HARGA emas mendadak terjungkal. Awal bulan ini PT Central Indah
Cakrawala (CIC), pedagang emas murni dan valuta asing di
Jakarta, secara taam menurunkan harga logam mulia itu dari Rp
11 ribu jadi Rp 9.200 per gram. Tapi pada 1 Maret itu si kuning
ternyata masih gelisah. Segera sesudah kantor CIC dibuka "tiap
satu jam kami terpaksa menaikkan harga jual karena arus
permintaan meningkat," kata seorang manajer di situ.
Hari itu praktis harga emas di CIC berubah sampai 4 kali,
sebelum akhirnya bertengger pada Rp 9.350 per gram. Di Gang
Kenanga, 'bursa' emas perhiasan di daerah Senen, Jakarta Pusat,
juga terjadi hal serupa. Harga emas perhiasan 24 karat di
berbagai toko di situ anjlok dari Rp 11 ribu ke Rp 9.150 per
gram. "Banyak yang panik. Hari itu bahkan ada yang menawarkan
pada kami emas seharga Rp 8.000 per gram, tapi kami tak berani
ambil," kata Chandra dari toko emas Hias Seni.
Beberapa jam sebelumnya, harga emas di London Metal Exchange
(LME) sudah terjun dari harga US$ 463,5 ke US$ 408 per troy
ounce (31,1 gram). Penurunan serupa juga terjadi di Singapura,
Hongkong dan New York di akhir Februari itu. Di New York,
misalnya, harga emas untuk penyerahan Maret hanya US$ 400,5.
Pertengahan Februari harganya masih US$ 511,5. Tapi awal pekan
ini di London mulai membaik, US$ 415 per ounce.
Toh sejumlah pedagang emas besar di London masih mengkhawatirkan
tingkat harga itu akan goyah jika benar harga resmi minyak OPEC
turun. Bursa emas di berbagai tempat mulai terasa panas sesudah
Nigeria, anggota OPEC, secara sepihak menurunkan harga minyak
mentah ekspornya jenis Bonny Light dengan USS 5,5 menjadi US$ 30
per barrel. Harga baru yang berlaku surut mulai I Februari itu,
jelas menyulitkan anggota OPEC yang lain mengingat harga patokan
minyak OPEC, Arabian Light Crude (ALC) yang kualitasnya lebih
rendah, hanya US$ 34 per barrel.
Akibatnya, sejumlah anggota OPEC semakin sulit menjual minyaknya
dengan harga resmi. Mereka yang menggantungkan sebagian besar
pendapatan ekspor dari minyak, seperti Indonesia dan Nigeria,
terancam defisit lebih besar. Dalam usaha menutupi defisit
inilah sejumlah anggota OPEC hari-hari ini diduga akan
melepaskan cadangan emasnya. Spekulasi itu menyebabkan bursa
emas di berbagai tempat goncang juga.
Indonesia, yang dalam tahun anggaran 1982/1983 ini terancam
defisit neraca pembayaran US$ 7 milyar, belum terdengar
melepaskan cadangan emasnya. Hingga Oktober 1982 kekayaan emas
dan valuta asing yang dimiliki BI tercatat Rp 4,5 trilyun.
"Bodoh jika Bank Indonesia melepaskan emasnya saat ini," kata
seorang bankir. "Untuk menutupi defisit, langkah terbaik adalah
melakukan pinjaman komersial sekalipun dengan bunga mahal dan
syarat makin berat." Tiga tahun laiu BI sempat membuat geger
London ketika memborong emas 76,9 ton seharga US$ 1,2 milyar,
justru di saat harganya sedang di atas angin.
Sidang darurat segenap anggota organisasi para pengekspor minyak
(OPEC) di London (7-8 Maret) agaknya diikuti dengan cermat oleh
para pedagang emas di Jakarta. Chandra dari Hias Seni, dan CIC
tak berani memastikan pada tingkat berapa harga emas itu akan
menetap sebelum harga patokan minyak OPEC yang baru diumumkan.
Tapi Chandra memperkirakan jika harga patokan ALC ditetapkan
sekitar US$ 30 per barrel, harga emas akan "bermain di antara Rp
9 ribu sampai Rp 10 ribu per gram." Selain mengikuti pertemuan
di London itu, dia juga tekun mengikuti perkembangan harga emas
di Hongkong. Setlap perubahan yang terJadi di sana engan cepat
akan menjalar ke Jakarta. "Kami di sini tinggal mengekor," kata
Chandra.
Toh ada juga yang beranggapan, jatuhnya harga minyaknya
memainkan peranan kecil dalam mempengaruhi harga emas. Penganut
teori ini menganggap, justru kebijaksaan bank sentral AS-lah
yang besar pengaruhnya. Buktinya ketika bank itu menetapkan suku
bunga untuk nasabah utama sebesar 20,5%, harga emas mencapai US$
875 pef ounce - paling tinggi. Dan penurunan tajam harga emas
yang terjadi awal Maret ini, menurut mereka, banyak berhubungan
dengan penurunan suku bunga di AS dari 11% ke 10,5% yang
dilakukan akhir Februari.
Tindakan mengendurkan kebijaksanaan uang ketat ini tampaknya
sejalan dengan tanda-tanda mulai membaiknya kegiatan ekonomi AS,
yang diperkirakan akan memerlukan dana besar. Dalam usaha
memenuhi permintaan akan pinjaman itulah bank sentral membuka
keran dana dengan bunga rendah. Sejumlah investor dikabarkan
juga mulai melepaskan emasnya untuk memperoleh dollar, untuk
investasi atau meluaskan usaha.
Karena tindakan pemilik emas itulah kata sebuah teori, harga
emas kini cenderung turun. Secara simultan pula, peningkatan
permintaan akan dollar tadi telah menyebabkan nilai tukar mata
uang itu kini menguat terhadap sejumlah mata uang Eropa. Jadi
bisa diduga jika hari-hari ini banyak dana akan mengalir dari
daratan Eropa ke AS. Suatu berita baru buat Indonesia yang kini
masih sulit melempar komoditi nonminyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini