Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Aplikasi Penolong Penyandang Tunagrahita

Tiga mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya, membuat konsep aplikasi untuk membantu penyandang tunagrahita menghadapi kemungkinan kekerasan seksual. Berharap dukungan agar bisa segera dinikmati publik. 

15 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tiga mahasiswa Universitas Airlangga merancang aplikasi untuk membantu penyandang tuna grahita.

  • Aplikasi memuat video dan game simulasi bagaimana menghadapi ancaman kekerasan seksual.

  • Dipicu oleh kasus pelecehan seksual pada anak, khususnya penyandang disabilitas tuna grahita

KASUS pelecehan seksual terhadap anak, khususnya penyandang tunagrahita, membuat resah tiga mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya, Husnul Khotimah, Nilna Maulida, dan Widya Puspitasari. Mereka menilai kaum difabel yang masih berusia anak-anak paling rentan menjadi sasaran pelecehan seksual karena keterbatasannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keprihatinan itulah yang mendorong mereka merancang aplikasi pembelajaran yang dinamai VR Edusa (Virtual Reality Sexual Abuse). Konsep aplikasi ini dibuat selama dua bulan dan dikirim untuk mengikuti lomba bertajuk Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional IDEA#4 4 yang dihelat oleh Universitas Negeri Jakarta, 17 April lalu. Ide mereka itu menang dalam kompetisi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Nilna Maulida, selama ini panduan-panduan pencegahan pelecehan seksual kerap berbentuk dokumen yang jelimet, sehingga kurang efektif bagi penyandang tunagrahita. "Kami pikir dibutuhkan aplikasi sederhana yang bisa langsung dipahami oleh anak-anak tunagrahita, tanpa harus membaca tulisan," tutur Nilna, Kamis, 6 Mei lalu.

Aplikasi yang dirancang oleh Nilna dan kawan-kawan memuat tiga fitur, yaitu Aku Mengenal, Aku Mencegah, dan Reality Game. Aplikasi ini bisa diakses melalui telepon pintar setelah lebih dulu mengunduhnya. Ketiga fitur itu didesain berada dalam satu aplikasi tersebut. Fitur pertama dan kedua bisa dinikmati dengan mata telanjang. Adapun fitur ketiga membutuhkan kacamata realitas virtual (VR).

Dalam fitur Aku Mengenal, terdapat sejumlah video pelajaran tentang anatomi tubuh serta kesehatan reproduksi. Adapun fitur Aku Mencegah memuat video animasi upaya pencegahan potensi kasus pelecehan seksual. Misalnya, apa yang harus dilakukan ketika ada orang asing mendekat dan bagaimana cara menghindarinya. "Orang asing merupakan pihak yang paling patut diwaspadai," ujar Nilna.

Adapun Reality Game berisi materi simulasi dan latihan saat menghadapi ancaman kekerasan seksual. Para pengguna akan belajar dari video-video di dua fitur sebelumnya. Fitur game ini seperti simulasi menghindari kekerasan seksual. "Kalau dia berada dalam ancaman kekerasan seksual, misal ada orang asing tiba-tiba mau menyentuhnya, dia harus berbuat apa. Dia diberikan pilihan menjauh, mendekat, atau lainnya," Nilna menerangkan.

Karena sifatnya reality game, pengguna harus memakai kacamata VR untuk menikmatinya. "Dengan memakai kacamata VR, game tersebut seolah-olah nyata," ujar Nilna, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Adapun Husnul Khotimah merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Widyah Puspitasari dari Fakultas Sains dan Teknologi. Ketiganya sama-sama angkatan 2018.

Nilna menyadari bahwa harga kacamata VR cukup mahal. Jadi lebih baik jika kacamata itu bisa dipakai bersama-sama. Pengadaan bisa dilakukan oleh sekolah sehingga bisa dipakai lebih banyak orang. Rancangan aplikasi VR Edusa ini untuk sementara dikhususkan bagi penyandang tunagrahita dengan intelligence quotient 50-70. "Asumsinya, mereka bisa memahami konten aplikasi," katanya.

Hinga kini, kata Nilna, dia dan dua kawannya sedang menggandeng seorang game developer di Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk menyempurnakan aplikasi itu. Mock-up (model dalam ukuran sebenarnya) aplikasinya juga masih dalam pembuatan. Dia berharap bisa mendapatkan dukungan dari luar, baik pemerintah maupun pihak swasta, untuk mengembangkan inovasinya ini agar bisa dirilis ke publik.

Mereka juga berharap bisa terus menyempurnakan konsep aplikasi ini. Misalnya, bagaimana agar aplikasi tersebut memungkinkan penyandang disabilitas yang sedang terancam oleh pelaku pelecehan seksual dapat terpantau oleh keluarga atau temannya. "Harapannya sih ke sana," ujar Nilna.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus