Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Prinsip kimia hijau menjadi panduan untuk mengembangkan teknologi kimia yang harmonis dengan ekosistem global, di tengah semakin mendesaknya era keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. Penerapan kimia hijau ini diyakini dapat membuat kehidupan menjadi lebih baik dan menjadi solusi untuk mengurangi polusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir dari laman Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), kimia hijau menjadi fondasi bagi transformasi di dunia kimia. Prinsip ini mendorong revolusi dalam cara memahami, merencanakan, melaksanakan reaksi kimia dalam proses industri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, apa saja prinsip kimia hijau dan bagaimana pengertiannya? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Pengertian Kimia Hijau
Berdasarkan rilisan jurnal dari FMIPA Universitas Negeri Semarang karya Adhina Coiri Putri, kimia hijau atau green chemistry adalah suatu falsafah atau konsep yang mendorong desain dari sebuah produk ataupun proses yang mengurangi ataupun mengeliminir penggunaan dan penghasilan zat-zat (substansi) berbahaya (Mitarlis, 2016).
Prabawati (2015) menjelaskan, green chemistry bertujuan mengembangkan proses kimia dan produk kimia yang ramah lingkungan dan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Konsep dan pendekatan green chemistry adalah untuk pencegahan pencemaran akibat bahan-bahan kimia yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan.
12 Prinsip Kimia Hijau
Prinsip kimia hijau dikembangkan oleh Paul Anastas dan John Warner (ACS, 2018a). prinsip ini terkait dengan bahan kimia, proses, dan produk yang lebih hijau atau ramah lingkungan. Melansir dari laman Green Tech Universitas Diponegoro, berikut 12 prinsip kimia hijau tersebut.
1. Prevention (Pencegahan). Lebih baik mencegah terbentuknya limbah daripada mengolahnya setelah dihasilkan.
2. Atom Economy (Ekonomi Atom). Metode sintesis harus dirancang untuk mengoptimalkan penggunaan semua bahan baku agar sebanyak mungkin terserap menjadi produk akhir.
3. Less Hazardous Chemical Syntheses (Sintesis Bahan Kimia Kurang Berbahaya). Jika memungkinkan, metode sintesis harus dirancang untuk menggunakan dan menghasilkan zat yang minim atau tanpa toksisitas, sehingga lebih aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
4. Designing Safer Chemicals (Merancang Bahan Kimia Yang Lebih Aman). Produk kimia harus dirancang untuk mencapai fungsi yang diinginkan sambil mengurangi toksisitasnya sebanyak mungkin.
5. Safer Solvents and Auxiliaries (Pelarut dan Auxiliaries yang Lebih Aman). Penggunaan zat tambahan (seperti pelarut dan agen pemisah) sebaiknya dihindari jika memungkinkan atau diganti dengan yang lebih aman.
6. Design for Energy Efficiency (Merancang untuk Efisiensi Energi). Proses kimia sebaiknya dirancang untuk meminimalkan penggunaan energi, dengan melakukan reaksi pada suhu dan tekanan rendah bila memungkinkan.
7. Use of Renewable Feedstocks (Penggunaan Bahan Baku Terbarukan). Bahan mentah atau baku yang dapat diperbarui lebih disukai untuk menggantikan sumber daya yang tidak terbarukan, jika secara teknis dan ekonomis memungkinkan.
8. Reduce Derivatives (Mengurangi Derivatif). Penggunaan derivatif yang tidak perlu (seperti gugus perlindungan, blokade sementara, atau modifikasi fisik/kimia) sebaiknya diminimalkan untuk mengurangi pemakaian reagen tambahan dan limbah.
9. Catalysis (Katalisis). Reagen katalitik yang memiliki selektivitas tinggi lebih diutamakan daripada reagen stoikiometris.
10. Design for Degradation (Desain untuk Degradasi). Produk kimia sebaiknya dirancang agar pada akhir masa pakainya bisa terurai menjadi zat yang tidak berbahaya dan tidak bertahan lama di lingkungan.
11. Real-time analysis for Pollution Prevention (Analisis real-time untuk Pencegahan Polusi). Metode analitik perlu dikembangkan untuk memungkinkan pemantauan dan pengendalian proses secara langsung (real-time) untuk mencegah polusi.
12. Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention (Bahan Kimia yang bersifat Lebih Aman untuk Pencegahan Kecelakaan). Zat dan bentuk zat yang dipilih dalam proses kimia sebaiknya dirancang untuk mengurangi potensi kecelakaan, termasuk risiko pelepasan ke lingkungan, ledakan, dan kebakaran.
Tujuan Penerapan Prinsip Kimia Hijau
Dikenal sebagai kimia ramah lingkungan, terdapat sejumlah tujuan penerapan prinsip kimia hijau. Melansir dari laman Fakultas Teknik UMSU, fungsi utama kimia hijau adalah untuk menggantikan metode dan reagen kimia yang berbahaya dan berpotensi merusak lingkungan dengan solusi yang lebih ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan.
Adapun tujuh tujuan penting penerapan prinsip kimia hijau adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan Limbah dan Polusi
Kimia Hijau bertujuan untuk meminimalkan limbah berbahaya dan polusi. Ini dilakukan dengan merancang reaksi kimia yang menghasilkan sedikit atau bahkan tanpa produk samping berbahaya.
2. Efisiensi Reaksi
Kimia Hijau mengutamakan pengembangan reaksi yang lebih efisien, dengan memanfaatkan katalis, kondisi reaksi yang lebih ringan (misalnya, suhu dan tekanan yang lebih rendah), dan waktu reaksi yang lebih singkat. Ini membantu menghemat energi dan sumber daya.
3. Penggunaan Bahan Baku Terbarukan
Kimia Hijau mendorong pemakaian bahan baku terbarukan, seperti dari tanaman atau limbah pertanian, untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang terbatas dan berpotensi merusak lingkungan.
4. Penggunaan Pelarut Alternatif
Kimia Hijau mengadvokasi penggunaan pelarut yang lebih ramah lingkungan atau bahkan tanpa pelarut sama sekali. Penggantian pelarut dengan alternatif yang lebih aman dapat mengurangi risiko pencemaran lingkungan.
5. Pemanfaatan Energi Terbarukan
Penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin, dalam proses kimia dapat menekan emisi gas rumah kaca serta dampak negatif penggunaan energi fosil.
6. Daur Ulang dan Pemanfaatan Kembali
Kimia Hijau mendukung daur ulang bahan kimia dan material, serta pemanfaatan kembali limbah atau produk samping yang dapat diolah menjadi bahan baku baru.
7. Inovasi dan Riset
Kimia Hijau mendorong inovasi dan penelitian untuk menemukan solusi yang lebih ramah lingkungan, termasuk dalam pengembangan katalis baru, metode sintesis yang lebih efisien, dan teknologi yang meminimalkan dampak lingkungan.
Contoh Penerapan Prinsip Kimia Hijau
Melansir dari laman Solar Industri, terdapat beberapa contoh penerapan prinsip kimia hijau dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pembersih rumah tangga: Mengganti pembersih biasa dengan cuka atau baking soda alami.
2. Produk pribadi: Menggunakan sabun dan sampo organik yang ramah lingkungan.
3. Pertanian organik: Menanam tanaman secara organik dan mengurangi penggunaan pestisida yang berbahaya.
4. Pengelolaan limbah: Mendaur ulang limbah seperti kertas, plastik, dan kaca, serta mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai.
5. Energi terbarukan: Memanfaatkan energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin untuk kebutuhan rumah tangga.
6. Transportasi berkelanjutan: Memilih untuk menggunakan transportasi ramah lingkungan seperti berjalan kaki, bersepeda, transportasi umum, atau kendaraan listrik.
7. Pengolahan makanan: Membeli bahan makanan organik dan lokal, serta mengurangi kemasan sekali pakai.