Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

BTS Bergerak Saat Bencana

Peneliti di Telkom University mengembangkan alat yang berfungsi sebagai stasiun pemancar atau base transceiver station bergerak. Diharapkan bisa mengatasi masalah gangguan komunikasi saat terjadi bencana alam. 

3 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peneliti Telkom University membuat alat yang cara kerjanya seperti stasiun pemancar (BTS) bergerak. 

  • Diharapkan bisa mengatasi gangguan komunikasi yang lazim saat terjadi bencana alam.

  • Tim peneliti sedang mengembangkan fungsinya agar juga bisa dipakai untuk melacak korban.

SALAH satu dampak pertama ketika terjadi bencana alam, seperti banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami, adalah terganggunya saluran komunikasi. Padahal komunikasi sangat penting untuk kebutuhan penanganan bencana. Tantangan itulah yang ingin dijawab oleh tim dari pusat riset Advanced Intelligent Communications (Aicoms) Telkom University dengan membuat Mobile Cognitive Radio Base Station (MCRBS).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stasiun pemancar sinyal radio bergerak yang bisa diangkut mobil bak terbuka itu berfungsi seperti base transceiver station (BTS) milik operator telekomunikasi seluler. Alat ini akan melakukan pemindaian (scanning) ke semua frekuensi dari 2G sampai 5G. "Kami intinya membuat base station yang bergerak dan bisa menangkap semua jaringan komunikasi plus Wi-Fi," kata Khoirul Anwar, pemimpin Aicoms, Selasa, 22 Juni lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemindaian itu dilakukan melalui antena buatan sendiri yang bisa menangkap frekuensi dari 700 megahertz sampai 6.000 megahertz. Menurut Khoirul, agak sulit membuat antena untuk frekuensi selebar itu dan memproses sinyalnya. Namun, dari hasil uji coba di laboratorium dan suatu lokasi terpencil, melalui alat ini pengguna telepon seluler bisa tersambung ke nomor tujuan seperti dalam situasi normal. 

Dalam uji coba ini, tim membuat kartu subscriber identification module (SIM) sendiri dan bekerja sama dengan Telkomsel. Pada praktiknya, di lokasi bencana, tim memang harus bermitra dengan operator ponsel. "Agar bisa terkoneksi ke jaringan mereka untuk kondisi darurat," ujar Khoirul. Selain itu, tim memerlukan sokongan kebijakan pemerintah untuk pengoperasiannya. 

Ide pembuatan stasiun bergerak itu muncul pada 2015 ketika Khoirul menjadi dosen di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST) di Jepang. Pembuatannya baru dirintis pada 2019 hingga purwarupanya rampung pada Maret 2020. Para anggota timnya adalah Suryo Adhi Wibowo, Willy Anugrah Cahyadi, Dammar Adi Sujiansyah, Asep Suhendi, Sony Sumaryo, Ratna Mayasari, Yan Syafri Hidayat, dan Rico Candra Negoro. Adapun mitra produsennya adalah PT Fusi Global Teknologi.

BTS Bergerak Saat Bencana

Mengantisipasi kondisi di lokasi bencana yang kerap tanpa setrum, tim merancang alat itu dengan suplai listrik mandiri. Menurut Khoirul, sumber listriknya bisa dari generator set, aki, dan panel surya. Alatnya yang bisa dibongkar-pasang itu terdiri atas menara, antena, sistem daya, dan sistem kontrol. 

Tim juga sedang mengembangkan alat ini agar bisa dipakai untuk mencari korban bencana alam dari pancaran sinyal ponsel. Ada pula rencana pengembangan untuk memungkinkan alat ini diterbangkan oleh drone untuk mengatasi situasi ketika mobil sinyal bergerak itu sulit masuk ke lokasi bencana.

Dalam alat yang dikembangkan saat ini, tinggi antenanya adalah dua meter. Dengan ketinggian itu, daerah yang bisa dijangkau sejauh radius satu kilometer. Tim masih berusaha mengembangkan agar jangkauan daerah yang bisa mengakses layanannya lebih luas.

Khoirul menambahkan, stasiun bergerak ini merupakan bagian dari sistem Patriot-Net, singkatan dari prevention and recovery networks, untuk bencana alam di Indonesia dengan berbasis Internet of Things (IoT). Sistem MCRBS ini bisa dihubungkan dengan sensor-sensor yang dipasang di suatu daerah untuk mendeteksi banjir, longsor, gempa, dan tsunami. 

Saat ini kerja sama pemasangan MCRBS ini dilakukan dengan Pemerintah Kota Padang, yang memasang berbagai sensor pendeteksi bencana di wilayahnya. "Empat bencana itu dimonitor semua dan kemudian diteruskan informasinya ke BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) atau BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan ponsel masyarakat lewat server," kata Khoirul. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus