Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membujuk si kuda hitam

Sidang OPEC di London yang akan membicaraakan harga patokan minyak OPEC, diundur sehari, Iran dikabarkan menentang rencana ini, dirut pertamina, joedo sumbono, optimis pasaran di jepang bertahan. (eb)

12 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG OPEC di London yang sedianya dimulai Senin pagi (7 Maret) waktu sana, terpaksa ditunda sehari. Selain beberapa anggotanya belum semua berkumpul Gabon, Equador dan Qatar - Menteri Perminyakan Iran Mohammad Gharazi yang tiba di London hari Senin, dikabarkan telah menentang rencana penurunan harga patokan minyak OPEC, seperti diperbincangkan dalam pertemuan informil selama dua hari di antara delapan negara OPEC: Arab Saudi, Aljazair, Indonesia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Libya, Nigeria dan Venezuela. Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, seperti dikutip kantor berita Reuter menganjurkan para utusan yang sudah tiba, agar memanfaatkan waktu mereka dengan melanjutkan pembicaraan "bilateral" dan "trilateral". Menteri Perminyakan dan Energi Aljazair, Belkacem Nabi, mengatakan, "masih harus kita lihat kredibilitas dari formula yang sudah kita capai." Sedang Mana Said Al-Oteiba dari UEA, mengatakan sudah tercapai saling pengertian dalam hal penentuan "harga" dan "produksi". Semua kata-kata harapan itu memang masih harus diuji pada sidang yang biasanya dimulai sekitar pukul 10 pagi, berarti Selasa sore waktu Jakarta. Sampai menjelang sidang, para anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak itu masih juga belum memutuskan, apakah sidang di London itu akan dikukuhkan sebagai sidang darurat, atau sekadar pertemuan konsultatif, tergantung hasilnya. Salah satu penentu nampaknya adalah Nigeria, yang kini tampil sebagai kuda hitam. Nigeria lagi dibujuk agar mau menaikkan harga minyak jenis Bonny, yang mereka turunkan menjadi US$ 30 per barrel, menjadi setingkat dengan minyak Inggris, jenis Forties dan Brent, kini US$ 30,50 per barrel. Nampaknya ketua delegasi Nigeria, Mallam Yahaya Dikko, kini presiden OPEC, sulit meluluskannya, karena tekanan-tekanan di dalam negerinya semakin keras menuntut agar Nigeria tak banyak mempedulikan OPEC, dan harus menjual minyak sebanyak mungkin, untuk mcnolong situasi ekonominya yang semakin kalut. Upaya membujuk Nigeria konon juga datang dari Ryadh, pusat pemerintahan Arab Saudi, ke Lagos, ibukota Nigeria. Apakah bujukan itu berupa uluran tangan untuk membantu Nigeria sebanyak semilyar dollar, seperti pernah dikemukakan Sheik Zaki Yamani kepada Yahaya Dikko pertengahan tahun lalu, entahlah. Kalau Nigeria tak mau bergeser dari 30 dollar, ada kemungkinan harga minyak Arab (ALC) terpaksa turun dengan 5 dollar, menjadi US$ 29 per barrel. Arab Saudi, dan negara-negara Teluk yang lain, akan senang kalau harga ALC turun menjadi 30 dollar. Itu setidaknya akan bisa menolong Kuwait, UEA, Qatar, Bahrain dan Oman, yang umumnya memproduksikan minyak jenis berat (heavy), dan kini mengalami kesulitan di pasaran Eropa. Tapi yang agaknya paling tidak mau tahu adalah Inggris. Sekalipun keuangan negerinya kini amat tergantung dan uang minyak, dengan biaya produksi US$ 26 per barrel biaya produksi OPEC antara US$ 15-20 per barrel - Inggris tetap ingin berpegang pada hukum penawaran dan permintaan di pasaran. Mereka pun bahkan tak mau mengutus peninjau. Ini berbeda dengan Meksiko dan Norwegia, yang sekalipun bukan anggota OPEC mengharapkan agar sidang kali ini berhasil mencapai kata sepakat demi menghindari pecahnya perang harga. Indonesia, yang menjual sebagian produksi minyaknya ke Jepang, makin merasakan saingan dari minyak Arab. Para pembeli di Jepang, terutama perusahaan-perusahaan pengilangan, dikabarkan hanya mau menerima harga jenis Minas sama dengan ALC, karena teknik pengolahan di sana sudah pandai mengubah minyak berat menjadi minyak ringan seperti Minas (TEMPO, 5 Maret). Menurut sebuah sumber yang mengetahui, kalaupun masih akan terdapat perbeda harga (diferensial) antara ALC dengan jenis Minas, "itu tak akan sampai puluhan sen dollar," katanya. Harga Minas kini masih US$ 53 sen di atas ALC. Dirut Pertamina Joedo Sumbollo yang pekan lalu baru kembali dari perjalanan ke AS dan Jepang, telah berbicara dengan sejumlah pembeli tetap minyak Indonesia di sana. Ia optimistis Jepang akan tetap membeli minyak kita, sekalipun ia tak mengelak, para pembeli di sana menuntut harga yang kurang lebih setimpal dengan jenis ALC. Seberapa jauh diplomasi Joedo akan membuahkan hasil di pasaran Jepang, "semua itu masih harus menunggu hasil sidang OPEC," katanya kepada TEMPO Senin lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus