara damai. Tapi persaingan sudah tak enak. Konsentrasi pembalap Jakarta jadi terganggu. Sebaliknya bagi peserta lain. Misalnya, Enceng Durachman. Atlet Jawa Barat ini berhasil menyelesaikan etappe di Sukabumi dalam waktu 4 jam 4 menit 58,7 detik. Di belakangnya baru menyusul Fanny Gunawan (Ja-Teng) dan Sutiyono (Sum-Ut). Sedang atlet ibukota tak dapat nomor. Enceng, 28 tahun, yang berlatih keras selama enam bulan itu ternyata tak hanya unggul dalam Tour de PON. Ia jugaa menyabet empat medali emas lainnya - termasuk Team Time Trial beregu." Akibat latihan," katanya, "saya benar-benar tak punya waktu untuk keluarga " Ia seminggu berlatih enam hari dan harus menempuh jarak 600 km. Buat Enceng, balap sepeda bukan hal baru. Tahun 1973 dengan sepeda merek Royal buatan Inggris ia sudah menjelajah jalan. Setahun kemudian masuk klub Sangkuriang yang diasuh bekas pembalap Munaip Saleh. Emas pertama diraih pada PON IX dalam nomor TTT beregu. Di tingkat internasional ia belum begitu terkenal. Waktu mengikuti invitasi di Taiwan, 1977, bertarung dengan pembalap AS, Jepang, Malaysia, Thailand, ia hanya menyabet perunggu. Itu pun untuk nomor beregu. Tahun 1978 Enceng latihan di Swiss selama 32 bulan. Ketika turun dalam kejuaraan balap sepeda Eropa di Jerman Barat ia gagal meraih nomor. Ia mengakui stamina pembalap Eropa lebih unggul dari dia. "Tapi saya mendapat pengalaman bertanding yang berharga," katanya. Bertanding di jalan yang mulus. Enceng kini diandalkan untuk SEA Games di Manila, Desember. Tapi ia tampak tak begitu tertarik. Ia ingin berkumpul dengan keluarga -- selama ini sering ditinggalkannya gara-gara keluar masuk pelatnas. "Sudah lama saya tak memperhatikan anak dan istri," kata Enceng yang masih menumpang di rumah mertuanya di Cimahi. Ia sampai sekarang masih menganggur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus