Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ragam

Tradisi Santri Jombang Ngaji Pasaran di Bulan Ramadan

Selain di Tebuireng, puluhan pesantren di Jombang melakukan khataman kitab kuning selama Ramadan.

3 Juni 2018 | 16.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Para santri serius menulis makna dalam kitab kuning yang dibaca dan dikhatamkan di serambi Masjid Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. TEMPO/ISHOMUDDIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jombang – Kumandang salat asar terdengar pada sore Ramadan, Ahad, 3 Juni 2018. Ratusan santri bergegas bangun dari bilik kamar untuk mengambil air wudlu. Tak lupa sarung dan songkok atau peci dipakai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kitab dan sebuah pena berujung tajam mereka genggam. Usai wudlu, mereka berjajar di masjid untuk menunaikan salat asar yang dilanjutkan dengan dzikir dan doa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usai salat, mereka menyebar duduk bersila di lantai masjid. Kitab dengan kertas warna kuning dan berbahasa Arab tanpa harakat atau gundul itu, mereka buka. Tak lupa sebelumnya mereka melantunkan doa memohon berkah ilmu sebagai pembuka majlis pengajian kitab sore itu.

Dengan bantuan lampu meja, sang kiai atau ustad mulai membaca kitab berbahasa Arab dengan diterjemahkan dalam bahasa Jawa atau bahasa Indonesia. Sebagaimana lazimnya, para santri menulis makna terjemahan kata per kata dengan kode atau ejaan tertentu pada kitab yang mereka pegang dengan bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Teknik memaknai kata dalam bahasa daerah atau Indonesia dengan menggunakan huruf Arab itu lazim disebut Arab pego atau pegon.

Begitulah suasana sore hari pengajian kitab selama Ramadan yang digelar di Pesantren Tebuireng, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pengajian khataman kitab itu rutin digelar setiap tahun selama bulan puasa Ramadan. Tahun ini Tebuireng menyajikan 29 judul kitab kuning yang dibaca dan dikaji.

Kitab-kitab karangan ulama kuno dan kontekstual hingga sekarang itu beragam bidang. Ada yang membahas tentang tafsir hadits, Al Quran, fikih atau panduan ibadah, akhlak atau moral, hingga tasawuf atau filsafat.

“Tahun ini ada 29 kitab yang dikhatamkan (dituntaskan) sampai pertengahan Ramadan,” kata salah satu pengurus Pesantren Tebuireng Lukman Hakim. Pengajian kitab tersebut dilakukan setelah waktu salat baik subuh, zuhur, asar, dan magrib.

Tak hanya serambi masjid yang dipenuhi para pemburu khataman kitab, tapi serambi-serambi asrama dan kompleks makam pesantren juga digunakan sebagai tempat khataman kitab. “Para santri juga dibebaskan mau ikut khataman kitab yang mana,” kata Lukman.

Bebasnya memilih kitab yang akan dikhatamkan ini sering disebut dengan istilah pasaran. Maksudnya, santri dibebaskan seperti memilih barang di pasar, mana yang disukai dan diminati, itu yang diambil.

Tak hanya santri pesantren setempat, para pemburu khataman kitab juga datang dari luar pesantren dan bahkan luar kota Jombang. Masyarakat luar atau santri pendatang ini biasa disebut santri kalong. Kalong dalam bahasa Jawa berarti kelelawar besar yang biasa pulang ke habitatnya setiap sore hari. Begitu juga santri kalong yang hanya datang saat khataman kitab selama Ramadan, setelah itu mereka pulang ke daerah asal.

“Biasanya santri kalong ini mencari khataman kitab-kitab besar yang sejak dulu terkenal dikhatamkan di pesantren secara turun temurun,” kata Lukman. Salah satu kitab yang turun temurun dikhatamkan selama Ramadan di Tebuireng adalah Sahih Bukhori. Sahih Bukhori berisi kumpulan hadits-hadits terpercaya riwayat Imam Bukhori. Kitab ini dikhatamkan selama Ramadan di Tebuireng sejak zaman almarhum Hasyim Asyari yang juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Tak hanya Tebuireng, puluhan pesantren di Jombang juga melakukan khataman kitab kuning selama Ramadan. Seperti pondok pesantren Mambaul Ma’arif, Desa Denanyar, Jombang, yang tahun ini mengkhatamkan sekitar 10 kitab kuning. “Kitab utama yang dikhatamkan santri adalah kitab fikih Minhajul Qowim dan kitab yang dikaji dalam pengajian umum adalah Kifayatul Atqiyak yang berisi tasawuf (filsafat),” kata pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Abdussalam Sokhib yang akrab disapa Gus Salam.

Sementara itu, di Pondok Pesantren Putri Al Aqobah, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Jombang, telah mengkhatamkan tiga kitab kuning antara lain Bidayatul Hidayah, Audhoul Bayan, dan Adabul Alim wal Muta’allim. “Kitab-kitab itu berisi tentang fikih, tasawuf, dan etika belajar mengajar,” kata pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Aqobah, Junaidi Hidayat. Junaidi mengatakan selain khataman kitab, kegiatan para santri selama Ramadan adalah salat malam, santunan ke panti asuhan, pembagian zakat, salat tarawih, dan tadarus Al Quran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus