SIDANG OPEC di London yang sedianya dimulai Senin pagi (7 Maret)
waktu sana, terpaksa ditunda sehari. Selain beberapa anggotanya
belum semua berkumpul Gabon, Equador dan Qatar - Menteri
Perminyakan Iran Mohammad Gharazi yang tiba di London hari
Senin, dikabarkan telah menentang rencana penurunan harga
patokan minyak OPEC, seperti diperbincangkan dalam pertemuan
informil selama dua hari di antara delapan negara OPEC: Arab
Saudi, Aljazair, Indonesia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Libya,
Nigeria dan Venezuela.
Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, seperti dikutip kantor
berita Reuter menganjurkan para utusan yang sudah tiba, agar
memanfaatkan waktu mereka dengan melanjutkan pembicaraan
"bilateral" dan "trilateral". Menteri Perminyakan dan Energi
Aljazair, Belkacem Nabi, mengatakan, "masih harus kita lihat
kredibilitas dari formula yang sudah kita capai." Sedang Mana
Said Al-Oteiba dari UEA, mengatakan sudah tercapai saling
pengertian dalam hal penentuan "harga" dan "produksi".
Semua kata-kata harapan itu memang masih harus diuji pada sidang
yang biasanya dimulai sekitar pukul 10 pagi, berarti Selasa sore
waktu Jakarta. Sampai menjelang sidang, para anggota organisasi
negara-negara pengekspor minyak itu masih juga belum memutuskan,
apakah sidang di London itu akan dikukuhkan sebagai sidang
darurat, atau sekadar pertemuan konsultatif, tergantung
hasilnya.
Salah satu penentu nampaknya adalah Nigeria, yang kini tampil
sebagai kuda hitam. Nigeria lagi dibujuk agar mau menaikkan
harga minyak jenis Bonny, yang mereka turunkan menjadi US$ 30
per barrel, menjadi setingkat dengan minyak Inggris, jenis
Forties dan Brent, kini US$ 30,50 per barrel. Nampaknya ketua
delegasi Nigeria, Mallam Yahaya Dikko, kini presiden OPEC, sulit
meluluskannya, karena tekanan-tekanan di dalam negerinya semakin
keras menuntut agar Nigeria tak banyak mempedulikan OPEC, dan
harus menjual minyak sebanyak mungkin, untuk mcnolong situasi
ekonominya yang semakin kalut.
Upaya membujuk Nigeria konon juga datang dari Ryadh, pusat
pemerintahan Arab Saudi, ke Lagos, ibukota Nigeria. Apakah
bujukan itu berupa uluran tangan untuk membantu Nigeria sebanyak
semilyar dollar, seperti pernah dikemukakan Sheik Zaki Yamani
kepada Yahaya Dikko pertengahan tahun lalu, entahlah.
Kalau Nigeria tak mau bergeser dari 30 dollar, ada kemungkinan
harga minyak Arab (ALC) terpaksa turun dengan 5 dollar, menjadi
US$ 29 per barrel. Arab Saudi, dan negara-negara Teluk yang
lain, akan senang kalau harga ALC turun menjadi 30 dollar. Itu
setidaknya akan bisa menolong Kuwait, UEA, Qatar, Bahrain dan
Oman, yang umumnya memproduksikan minyak jenis berat (heavy),
dan kini mengalami kesulitan di pasaran Eropa.
Tapi yang agaknya paling tidak mau tahu adalah Inggris.
Sekalipun keuangan negerinya kini amat tergantung dan uang
minyak, dengan biaya produksi US$ 26 per barrel biaya produksi
OPEC antara US$ 15-20 per barrel - Inggris tetap ingin berpegang
pada hukum penawaran dan permintaan di pasaran. Mereka pun
bahkan tak mau mengutus peninjau.
Ini berbeda dengan Meksiko dan Norwegia, yang sekalipun bukan
anggota OPEC mengharapkan agar sidang kali ini berhasil mencapai
kata sepakat demi menghindari pecahnya perang harga.
Indonesia, yang menjual sebagian produksi minyaknya ke Jepang,
makin merasakan saingan dari minyak Arab. Para pembeli di
Jepang, terutama perusahaan-perusahaan pengilangan, dikabarkan
hanya mau menerima harga jenis Minas sama dengan ALC, karena
teknik pengolahan di sana sudah pandai mengubah minyak berat
menjadi minyak ringan seperti Minas (TEMPO, 5 Maret). Menurut
sebuah sumber yang mengetahui, kalaupun masih akan terdapat
perbeda harga (diferensial) antara ALC dengan jenis Minas, "itu
tak akan sampai puluhan sen dollar," katanya. Harga Minas kini
masih US$ 53 sen di atas ALC.
Dirut Pertamina Joedo Sumbollo yang pekan lalu baru kembali dari
perjalanan ke AS dan Jepang, telah berbicara dengan sejumlah
pembeli tetap minyak Indonesia di sana. Ia optimistis Jepang
akan tetap membeli minyak kita, sekalipun ia tak mengelak, para
pembeli di sana menuntut harga yang kurang lebih setimpal dengan
jenis ALC. Seberapa jauh diplomasi Joedo akan membuahkan hasil
di pasaran Jepang, "semua itu masih harus menunggu hasil sidang
OPEC," katanya kepada TEMPO Senin lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini