PENGURUS teras PSSI boleh tersenyum lega. Apalagi kalau Rabu pekan ini penonton berbondong-bondong membanjiri Stadion Utama Senayan, untuk menyaksikan final akbar kompetisi divisi utama perserikatan PSSI periode 86/87. Bisa dimaklumi, karena selama 3 tahun belakangan ini dari hasil pemasukan dari penjualan karcis, PSSI mampu mengeruk keuntunan ratusan juta rupiah. Sampai sebelum pertandingan final, PSSI sudah berhasil menyedot pemasukan sebesar Rp 521.202.000. Jumlah ini jauh meningkat jika dibandingkan dengan pemasukan tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu, uang yang dirogoh dari saku penonton hanya Rp 463.546.425. Sedangkan dua tahun sebelumnya mencapai Rp 484.723.637,50. Diperkirakan total pemasukan yang akan diterima PSSI nanti, seusai final akbar, mendekati Rp 1 milyar. Ada lagi pemasukan dari iklan yang dipajang di sekeliling lapangan dan stadion. Sementara itu, pengeluaran PSSI hanya Rp 400 juta untuk menyiapkan kompetisi yang diikuti 10 kesebelasan -- 6 Besar dan 4 Kecil -- selama 2 minggu itu. Dibanding tahun sebelumnya, anggaran yang dihabiskan berkurang Rp 60 juta. Dari selisih pemasukan dengan pengeluaran, PSSI sekarang sedang menghitung-hitung keuntungan yang dapat diraupnya. "Nanti, setiap peserta 6 Besar akan mendapat bagian masing-masing 10% dari keuntungan yang diperoleh PSSI," janji Gazfan Ali, Bendahara PSSI. Setidaknya, setiap peserta 6 Besar minimal akan mendapat pembagian keuntungan sekitar Rp 25 juta. Kesebelasan yang masuk final masih akan mendapatkan lagi 35% dari hasil penjualan karcis pertandingan final, setelah dipotong biaya penyelenggaraan. Kendati demikian, tak berarti para peserta kompetisi bisa berfoya-foya. Sebab, harus diperhitungkan pula pengeluaran mereka selama mengikuti kompetisi. Tahun lalu misalnya, PSMS mengeluarkan Rp 100 juta untuk mengikuti kompetisi perserikatan, terhitung sejak putaran pertama, kedua, dan final. Padahal, pembagian keuntungan yang didapat dari PSSI cuma Rp 60 juta. "Sisanya, ya, kami usahakanlah dari sesama pengurus," kata Amran Y.S., wakil manajer tim PSMS. Bisa dibayangkan berapa ketekoran yang harus diderita oleh perserikatan yang jauh letaknya dari Jakarta, seperti Perseman atau Persipura. Sementara itu, bantuan resmi Pemda biasanya kecil. PSMS misalnya, cuma mendapat Rp 6 juta setahun yang dianggarkan lewat APBD Kota Madya Medan. Yang tidak bisa dihitung dengan uang adalah perpisahan yang lama dari para pemain yang jauh letaknya dari Jakarta itu selama musim kompetisi. Para pemain Perseman dan Persipura, misalnya, harus meninggalkan keluarga mereka selama dua bulan. Untuk mempertahankan kocek perserikatan dari ketekoran, pengurus memang dituntut kreatif. Persebaya, misalnya, berhasil memasukkan dana sekitar Rp 150 juta dengan membeli hak penyelenggaraan pertandingan beberapa kesebelasan. Padahal, kata Moh. Barmen, manajer tim Persebaya, biaya yang dikeluarkan, "lebih dari Rp 100 juta." Dengan majunya kesebelasan Persebaya ke final, dipastikan rupiah yang akan diterima akan berlipat ganda. Tentu saja, keuntungan materiil yang besar itu akan semakin lengkap apabila Persebaya berhasil menjadi juara dalam kompetisi tahun ini. Boleh jadi pestanya akan tambah meriah. Maklum, dana sedang kuat. Hujan rezeki ini ternyata tak hanya jatuh pada perserikatan. Para pemain pun kecipratan rezeki. Kamaruddin Bettay, 24 -- pencetak gol terbanyak dalam musim kompetisi ini -- dari Persija, misalnya, mengaku mendapatkan sekitar Rp 600 ribu sebagai uang saku selama turnamen kompetisi perserikatan berlangsung. Suatu jumlah lumayan bagi karyawan PLN yang bergaji Rp 112 ribu sebulan ini. "Dengan begini saya bisa membantu ibu saya di Biak," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini