Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sosok zombie dan vampir disebut-sebut sebagai karakter yang mengerikan. Banyak yang menganggap mereka sebagai karakter fiktif, namun tidak sedikit yang mempercayai mereka nyata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zombie dan vampir membuat cerita horor yang cukup bagus: kedua monster memakan daging atau darah manusia lalu gigitan mereka mengubah korban menjadi zombie dan vampir. Tapi, apa yang paling menakutkan dari semuanya? Kedua mitos tersebut memiliki beberapa kesamaan dengan mimpi buruk dunia nyata, yakni penyakit rabies.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rabies adalah penyakit menular yang menyebar melalui gigitan hewan yang terinfeksi, seperti anjing, monyet, atau rakun. Virus ini kemudian menyebar dari gigitan ke otak manusia, korban dapat mengalami kecemasan, halusinasi, kejang otot, peningkatan air liur, kejang, dan koma, penderitanya juga bisa menjadi agresif. Dalam beberapa hari gejala ini, hampir 100 persen korban rabies meninggal, kemungkinan akibat gagal bernapas.
Saat ini, dunia kedokteran sudah memiliki vaksin yang bisa mencegah kematian bagi orang yang digigit. Suntikan ini biasanya diberikan setelah terpapar oleh virus, meskipun beberapa orang yang rutin bekerja dengan hewan juga bisa mendapat suntikan pencegahan.
Namun vaksin ini, yang bisa digunakan oleh manusia dan hewan, tidak tersedia di seluruh dunia. Rabies masih membunuh puluhan ribu orang setiap tahun, terutama di kawasan Asia dan Afrika, yang kebanyakan ditularkan oleh anjing-anjing rabies.
Menurut Bill Wasik, penulis buku Rabid: A Cultural History of the World's Most Diabolical Virus (2012), yang menggambarkan sejarah penyakit, penyakit ini telah ada selama ribuan tahun karena ada referensi dari bangsa Sumeria, juga teks-teks medis yang ditulis oleh bangsa Yunani kuno.
Sumber-sumber itu sering digunakan untuk menggambarkan kemarahan binatang yang kadang kala menginfeksi manusia. Di dalam buku karangan Homerus, Iliad, pejuang Trojan Hector mengalami kemarahan pembunuh orang-orang Yunani yang disebut "lyssa"--kata yang sama yang digunakan untuk menggambarkan rabies dalam teks medis.
Secara budaya, penyakit ini masuk ke dalam kategori ketakutan kepada hewan. Menurut Wasik, ketakutan dan kecemasan yang sama tercermin dalam mitos tentang vampir, zombie, dan bahkan manusia serigala.
Beberapa penelitian telah menunjukkan kemiripan yang mencolok antara gejala rabies dan deskripsi sejarah vampir dan zombie. Misalnya, vampir diperkirakan berkeliaran di malam hari dan menyerang wanita, sementara rabies dapat membuat korbannya tidak tidur dan agresif, menurut sebuah penelitian 1998 yang diterbitkan di jurnal Neurology.
Vampir diyakini berubah menjadi anjing atau kelelawar, dua hewan yang paling sering membawa penyakit ini. Studi lain yang diterbitkan pada 2013 menguraikan kesejajaran antara zombie dan rabies: zombie dibayangkan agresif seperti hewan rabies, dengan masalah air liur yang sama. Terkadang mereka terhuyung-huyung, seperti perilaku korban rabies.
Kurang lebih, mitos tentang vampir dan zombie secara harfiah berasal dari pasien rabies. Kedua legenda telah berkembang dengan sangat lama: misalnya, vampir tidak menular kembali. Tapi pasti ada "hubungan sekte budaya" antara rabies dan semua mitos masa lalu.
Dulu, ketika manusia tidak tahu bagaimana penyakit ini menyebar atau bagaimana melindungi dirinya sendiri, kasus rabies mungkin telah mengilhami legenda, sebagai cara untuk memahami apa yang sedang terjadi. Pada tahun 1720-an, misalnya, ada epidemi besar rabies pada anjing, serigala, dan hewan liar lainnya di Eropa Timur, di mana legenda vampir berkembang, seperti yang ditulis dalam makalah Neurology.
Jadi, menurut Anda, apakah vampir dan zombie benar-benar ada? Atau, hanya sekadar mitos yang diciptakan?
Simak artikel menarik lainnya tentang zombie hanya di kanal Tekno Tempo.co.
RABID (2012) | ILLIAD | NEUROLOGY | RENDRAWATI | AMB