Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen yang juga Guru Besar Departemen Kimia Universitas Padjadjaran (Unpad), Yeni Wahyuni Hartati, mengungkap berbagai peran biosensor dalam pandemi Covid-19. Selain untuk mendeteksi infeksi virus, aplikasi lainnya untuk memantau kondisi pasien, komposisi makanannya, serta kondisi lingkungan. “Seperti untuk mendeteksi konsentrasi virus di udara,” ujarnya di acara Satu Jam Berbincang Ilmu yang digelar Unpad secara daring, Sabtu, 5 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebagai alat pendeteksi infeksi virus seperti virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, biosensor berbasis asam nukleat, antigen, atau antibodi. Industri vaksin disebutnya memerlukan biosensor ini untuk memantau produksinya dengan andal. “Biosensor memberikan dampak yang penting untuk pendeteksian virus,” kata Yeni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Biosensor komersial, dia menambahkan, kini sudah ada yang bisa ditempelkan di dada pasien. Tujuannya untuk mendeteksi suhu tubuh, laju pernafasan, level oksigen, jejak Elektrokardiogram (EKG) yang mengukur dan merekam aktivitas listrik jantung, detak jantung, saturasi oksigen, secara real time.
Terapan lain adalah untuk mendeteksi bakteri dari sampel urin, darah, dan cairan tubuh lain, serta prediksi penyakit lanjutan. Atau, untuk memantau kualitas nutrisi pasien. “Itu bisa pakai biosensor yang sekali celup bisa ke luar angkanya,” ujar Yeni.
Menurut Yeni, biosensor merupakan topik penelitian yang sangat aktif dalam bidang kimia analitik. Beberapa alasannya karena biosensor menggunakan pelarut yang sangat sedikit dan ramah lingkungan.
Adapun pemanfaatannya dipakai oleh multidisiplin ilmu seperti biologi, bioteknologi, kimia, fisika, optis, material, elektronika, rekayasa (engineering), komputasi dan teknologi informasi, serta instrumentasi. “Aplikasinya juga luas, meliputi bidang kesehatan, pertanian, pangan, lingkungan, industri, dan pertahanan nasional.”
Biosensor, menurutnya, adalah perangkat (device) analitik yang mengandung bioreseptor. Bioreseptor itu bisa berupa senyawa asam nukleat, protein, antigen, sel, bahkan virus. “Bioreseptor akan mengenali target dengan beberapa mekanisme seperti katalitik,” ujarnya.
Bioreseptor yang terhubung ke transduser kemudian dikonversi sehingga menjadi tampilan data yang bisa dibaca berupa sinyal atau digital.
Yeni mengatakan, biosensor yang diuji dalam eksperimen harus memenuhi syarat sensivitas dan selektivitas, waktu respons, reproduksibilitas, presisi dan akurasi, dan stabilitas.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.