DENGAN memimpin 4-3 di set pertama, Tintus penuh harapan akan
memenangkan set itu. Tapi pemain Swedia, Anders Jaerryd, segera
6angkit. "Giliran saya serve, servis saya dia break. Jadi 4-5.
Ketika dia serve lagi, saya tak bisa mengembalikan, sehingga
saya kalah 4-6," tutur Tintus Aribowo kepada TEMPO lewat telepon
dari Bjarred (Swedia) desa tempat pertandingan babak penyisihan
16 besar Piala Davis 1983 pekan lalu.
Belum pulih dari kekalahan di set pertama, di set kedua dia
harus menyerah lagi 2-6. Tintus mencoba bangkit lagi di set
terakhir dan sempat memimpin 4-3, lalu 5-4. Tapi di tenah
sekitar 3.000 penonton, pemain nomor dua Indonesia itu akhirnya
dikalahkan dengan tie-break 5-7. Di set inilah ia sempat
terjatuh di karpet pertandingan.
Di partai single kedua, juara Asian Games 1982, Justedjo Tarik,
berhadapan dengan juara junior Eropa 1981 dan pemain ranking 10
Besar dunia, Mats Wilander. "Serve-nya keras dan dia jago main
volley. Setiap pukulan saya, selalu disabetnya dengan dahsyat -
tak sempat saya bereaksi lagi," ungkap Justedjo kepada TEMPO.
Petenis nomor stu Indonesia yang terkenal suka memaki penonton
atau mengejek lawannya di Senayan itu, kali ini, seperti
katanya, cuma blsa mengumbar senyum pahit. "Mau macam-macam,
malu sendiri, tutur Justedjo sambil terbatuk-batuk dalam
pembicaraannya dengan Max Wangkar dari TEMPO. Ia menyerah pada
Mats Wilander dengan 2-6, 2-6 dan 1-6 pada pertandingan Jumat
sore waktu setempat.
Pertandingan partai ganda, Sabtu, Swedia menurunkan Anders
Jaerryd/Hans Simonson melawan Justedjo/Hadiman. Hasilnya 2-6,
3-6 dan 3-6 untuk regu tuan rumah. Justedjo, diturunkan bersama
Hadiman karena Atet Wiono kena flu.
Walaupun kalah juga melawan Wilander di hari ketiga, Tintus
masih bisa meraih angka 3-6, 3-6. Sedangkan Justedjo yang di
atas kertas diperhitungkan bisa lebih baik dari Tintus, ternyata
tak bisa meraih angka lebih banyak. Ia kalah 3-6 dan 1-6.
"Dengan Jaerryd, sebenarnya kelas kami masih berimbang.
Kelebihannya, sama seperti Wilander, mempunyi sabetan-sabetan
keras dan akurat. Mereka rata-rata masih muda. Yang paling tua,
Jaerryd, 21 tahun, sedangkan Wilander dan Simonson baru 19 dan
18 tahun. Wilander memang paling baik, dia satu kelas di atas
kami. Pukulan kerasnya tak bisa kami tiru lagi. Mestinya
dibentuk pada pemain remaja," komentar Justedjo yang sudah
berusia 28 tahun itu.
Sistem pembinaan tenis di Swedia, menurut ketua Bidang Pembinaan
Pelti, Soejono, tampaknya memang diterapkan sejak anakanak dan
sampai ke desa-desa. "Bjarred ini cuma desa berpenduduk 1.500
jiwa. Di sini ada 800 orang pemain tenis, di antaranya 400 anak.
Bayangkan saja, anak desa di sini sudah jadi pemain tenis,"
tutur Soejono yang menjadi kapten regu Piala Davis ini.
"Tak heran kalau tenis Swedia sekarang nomor 3 di dunia," tambah
Soejono. Menurut Soejono, bukan tak mungkin Swedia menjadi juara
Piala Davis lagi seperti tahun 1975, sewaktu diperkuat Bjorn
Borg. Tahun lalu pada quarter-final Piala Davis, Swedia menahan
2-3 regu AS yang kemudian keluar sebagai juara.
Setelah kalah dari Swedia ini, Indonesia kehilangan peluang
untuk terus ke babak berikutnya. Kesempatan untuk menantang
Piala Davis 1984 adalah bila menang melawan Denmark, salah satu
16 Besar yang sudah dikalahkan Selandia Baru pekan lalu. Soejono
maupun Justedjo optimistis bisa mengalahkan Denmark akhlr
September mendatang. "Saya pernah bertanding di Kopenhagen tahun
1976. Waktu itu belum tampak pemain internasional dari Denmark,
kata Justedjo. Sebaliknya bila kalah melawan Denmark, berarti
Indonesia harus merangkak lagi mulai dari zone seperti selama
ini.
Indonesia petama kali mengikuti babak-babak penyisihan Piala
Davis, pada 1961 melawan India di Bandung. "Kalah 1-4," kata
Sekjen Pelti, Drs. Nartomo. Kemudian Indonesia absen hingga
1966. Tak jelas apakah karena Indonesia dikeluarkan dari ILTF
(Federasi Tenis Internasional) karena mendirikan Ganefo atau
karena tak membayar iuran anggota.
"Tahun 1967 kita masuk ILTF lagi dalam sidang di Luxemburg,"
kata Nartomo. Sejak tahun itu Indonesia ikut lagi menantang
Piala Davis meski tak pernah mencapai dua langkah pertandingan
hingga 1971. Berturut-turut dikalahkan Jepang (1967), Filipina
(1968 dan 1969) bahkan oleh negara yang sedang perang, Vietnam,
tahun 1970.
Tahun 1971 Indonesia menang W.O., atas Vietnam pada babak
penyisihan pertama. Tapl di putaran kedua di Senayan,
pemain-pemain zaman itu, Gondowijoyo dan Atet Wiono, ditundukkan
Australia 2-3.
Tahun 1972 kalah lawan India. Tahun 1973 menang lawan Hongkong
tapi kemudian dikalahkan Jepang. Pada 1974 dikalahkan Filipina
dan 1975 dikalahkanJepang. Tahun 1976 Indonesia sempat maju 3
tapak, yakni menang atas Kor-Sel, atas Filipina tapi kemudian
dijungkal Australia. Pada 1977 menang atas Taiwan, tapi
dikalahkan Pakistan. Tahun 1978 menang atas Thailand lalu
disisihkan Kor-Sel. Kor-Sel sekali lai menundukkan kita pada
1979. Tahun 1980 tak ada pertandingan karena ada perubahan
sistem pertandingan zone - antara lain Asia dilepaskan dari
Australia dan Selandia Baru.
Pada 1981 Indonesia menundukkan Taiwan dan Pakistan. Tapi di
final zone dikandaskan India. Tahun lalu Indonesia menang atas
Malaysia dan Korea Selatan. Setelah mengalahkan Jepang, akhirnya
juara zone. Karena itulah muncul kesempatan bagi petenis
Justedjo Tarik dan Tintus bertemu dengan petenis kaliber dunia
seperti Mat Wilander di Swedia pekan lalu.
"Kesempatan ini bisa mereka peroleh karena ada perangsang hadiah
uang," kata Sugiarto, petenis angkatan pertama regu Piala Davis
Indonesia bersama Tan Lip Tjiauw, Icas dan Kace Sudarsono. Pada
masa Sugiarto, belum ada pertandingan berhadiah uang di
Indonesia. Waktu itu Piala Davis juga masih tertutup untuk
pemain prof - sampai Davis Cup disponsori perusahaan komputer
NEC sejak 1981.
Walaupun minggu lalu kalah dari Swedia regu Indonesia mendapat
hadiah uang US$ 35.000 (Rp 24,5 juta). Sedangkan dalam
pertandingan melawan Denmark nanti, hadiah juga US$ 35.000 kalau
kalah. Kalau menang ditambah US$ 5.000. "Setengah dari hadiah
itu dibagi-bagi antara pemain, setengahnya lagi untuk membayar
ongkos tiket pesawat dan hotel regu," kata Sekjen Pelti sambil
tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini