Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Rafael Nadal mengatakan menjuarai tunggal putra tenis Grand Slam Prancis Terbuka ke-12 kalinya adalah hal yang luar biasa, setelah petenis Spanyol ini mengalami tahun-tahun yang berat karena cedera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nadal, kini berusia 33 tahun, hanya bermain pada tiga turnamen dalam 2019 ini sebelum memasuki musim kompetisi tenis di lapangan tanah liat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tapi, Nadal memuncaki seri turnamen tanah liat tahun ini dengan sebuah hal yang istimewa dan menegaskan julukannya selama ini, yaitu raja tenis tanah liat. Pada final Prancis Terbuka 2019 di Roland Garros, Paris, Minggu 9 Juni, Nadal sebagai unggulan kedua mengalahkan unggulan keempat dari Austria, Dominic Thiem, 6-3, 5-7, 6-1, 6-1.
Kali ini perlawanan Thiem, 25, lebih sengit. Pasalnya, pada final tahun lalu, Nadal bisa mengalahkan bintang muda tenis Austria itu tiga set langsung. Dalam tunggal putra seri Grand Slam, pertandingan berlangsung dalam lima set terbaik.
“Saya punya banyak masalah. Jadi apa yang terjadi beberapa pekan terakhir ini adalah sangat spesial,” kata Rafael Nadal.
"Salah satu kemungkinan adalah berhenti beberapa saat dan memulihkan tubuh saya. Kemungkinan lain adalah mengubah sikap dan mentalitas secara drastis.” Ini kata Nadal tentang apa yang dilakukannya ketika dibekap cedera sehingga membuat permainannya naik-turun menjelang tampil di Roland Garros 2019 ini. Bahkan, pada turnamen terakhir menjelang main di Paris, Nadal dikalahkan Thiem di markas kebanggaannya selama ini, turnamen tanah liat Barcelona Terbuka.
“Saya mampu mengubah situasi dan berjuang sekeras mungkin untuk setiap perbaikan sekecil apapun yang bisa saya kerjakan,” kata Rafael Nadal.
Legenda tenis Spanyol, yang kini menduduki peringkat kedua dunia ini –setelah beberapa kali di puncak peringkat- dihantam cedera pada dua tahun tahun terakhir. Hal ini membuatnya menarik diri dari 10 turnamen tahun lalu karena kombisi dari cedera pinggang, lutut, perut, dan pergelangan kaki.
Setelah mundur dari pertarungan semifinal Amerika Serikat Terbuka 2018 melawan petenis Argentina, Juan Martin del Potro, pada September lalu karena cedera lutut, Nadal tidak main lagi sampai akhir tahun lalu.
Dengan pergelangan kaki yang masih belum sepenuhnya pulih dari cedera, Rafael Nadal kalah melawan pemain nomor satu dunia, Novak Djokovic, pada final Grand Slam Australia Terbuka 2019 di Melbourne, Januari lalu.
Nadal kemudian tidak main lagi sampai mengikuti turnamen Indian Wells di Amerika Serikat, Maret. Di Indian Wells, lagi-lagi ia menarik diri dari pertandingan semifinal melawan Roger Federer karena masalah di lututnya.
Rafael Nadal kemudian istirahat lima pekan sebelum memasuki pekan kompetisi tanah liat dan mencapai semifinal Monte Carlo, Barcelona, dan Madrid.
Hal itu berarti Nadal tidak meraih gelar juara dalam 2019 sampai tampil di Italia Terbuka, ini final turnan seri Masters 1.000 sebelum Roland Garros.
“Setelah Indian Wells, saya bilang berulang kali, secara mental, saya sudah jatuh. Saya banyak kehilangan energi karena menghadapi banyak masalah secara beruntun,” ujar Nadal.
“Tapi, setelah babak pertama di Barcelona, saya bisa menyendiri beberpa jam di ruangan pemain dan berpikir tentang apa yang terjadi dan apa yang saya butuhkan,” katanya.
“Dan, sejak pertandingan pertama di Barcelona itu, saya berpikir harus berkembang menjadi lebih baik setiap hari,” Rafael Nadal menegaskan.
Pelatih dari Rafael Nadal sekarang yang juga idola Nadal semasa kecil di tenis Spanyol, Carlos Moya, menyebut pemainnya asal Mallorca ini memiliki mental yang jenius.
“Ada periode terberat yang dialainya sejak saya bergabung dengannya. Ia benar-benar mendorong dirinya sampai limit kemampuannya untuk kembali ke lapangan, berlatih, dan melecut motiviasnya,” kata Moya, yang menjadi pelatih Rafael Nadal sejak 2017.