SELANG empar bulan RRC bergabung dengan Federasi Bulutangkis
Internasional (IBF) sudah dua kali Indonesia dipecundangi di
gelanggang antarnegara -- World Games di Santa Clara dan
Turnamen Master di London. TaEi pamor Sudirman di mata peserta
nus awarah nasional PBSI di Bandung, minggu lalu masih tak
berubah. "Sudirtnan masih yang terbaik di antara kandidat ketua
lainnya," kata formatur Abdul Kadir.
Calon yang diorbitkan memang tak banyak. Eddy Yusuf, bekas
pemain Piala Thomas 1958, melontarkan tiga direktur utama
sebagai kandidat ketua semuanya orang kaya. Mereka adalah Th.
Gobel dari PT National Gobel, William Suriadjaja dari PT Astra,
dan pengusaha kayu dan Ketua PASI Bob Hassan. Alasan Eddy: ketua
umum itu harus potensial dalam keuangan. Karena selama ini PBSI
selalu ribut kekurangan dana dalam mengirim tim ke luar
negeri.
Eddy membandingkan tim atletik yang sering ke luar negeri
dengan dana dari kantung Bob Hassan sendiri. Sebuah sumber di
PBSI menyatakan: "PBSI tak punya pemasukan dari tontonan,
mempunyai dana pembinaan Rp 1 milyar setahun. Sedangkan PBSI,
yang populer di masyarakat cuma mengandalkan uang karcis
sebesar Rp 440 juta tiap tahunnya."
Beberapa peserta Munas menertawakan usul Eddy itu. Ia dinilai
ada maunya. Anggapan itu dibantah Eddy. "Saya terjerat oleh
pernyataan Sudirman di pers sebelum Munas," katanya. Menjelang
Munas, Sudirman memang menyatakan keinginannya untuk mundur
sebagai pimpinan PBSI.
"Tak mungkin dong ketua umum yang sudah tiba saatnya harus
diganti berteriak: "saya masih mau". Munas yang menentukan
apakah pimpinan lama itu harus diganti atau dipilih kembali.
Logika ketimuran di situ," kata seorang peserta Munas yang tak
mau disebut namanya.
Kenyataannya memang demikian. Para formatur terdiri dari Toto
Hanafiah (Ja-Bar), Ibrahim Ripin (Jambi), Drs Muis Sulaeman
(Sul-Sel), Soetomo SH (DKI) dan Abdul Kadir SH (Ja-Teng) tetap
melihat kepemimpinan Sudirmar ' masih lebih banyak berhasil
daripada gagal. Karena itu mereka sepakat memilih Sudirman
kembali.
Tentang kegagalan kepemimpinan PBSI periode 1977-1981, menurut
Sudirman, disebabkan delapan hal:-kurangnya sarana di daerah
yang dapat mendukung kekuatan di pusat, kurangnya gedung
tertutup untuk latihan, mahalnya sarana penunjang untuk bermain
bulutangkis, kurangnya tenaga teknis terdidik, pelatnas
berkepanjangan yang membosankan atlet, materi pemain yang tidak
konstan, tersitanya waktu akibat main di luar negeri karena
supremasi yang kita pegang, dan terlalu banyak campur tangan
KONI Pusat yang bukan lagi dalam pembinaan prestasi tapi sudah
sampai pada penentuan pemain. Cuma dikasih catatan oleh formatur
untuk diperbaiki di masa depan.
Mengenai munculnya RRC, Sudirman menganggap hal itu belum
serius. "Ancaman dari Utara," katanya, "belum merupakan bahaya."
Ia menambahkan kegagalan beruntun belakangan ini dikarenakan
pemain Indonesia lagi jenuh saja. Pendapat ini disokong pemain
Christian Hadinata. "Pemain RRC tal banyak beda dengan kita.
Orangnya itu itu juga," kata Christian. Tapi untuk masa
datangnya berpendapat PBSI baru lebih berani mengirim pemain
junior seperti yang dilakukan RRC sekarang.
Hal, ini memang sudah mulai dilaksanakan, meski mendapat protes
dan penyelenggara di luar negeri. Misalnya dari Inggris,
penyelenggara Kejuaraa Master, dan Malaysia, tuan rumah Ke
juaraan Bulutangkis Dunia II, Oktober ini. Tuan rumah yang
semula dijanjikan pemain kelas satu, merasakan "dihina" oleh
PBSI yang mengirimkan atlet kelas junior. Mereka pun mengadu
pada IBF. "Ini memang risiko. Tapi sekaligus membuktikan bahwa
pamor Indonesia di luar negeri masih tinggi," kata seorang
peserta Munas.
Para formatur ketika menemui Sudirman, Senin pagi, untuk
melanjutkan tugas sebagaimana biasa membicarakan pula masalah
rekomendasi Munas, mengenai wilayah pembinaan desentralisasi.
Jambi (untuk Sumatera dan Ka',Bar), Ragunan (DKI), Bandung
(Ja-Bar), Kudus (Ja-Teng dan D.I. Yogyakarta), Surabaya (Ja-Tim,
Bali, NTB, NTT, Tim-Tim, Kal-Sel dan Kal-Tim) dan Ujungpandang
(Sulawesi, Maluku dan Ir-Ja). Dan usul pada pemerintah agar
bulutangkis jadi olahraga wajib di SD dan perlunya Dirjen
Olahraga.
Mengenai tim pendamping Sudirman belum dibicarakan. Karena perlu
negosiasi dengan berbagai pihak pembina maupun pemain senior.
Tapi komposisinya, menurut formatur 60% wajah baru dan 40% muka
lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini