Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia siap tampil di Olimpiade Paris 2024, yang akan berlangsung 26 Juli hingga Agustus. Kontingen tim olimpiade yang berkekuatan 29 atlet sudah dilepas Presiden Joko Widodo (Jokowi) Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 10 Juli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini adalah sejarah perjalanan Indonesia di pesta olahraga sejagat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diplomasi internasional yang aktif dijalankan oleh Indonesia berbuah manis ketika Komite Olimpiade Indonesia (KOI) diakui sebagai anggota International Olympic Committee (IOC) pada 11 Maret 1952. Pengakuan ini membuka jalan bagi Indonesia untuk mengirim kontingen pertamanya ke Olimpiade 1952 di Helsinki, Finlandia.
Kontingen Indonesia terdiri dari Thio Ging Hwie (angkat besi), Maram Sudarmodjo (lompat tinggi), dan Habib Suharko (renang), bersama tiga pendamping. Meskipun dalam debut ini Indonesia belum meraih medali, dengan Thio berada di posisi ke-8 pada angkat besi kelas ringan, Sudarmodjo di peringkat ke-20 pada lompat tinggi, dan Habib yang tidak lolos babak penyisihan pada renang gaya dada 200 meter putra, keikutsertaan ini menandai awal partisipasi Indonesia di ajang olahraga internasional.
Pada Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia, Indonesia mengirimkan kontingen yang lebih besar, terdiri dari 22 atlet yang berkompetisi dalam enam cabang olahraga: atletik, menembak, renang, angkat besi, anggar, dan sepak bola. Meskipun belum berhasil meraih medali, tim sepak bola Indonesia, yang dipimpin oleh Maulwi Saelan, mencuri perhatian dengan menahan imbang tim kuat Uni Soviet dengan skor 0-0. Namun, dalam pertandingan ulangan yang diadakan 36 jam kemudian, Indonesia kalah dengan skor 0-4.
Indonesia kemudian memasang target tinggi untuk meraih medali emas pertama pada Olimpiade 1960 di Roma, Italia, dengan mengirimkan 22 atlet yang bertanding dalam berbagai cabang olahraga seperti atletik, tinju, sepeda, anggar, berlayar, menembak, renang, dan angkat besi. Namun, seperti pada dua edisi sebelumnya, Indonesia kembali gagal meraih medali. Meskipun kontingen Indonesia sebelumnya telah meraih dua medali perak dan empat perunggu pada Asian Games 1958, mereka tidak dapat bersaing dengan atlet-atlet di tingkat Olimpiade.
Pada Olimpiade 1964 di Tokyo, Indonesia tidak berpartisipasi. Keputusan ini merupakan dampak dari ketegangan politik yang muncul setelah Indonesia menolak untuk mengundang Israel dan Taiwan ke Asian Games 1962 di Jakarta. Keputusan Presiden Soekarno ini didasarkan pada dukungan Indonesia terhadap negara-negara Arab dan China, namun menimbulkan kontroversi dan sanksi dari IOC.
Sebagai tanggapan, Soekarno memimpin pembentukan Games of the New Emerging Forces (GANEFO), sebuah ajang olahraga yang diikuti oleh 51 negara dari Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa, yang berlangsung pada 10-22 November 1963.
Namun, Indonesia kembali ke ajang Olimpiade pada 1968 di Meksiko dengan kontingen yang jauh lebih kecil, hanya terdiri dari enam atlet dari cabang renang dan angkat besi. Olimpiade ini juga menandai pertama kalinya Indonesia berpartisipasi di bawah pemerintahan Soeharto, setelah Soekarno lengser, dengan jumlah kontingen yang menurun akibat situasi politik yang terjadi pada masa itu.
Pada Olimpiade 1972 di Munich, Indonesia mengirim enam atlet di lima cabang olahraga. Empat tahun kemudian, pada Olimpiade 1976 di Montreal, jumlah atlet meningkat menjadi tujuh. Indonesia kembali absen pada Olimpiade 1980 di Moskow sebagai bagian dari boikot internasional yang dipimpin Amerika Serikat terhadap invasi Soviet ke Afghanistan.
Olimpiade 1984 di Los Angeles menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mengirim 16 atlet, meskipun hasil terbaik hanya mencapai semifinal lari 100 meter putra. Namun, titik balik terjadi pada Olimpiade 1988 di Seoul, di mana Indonesia meraih medali perak pertama melalui tim panahan beregu putri yang terdiri dari Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman, dan Kusuma Wardhani.
Prestasi ini disusul dengan perolehan medali emas pertama Indonesia pada Olimpiade 1992 di Barcelona, di mana Susy Susanti dan Alan Budikusuma meraih emas di bulu tangkis. Prestasi tersebut mengukuhkan bulutangkis sebagai cabang olahraga unggulan Indonesia, dengan kontribusi medali yang konsisten.
Hingga kini, Indonesia telah meraih total 32 medali di Olimpiade, terdiri dari 7 emas, 13 perak, dan 12 perunggu. Bulutangkis menjadi penyumbang utama dengan 7 emas, 6 perak, dan 6 perunggu, diikuti oleh angkat besi dan panahan. Perjalanan panjang ini mencerminkan dedikasi dan perkembangan olahraga Indonesia di kancah internasional, dari diplomasi hingga prestasi yang membanggakan bangsa.
MYESHA FATINA RACHMAN I HENDRIK KHOIRUL MUHID I FAISAL JAVIER