Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Protes si gareng dari senayan

Penataran calon pelatih sepak bola yang dibuka Kardono membawa heboh. Soetjipto Soentoro mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil ketua dewan pelatih, karena merasa dikecewakan.(or)

29 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGURUS PSSI rupanya sedang ngebut menambah jumlah pelatih nasional. Maklum, pelatih jenis ini, yang biasanya diharuskan memiliki sertifikat S1 (paling tinggi dari tiga tingkat yang ada), baru 70 orang di seluruh Indonesia. Padahal, idealnya, agar pembinaan pemain merata, Indonesia, yang memiliki 3.000 klub lebih, sedikitnya harus memiliki 200 pelatih. Agaknya, untuk mengejar angka itu, mulai Senin pekan lalu, PSSI menyelenggarakan penataran pelatih jenis itu di Jakarta. Sekitar 40 calon pelatih, yang sebagian besar adalah mereka yang pernah jadi pemain nasional, ikut dalam penataran yang pertama kalinya diadakan PSSI masa kepengurusan Kardono itu. Sebelumnya, PSSI sudah menyelenggarakan penataran seperti ini tiga kali. Tapi, mungkin kebetulan - jika penataran sebelumnya lancar - penataran yang dibuka Kardono kali ini agak heboh. Tak kurang Soetjipto Soentoro, bekas pemain nasional yang dalam kepengurusan PSSI duduk sebagai wakil ketua Dewan Pelatih dan ketua Komisi Evaluasi Pembinaan, segera mengirimkan surat pengunduran diri, dua hari sebelum penataran dimulai. Apa pasal? Soetjipto, yang pernah belajar melatih di Hennet, Jerman Barat, itu sambil berusaha menahan emosi mengatakan pada TEMPO, ia kecewa dengan cara kerja pengurus yang "menyepelekan" Dewan Pelatih dalam menentukan para calon peserta penataran. Ada beberapa nama, katanya, yang tak direkomendasikan Dewan, ternyata bisa ikut penataran, sementara yang sudah direkomendasikan tak dipilih. Mereka yang tak diberi rekomendasi Dewan Pelatih itu ada sembilan orang. Antara lain Wahyu Hidayat, bekas pemain nasional yang baru saja berhenti sebagai pemain klub Tunas Inti, dan Eddy Sofyan, bekas asisten pelatih PSSI Garuda. Sementara itu, yang direkomendasikan tapi tak terpilih, antara lain, Ronny Pattinasarany dan Risdianto. Reaksi keras Soetjipto, yang biasa dipanggil si Gareng itu, tampaknya bisa dipahami oleh Ketua Dewan Pelatih Maulwi Saelan. Sebab, Dewan, menurut dia, sesungguhnya sudah merekomendasikan 70 nama calon. "Tapi, itulah soalnya, pada pemilihan akhir kami tak diajak berunding lagi," kata bekas kapten kesebelasan nasional itu. Kendati begitu, Saelan pun bisa memaklumi tindakan pengurus PSSI itu. Sebab, dibentuk denan SK penurus harian PSSI, 30 Juli 1983, Dewan Pelatih di bawah Kardono memang sudah berubah fungsi. "Dulu, waktu mula-mula dibentuk, Dewan memang berfungsi operasional, misalnya menetapkan pelatih tim nasional, tapi sekarang tidak lagi," ujarnya terus terang. Sekarang ini, kata Saelan, fungsi Dewan Pelatih itu tak lebih dari semacam badan penasihat. Ini, menurut dia, memang berbeda dengan di negara Eropa atau Amerika Latin. "Di sana fungsi Dewan Pelatih amat besar. Bahkan bisa disebut, dewan inilah otak kepengurusan sepak bola," sambung Saelan. Dan karena kita sudah telanjur meniru sepak bola di sana, katanya, sebaiknya kita memru pola penanganan pelatih seperti di sana. Inilah keinginan Soetjipto. Keinginan tersebut, bisa diduga, ditolak pengurus PSSI. Kepada TEMPO, Ketua Umum Kardono menegaskan, apa yang dituntut Soetjipto itu sulit dikabulkan. "Pembagian tugas sudah jelas, seperti tertuang dalam SK Pengurus Harian: Dewan Pelatih itu hanya memberikan nasihat. Keputusan akhir tetap di tangan pengurus," katanya. Kardono mengatakan, pengurus hariannya sudah berusaha sekeras-kerasnya bertindak adil dalam memutuskan para calon pelatih tadi. "Kalaupun ada sedikit kekeliruan yang tak disengaja, itu manusiawi. Jadi, janganlah dibesar-besarkan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus