Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kontroversi Ivermectin Sebagai Penangkal Covid-19

Ivermectin antiparasit disebut-sebut sebagai obat mujarab penangkal Covid-19. Permintaan untuk persetujuan obat ini meningkat secara global. WHO dan otoritas kesehatan di beberapa negara melarang penggunan obat itu karena belum teruji.

27 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peneliti darii perusahaan obat RNA Arcturus Therapeutics meneliti vaksin coronavirus (COVID-19) di laboratorium San Diego, Amerika Serikat, 17 Maret 2020. REUTERS/Bing Guan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Obat antiparasit ivermectin dipercaya dapat menangkal Covid-19.

  • WHO menyatakan ivermectin hanya boleh digunakan untuk mengobati virus dalam uji klinis.

  • Meski belum teruji secara ilmiah, penggunaan ivermectin di beberapa negara dianggap legal.

Sejak pandemi Covid-19 merebak, berbagai pengobatan nonkonvensional diklaim sebagai obat potensial untuk membasmi virus yang telah merenggut lebih dari 3 juta nyawa di seluruh dunia itu. Salah satu obat yang dipercaya dapat menangkal virus Covid-19 adalah ivermectin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kondisi darurat, deksametason, remdesivir Gilead, dan berbagai perawatan antibodi monoklonal disetujui untuk mengobati pasien Covid-19. Namun persediaan obat-obat ini sangat langka. Akibatnya, beberapa warga dan dokter berimprovisasi dengan menggunakan obat yang tidak disetujui oleh otoritas kesehatan setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu obat itu adalah obat antiparasit ivermectin. Obat yang ditemukan pada 1975 dan dikomersialkan pada awal 1980-an ini dipercaya dapat menangkal Covid-19 setelah peneliti Australia melaporkan bahwa obat itu dapat menghambat replikasi virus corona in vitro dalam dosis besar pada tahun lalu.

Ivermectin biasanya digunakan untuk mengobati penyakit akibat parasit pada hewan maupun kutu rambut pada manusia. Obat ini sekarang telah diizinkan untuk digunakan sebagai pengobatan pasien Covid-19 di beberapa negara yang paling parah terkena dampaknya, antara lain di Slovakia, Republik Cek, dan beberapa negara di Amerika Latin.

Meski penggunaannya kian meluas, tapi di beberapa negara, otoritas kesehatan setempat secara konsisten menyarankan agar tidak menggunakan ivermectin untuk mengobati pasien Covid-19.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) melarang penggunaan ivermectin untuk mengobati pasien Covid-19. Badan Obat Eropa mengatakan data yang tersedia tidak mendukung penggunaan obat ini "di luar uji klinis". Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyimpulkan bahwa ivermectin hanya boleh digunakan untuk mengobati virus dalam uji klinis.

Selain infeksi cacing, ivermectin dipercaya dapat mencegah dan menangani Covid-19. Namun hal ini belum terbukti efektivitasnya dan dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Karena itu, WHO menyatakan bahwa ivermectin hanya boleh digunakan untuk mengobati virus dalam uji klinis.

Produsen ivermectin, MSD, bahkan memperingatkan bahwa tidak ada dasar ilmiah untuk efek terapi potensial terhadap Covid-19 dari studi pra-klinis. “Tidak ada bukti yang valid untuk aktivitas klinis atau kemanjuran klinis pada pasien dengan Covid-19,” demikian pernyataan MSD.

Meski belum teruji secara ilmiah, di beberapa negara, penggunaan ivermectin sudah dianggap legal. Contohnya adalah di Afrika Selatan, di mana tingkat infeksi virus corona termasuk yang terburuk di benua itu. Beberapa dokter telah meresepkan obat ini untuk pasien Covid-19. Ivermectin juga berkembang pesat di pasar gelap.

Di Filipina, Badan Pengawas Obat dan Makanan setempat sedang kebingungan. Sebab, Filipina menghadapi lonjakan jumlah kasus virus corona dan berkurangnya pasokan vaksin. Badan tersebut baru-baru ini akhirnya memberikan izin untuk penggunaan ivermectin secara terkontrol. Mereka mengakui ada "tekanan" untuk mengeluarkan persetujuan itu.

Badan tersebut tidak merinci sumber tekanan, tapi banyak dokter dan pakar kesehatan Filipina telah meminta ivermectin disetujui dalam beberapa bulan terakhir. Pada Maret lalu, seorang dokter bahkan diketahui telah menjual tablet ivermectin buatan sendiri kepada setidaknya 8.000 pasien tanpa izin.

Permintaan ivermectin sebagai penangkal Covid-19 melonjak di negara-negara Amerika Latin, salah satunya Bolivia. Pada Mei lalu, petugas kesehatan setempat mendistribusikan 350 ribu dosis ivermectin.

Amerika Latin tercatat memiliki tingkat kematian Covid-19 terburuk di dunia. Dengan program vaksinasi yang lambat, tak mengherankan bila orang ingin menemukan cara yang murah untuk mengatasi virus, meskipun bukti klinis yang mendukung penggunaannya sangat minim.

Perdebatan penggunaan ivermectin memunculkan isu akses terhadap vaksin Covid-19 dan perawatan untuk negara-negara miskin dan menengah. Permasalahan yang ada sudah jelas: jika vaksin penyelamat hidup tidak tersedia, orang akan terdorong untuk menangani masalah dengan cara mereka sendiri, tentu dengan hasil yang berpotensi berbahaya.

PHARMACEUTICAL TECHNOLOGY | FIRMAN ATMAKUSUMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus