Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pekerja pada pabrik cat bertimbal memiliki risiko kesehatan yang tinggi, termasuk mengidap kanker, jika dibandingkan dengan pekerja pada pabrik cat tanpa timbal. Penelitian oleh Yayasan Nexus3 dan IPEN membandingkan secara langsung para pekerja di pabrik-pabrik cat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian dilakukan lewat pengecekan tingkatan timbal dalam darah (blood lead level testing). Hasilnya ditemukan bahwa pekerja pada fasilitas produksi cat bertimbal memiliki korelasi tingkatan timbal dalam darah dengan peningkatan risiko kanker yang signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Risiko mereka empat kali lebih tinggi daripada pekerja pada fasilitas yang sudah mengeliminasi penggunaan timbal 20 tahun lalu dan 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan pekerja pada fasilitas yang baru mengeliminasi penggunaan timbal beberapa tahun terakhir.
Penasihat Senior di Yayasan Nexus3, Yuyun Ismawati, mengatakan lebih dari 90 persen bahan baku yang digunakan untuk produksi cat adalah bahan-bahan kimia. Dan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa paparan kronis terhadap timbal dan logam berat lainnya meningkatkan risiko kanker dan risiko non-kanker bagi pekerja pada pabrik cat.
"Mengganti timbal dengan alternatif yang lebih aman, mengkomunikasikan risiko secara reguler, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan fasilitas yang memadai untuk membersihkan diri sebelum pulang ke rumah masing-masing krusial untuk melindungi pekerja,” kata Yuyun dalam konferensi pers daring, Selasa 11 Juni 2024.
Dari temuan tersebut, Yuyun berharap Pemerintah Indonesia lebih terdorong untuk melarang penggunaan timbal dalam cat yang beredar di pasaran. Timbal yang ditambahkan sebagai pigmen dalam produksi cat yakni timbal kromat, dan agen pengering.
"Aksi pengontrolan perdagangan timbal kromat sekarang digaungkan melalui Konvensi Rotterdam yang mewajibkan Prior Informed Consent sebelum pigmen tersebut dapat diekspor," ucap Yuyun.
Kata dia, WHO pun telah menetapkan timbal sebagai satu dari sepuluh bahan kimia dengan risiko kesehatan dan ILO menekankan bahwa pada 1921 dunia telah memiliki konvensi timbal dalam cat pertama untuk melindungi perempuan dan anak-anak. "Timbal dikategorikan sebagai racun yang mempengaruhi berbagai sistem tubuh, bahkan pada dosis rendah," kata dia.
Lalu, International Agency for Research on Cancer (IARC) telah mengidentifikasi timbal sebagai karsinogenik untuk manusia. "Ribuan penelitian dalam beberapa dekade terakhir telah menghubungkan kadar timbal dalam darah yang tinggi dengan peningkatan insidensi kanker, terutama kanker paru-paru dan otak, dan beberapa masalah kesehatan non-kanker lainnya," tuturnya.
Tapi, nyatanya, cat bertimbal masih diproduksi secara besar-besaran dan digunakan. Padahal, bahan alternatif yang aman dan murah sebagai sudah tersedia secara luas dan digunakan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Baca halaman berikutnya: hasil penelitian membandingkan antar-pekerja pabrik cat
Studi oleh Nexus3 dan IPEN pada 2021 lalu juga menemukan bahwa lebih dari 73 persen
cat berbasis pelarut yang dijual dan diproduksi di Indonesia memiliki konsentrasi timbal yang tinggi, hingga 250 ribu ppm.
IPEN Global Lead Paint Elimination Campaigner, Jeiel Guarino, mengatakan
timbal dapat mengancam tumbuh kembang anak, selain berbahaya untuk orang dewasa. “Eliminasi timbal dalam cat adalah cara terbaik untuk melindungi pekerja cat, anak-anak, dan komunitas dari paparan berbahaya dari timbal ini," ucap dia.
Penelitian Membandingkan Antar-pekerja Pabrik Cat
Penelitian ini membandingkan tingkat timbal dalam darah pekerja pada pabrik produksi cat bertimbal (disebut sebagai Industri C) dengan pekerja pada pabrik yang memproduksi cat bebas timbal (Industri A) dan pabrik lainnya yang telah mengeliminasi penggunaan cat baru-baru ini (Industri B).
Penelitian itu menemukan 75 persen responden Industri C memiliki tingkat timbal dalam darah yang tinggi, lebih besar dari 5 μg/dL, dibandingkan dengan 5-8 persen pada Industri A dan B. Sebanyak 10 persen pekerja Industri C juga didapati memiliki tingkat timbal dalam darah yang berkaitan dengan peningkatan risiko kanker yang signifikan.
Risiko itu empat kali lipat lebih besar daripada pekerja Industri A dan 2,5 kali lipat lebih besar daripada pekerja pada Industri B.
Kemudian, ada 55 persen responden dari Industri C memiliki tingkat timbal dalam darah yang menunjukkan peningkatan risiko non-kanker. Besar risikonya hampir 3,5 kali lipat lebih tinggi daripada pekerja pada Industri A dan hampir 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan para pekerja Industri B.
Yuyun bahkan menyebutkan tingkat timbal dalam debu pada Industri C menunjukkan nilai 5 hingga 410 kali lebih tinggi daripada tingkat timbal dalam debu standar milik CDC, yakni 10 μg/ft2. "Timbal yang tertangkap dalam filter dermal responden Industri C memiliki nilai 5 hingga 6 kali lebih tinggi daripada responden Industri A dan B," kata dia.
Paparan timbal melalui kontak kulit lebih tinggi pada pekerja di Industri C, lebih dari lima kali lipat daripada pekerja di Industri A dan B. "Beberapa responden pada ketiga penggolongan ini memiliki tingkat arsenik, kadmium, nikel, talium, atau kromium dalam darah tinggi, yang mungkin meningkatkan risiko kanker melalui jalur paparan inhalasi," ucap Yuyun.