Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HANYA tiga puluh detik se-te-lah terjerembap dipukul juara tinju kelas berat An-thony Joshua, Andy Ruiz Jr. mem-buat para penonton di Madison Square Garden, New York, Amerika Serikat, terkesiap. Dalam tempo satu setengah menit pada ronde ketiga, petinju Amerika itu terus merangsek dan dua kali memukul jatuh Joshua.
Denting bel pada akhir ronde ketiga me-nyelamatkan petinju Inggris itu dari amu-kan Ruiz. Sejak saat itu, Joshua lim-bung. Wasit akhirnya menghentikan per-tandingan pada ronde ketujuh setelah Joshua jatuh lagi dihantam tinju Ruiz. Itu ke-empat kalinya Joshua tumbang. Gelar juara dunianya pun hilang.
Kemenangan Ruiz Minggu malam, 1 Juni lalu, itu mengejutkan dunia tinju. Ia mencetak sejarah sebagai petinju berdarah Meksiko pertama yang meraih gelar juara dunia kelas berat. Ruiz sendiri tak percaya dia bisa menumbangkan juara kelas berat yang menjadi unggulan banyak penggemar tinju itu. “Aku harus mencubit diriku sendiri, ini nyata atau tidak,” kata Ruiz seperti dilaporkan ESPN Sports.
Petinju 29 tahun itu merebut empat sabuk juara tinju Joshua dari Asosiasi Tinju Dunia (WBA), Organisasi Tinju Dunia (WBO), Federasi Tinju Internasional (IBF), dan Organisasi Tinju Internasional (IBO). Dia membawa pulang hadiah uang sebesar 5,4 juta pound sterling atau sekitar Rp 97 miliar.
Ruiz seharusnya tidak naik ke ring malam itu untuk menghadapi Joshua. Dia cuma petinju pengganti yang disetujui kubu Joshua enam pekan sebelum hari pertandingan. Pasalnya, Jarrell Miller yang seharusnya menjadi lawan Joshua gagal dalam tiga tes doping.
Nama Ruiz bahkan tidak ada dalam daftar 10 petinju kelas berat terbaik dunia. Dari situ saja wajar jika Joshua menjadi favorit karena dia dianggap bisa menang mudah. Namun Ruiz mematahkan semua prediksi. “Semua kudapat karena berkat Tuhan dan kerja sama tim,” ujar Ruiz. “Aku hanya ingin membuktikan kepada semua orang yang menganggapku sebagai pecundang bahwa hal itu salah,” tuturnya.
Joshua mengatakan kekalahan adalah bagian dari perjalanannya sebagai petinju. Itu adalah kekalahan pertamanya dari 23 pertandingan sebagai petinju profesional. Dia menilai Ruiz petinju yang lebih baik dan layak menang. Namun ia mengincar per-tandingan ulang, yang dijadwalkan pada November atau Desember mendatang. “Aku akan kembali dengan lebih kuat,” ucap Joshua seperti dilaporkan The Mirror.
Kemenangan Ruiz seperti mengulang sejarah keberhasilan James “Buster” -Dou-glas, yang memukul knockout juara tinju kelas berat Mike Tyson, 30 tahun lalu. Kala itu Douglas juga dianggap sebagai petinju gurem yang diprediksi bisa dikalahkan Tyson dengan cepat.
Kini nama Ruiz melejit. Dia dipuja-puji warga Meksiko di Amerika Serikat. Pres-tasinya bak oasis di tengah meruncingnya hubungan antara Meksiko dan Amerika ter-utama karena isu imigran dan perbatasan. Di tanah para leluhur dan asal orang tua-nya, Meksiko, Ruiz disambut bak pah-lawan. Dia bahkan bertemu dan menerima penghargaan dari Presiden Meksiko An-dres Manuel Lopez Obrador.
Ruiz mengatakan dia selalu merasa se-bagai orang Meksiko. Hidupnya di tanah Ame-rika pun dibentuk oleh budaya Mek-siko. “Ayah dan ibuku orang Meksiko,” kata Ruiz, yang memiliki tato “Hecho en Mexico” yang berarti “Buatan Meksiko” di lengan kanannya. “Meksiko ada di dalam darah dan DNA-ku, juga DNA anak-anakku.”
OLAHRAGA tinju adalah hidup Andy Ruiz Jr. Ayahnya, Andres Ruiz, memperkenalkan olahraga itu kala Ruiz berusia enam tahun untuk menyalurkan energi sang bocah yang sangat aktif. Dia pun dijuluki The Destroyer alias Sang Penghancur gara-gara kerap merusak mainannya. “Mereka membeli mainan baru dan esok harinya sudah kurusak,” ujar Ruiz.
Sang ayah mengajak Ruiz ke sasana juga untuk melindunginya dari pergaulan buruk yang membayangi kehidupan para imigran. Apalagi Ruiz kerap dirisak karena penampilan, warna kulit, dan ukuran tu--buhnya. “Ayah dan olahraga tinju telah menyelamatkan hidupku,” kata Ruiz seperti dilaporkan The Telegraph.
Lahir dan dibesarkan di Imperial, Cali-fornia, sekitar 15 kilometer dari per-batasan Meksiko, Ruiz tumbuh di ling-ku-ng-an imigran Meksiko. Ayah Ruiz, yang bekerja di sektor konstruksi, ber-usaha ke-ras menjauhkan keluarganya dari ma-salah. Namun- aksi kekerasan anta-rgeng, pe-nyalahgunaan narkotik, dan per-da-gangan manusia menghantui hidup Ruiz. “Aku selalu berada di antara ke-ru-munan yang salah,” ujarnya. “Banyak ka-wanku menjadi pe-candu obat. Sebagian keluargaku bah-kan anggota geng.”
Piawai bertinju, Ruiz selalu terganjal masalah berat badan. Tak ada anak sepantaran dia yang memiliki berat badan sepadan. Pada usia 12 tahun, karena bobotnya yang kelewat berat, Ruiz tak diizinkan lagi melawan bocah seumur dia dan terpaksa menghadapi petinju yang lebih tua.
Bersama pelatih Fernando Ferrer, Ruiz membangun karier tinju amatirnya dengan rekor 105 kali menang dan cuma 5 kali kalah. Ruiz berusia 19 tahun ketika memulai kariernya sebagai petinju profesional pada 2009. Dia meraih kemenangan di laga perdananya di Tijuana dengan memukul KO Miguel Ramirez dalam pertandingan yang berlangsung kurang dari semenit.
Karier Ruiz di dunia tinju kelas berat melesat. Dia meraih sabuk juara gelar per-tamanya, WBO Inter-Continental, dengan mengalahkan Joe Hanks di Arab Saudi pada 2013. Selama satu dekade menjadi petinju profesional, dia sudah mengantongi 33 ke-menangan dengan 22 di antaranya me-nang knockout. Julukan The Destroyer terus melekat pada diri Ruiz: dari perusak mainan menjadi penghancur lawan.
Satu-satunya kekalahan yang diderita Ruiz adalah kala menghadapi Joseph Parker di Auckland, Selandia Baru, pada 2016. Bertarung -sengit, Ruiz akhirnya kehilangan gelar juaranya setelah Parker dinyatakan menang angka. Seusai kekalahan itu, Ruiz “menghilang” dari ring. Pada awal 2018, dia kembali dan mengalahkan Devin Var-gas dalam satu ronde. Sejak saat itu, ia tak terkalahkan.
Meski bertubuh tambun untuk ukuran petinju, Ruiz dikenal sebagai atlet yang gesit. Dia juga dikenal lebih sering me-rangsek mendekati lawannya. Promotor tinju Bob Arum mengatakan banyak orang ragu terhadap kemampuan bahkan ke--me-nangan Ruiz hanya karena postur tu-buhnya. “Ya, dia memang gendut, tapi ta-ngannya luar biasa cepat,” kata Arum seperti dilaporkan The Sun.
Ruiz membuktikannya kala menghadapi petinju Jerman, Alexander Dimitrenko, di Dignity Health Sports Park, California, Amerika, Januari lalu. Dimitrenko adalah petinju yang pernah melawan se-jum-lah jagoan kelas berat, seperti Jo-seph Parker, Bryant Jennings, dan Ku-brat Pulev. Pada pertandingan yang ber-langsung di bawah terik matahari itu, Ruiz meng-alahkan Dimitrenko dalam lima ronde.
Tinju Cepat Sang Penghancur/Reuters/Andrew Couldridge
Risiko cedera berujung fatal akibat ber-tinju sempat membuat Ruiz berpikir ulang tentang pilihan kariernya. Namun dia me-mantapkan pilihannya tetap menjadi petinju. Ia merasa olahraga tinju sudah me-nyelamatkan hidupnya. Tanpa olahraga itu, mungkin dia sudah menjadi pengedar narkotik atau banting tulang sebagai pekerja konstruksi seperti ayahnya. “Aku sudah- menyiapkan diri secara fisik dan men-tal. Olahraga ini menyelamatkan hidupku,” ujar-nya seperti ditulis The Independent.
Olahraga tinju membuat Ruiz mendapat banyak uang. Sebelum menghadapi An-thony Joshua, kekayaan Ruiz diperkirakan se-banyak US$ 975 ribu atau sekitar Rp 14 miliar. Pendapatan terbesar dalam ka-riernya adalah US$ 483 ribu ketika meng-alahkan Devin Vargas pada 2018. Untuk pertandingan ulang menghadapi Joshua, manajemen Ruiz disebut meminta bayaran sekitar US$ 50 juta. “Negosiasi itu urusan tim. Aku hanya berlatih untuk menjaga kon-disi fisik,” kata Ruiz.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (ASSOCIATED PRESS, ESPN, SB NATION, THE INDEPENDENT, THE TELEGRAPH)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo