Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Dewan Pengarah BRIN: Kita Mengalami Kemunduran Riset Nasional

BRIN didorong untuk melakukan riset dan inovasi secara kompetitif. Tujuannya adalah berkontribusi pada pembangunan nasional.

26 November 2024 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Anggota Dewan Pengarah BRIN, I Gede Wenten, memastikan lembaganya bakal terpisah dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

  • Menurut Wenten, BRIN harus melakukan riset yang kompetitif sebagai nilai tambah.

  • BRIN bakal berfokus pada pembangunan nasional, terutama perbaikan industrialisasi.

MENJAWAB desas-desus di kalangan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional ihwal nasib badan ini setelah terbentuknya kementerian baru, anggota Dewan Pengarah BRIN, I Gede Wenten, memastikan kedudukan lembaganya bakal terpisah dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Wenten mengaku telah menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro bahwa keduanya akan saling melengkapi untuk membangun riset serta inovasi nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guru besar Departemen Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung ini mengakui BRIN masih punya banyak kekurangan. Namun BRIN juga memiliki banyak hal positif, misalnya koordinasi dan efisiensi yang menjadi lebih baik. Menurut peraih gelar doktor teknik kimia dari Danmarks Tekniske Universitet, Kopenhagen, Denmark, pada 1995 ini, hal yang paling serius adalah kontribusi BRIN terhadap pembangunan nasional. "Artinya, inovasinya masih belum bunyi. Saya berani ngomong begini karena memang ada data, dan saya ngomong seperti itu kepada Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pengarah BRIN)."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wenten, yang dikenal sebagai pelopor riset membran di Indonesia, mengupas bagaimana BRIN menyelaraskan program lembaganya dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Dia mengatakan akan ada banyak program, termasuk program strategis nasional, yang berbasis riset kompetitif. "Kenapa harus riset? Karena itu menghasilkan sesuatu yang baru. Itu nilai tambahnya," ujarnya. "Sesuatu tanpa added value itu tidak berguna." 

Dia menambahkan, nantinya BRIN berfokus pada pembangunan nasional, terutama perbaikan industrialisasi. Ditemui jurnalis Tempo, Avit Hidayat, pada 12 November 2024, Wenten buka-bukaan soal keinginan BRIN menyokong program pemerintah melalui industrialisasi yang kompetitif dan berbasis riset.

Apakah kita sedang mengalami kemunduran riset dan inovasi nasional?

Ya, kemunduran dalam riset nasional. Kita pernah punya sejarah membangun nuklir dan meluncurkan roket, serta membangun industri di masa kolonial, seperti gula. Ada sesuatu yang hilang dalam perjalanannya, yang sepertinya berhubungan dengan scientific temper (perangai ilmiah).

Apa penyebab peringkat inovasi nasional kita disebut paling jeblok di ASEAN?

Riset tanpa arah: tumpang-tindih, kurang fokus atau tidak tajam, dan tak berorientasi pada hasil, yakni berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Kemudian kualitas rendah: tidak kompetitif, tecermin dari pemanfaatan yang minim dan sitasi yang rendah. Ditambah industri yang bermental pedagang: mencari keuntungan instan dan minim keterlibatan di dunia riset. Lantas pencitraan dalam komunitas keilmuan, dengan banyaknya reputasi semu dan euforia atau seremonial. Selain itu, budaya anti-sains, budaya yang tidak ilmiah. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kita tertinggal, tidak ada added value. Kita makin miskin dan memicu masalah sosial.

Bagaimana kita dapat keluar dari jurang krisis pengembangan iptek tersebut?

Merekonstruksi atau menggali potensi, mengambil jalan perubahan.

Bagaimana implementasi kinerja BRIN sejak awal digagas agar riset dan inovasi yang dilakukan tidak parsial?  

BRIN tentu masih punya banyak kekurangan. Tapi BRIN juga memiliki banyak hal positif, misalnya koordinasi dan efisiensi yang menjadi lebih baik. Memang hal yang paling serius adalah kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Artinya, inovasinya masih belum bunyi. Saya berani ngomong begini karena memang ada data tentang ini, dan saya ngomong seperti itu kepada Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pengarah BRIN).

Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) I Gede Wenten, di Gedung BJ Habibie, Kantor BRIN, Jakarta,12 November 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Bagaimana semestinya BRIN dijalankan?

Saya bisa saja keliru, tapi harus melakukan yang terbaik yang saya bisa. Dalam pelbagai tulisan, saya menekankan pencapaian KPI (key performance indicator) pada BRIN sehingga semestinya berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Berbeda dengan universitas yang bahan bakunya adalah mahasiswa belajar penelitian. Kalau sudah mengerti penelitian, dia tamat kuliah. Kalau BRIN berbeda. Seseorang yang sudah inovatif dan kompetitif, bahkan mempunyai reputasi, semestinya punya target lain. Jadi kontribusinya adalah pembangunan nasional dengan karakteristik inovasi yang kuat dan tidak dikarang-karang.

Bagaimana BRIN menyelaraskan programnya dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto?

Memang program itu banyak. Apa pun programnya, termasuk program strategis, memang harus betul-betul melakukan industrialisasi, betul-betul harus kompetitif. Riset kan harus kompetitif. Itu kata kuncinya. Kenapa harus riset? Karena itu menghasilkan sesuatu yang baru. Itu nilai tambahnya. Sesuatu tanpa added value itu tidak berguna. Apalagi soal ketahanan pangan dan lain-lain. Pada akhirnya, untuk bikin jarum pentol saja, kita bisa kalah oleh Cina kalau riset kita enggak dibuat dengan kompetitif.

Bagaimana hubungan BRIN dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi?

Pokoknya, secara prinsip harus saling melengkapi. Kalau soal kenapa begini-begitu, itu urusan orang atas atau barangkali yang berkuasa. Dari obrolan saya dengan Pak Satryo (Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi), secara prinsip kami harus saling melengkapi serta berkomunikasi. Kalau bisa melakukan sesuatu yang lebih baik, itu lebih bagus. Toh, memang pada kenyataannya BRIN sudah ada dan kementerian baru telah terbentuk. Presiden pun tidak menaruh BRIN di bawah kementerian. Intinya, berkoordinasi untuk saling melengkapi.

Kabarnya BRIN akan melakukan sinkronisasi dengan Menteri Satryo untuk meniadakan potensi tumpang-tindih wewenang?

Oh iya, itu harus. Jadi mensinkronisasi riset-risetnya. Kami perlu saling mengisi. Kebetulan BRIN punya banyak pusat riset yang mengakar, seperti roket, satelit, atau nuklir, yang tidak dipunyai universitas. Itu salah satu hal yang bisa disinkronkan untuk saling mengisi. Tenaga ahlinya juga banyak di universitas. Misalnya, Institut Teknologi Bandung punya banyak ahli nuklir tapi tidak memiliki reaktor. Sedangkan BRIN punya, bahkan memiliki otoritas, seperti izin penelitian masalah di bidang nuklir.

Apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki riset dan inovasi nasional? Apakah dengan menghidupkan Garis-Garis Besar Haluan Negara atau membuat peta jalan?

Saya sebagai peneliti. Bukankah setiap kali ada menteri baru selalu ada program seperti itu? Bahkan membangun peta jalan sampai 2045, membandingkan, serta membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ada juga Dewan Riset Nasional. Apa semua itu kurang? Yang saya cermati, kita bahkan sudah overregulated. Intinya, kami menengarai memang euforia kita terlalu berlebihan. Jadi banyak "reputasi" semu atau bukan sebenarnya. Padahal kita semestinya menunjukkan yang terbaik untuk melakukan riset dan inovasi.

NAMA: I GEDE WENTEN

Lahir: Buleleng, Bali, 15 Februari 1962 | Jabatan: Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional | Pekerjaan: Guru besar Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, Inventor | Pendidikan: Teknik kimia Danmarks Tekniske Universitet, Kopenhagen, Denmark, 1995 | Proyek: Menciptakan pemurni air untuk korban asap yang dinamai Fresh-On 2015 | Penghargaan: Habibie Award 2000, WIPO Best Inventor Award 2002, Adhicipta Rekayasa Persatuan Insinyur Indonesia 2009, ASEAN Outstanding Engineering Award 2010, B.J. Habibie Technology Award 2013, ASEAN Meritorious Award in Science and Technology 2017 | Capaian sebagai inventor: 15 paten dalam teknologi membran (termasuk 1 paten Jepang, 1 paten Kanada, dan 1 paten Amerika Serikat)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus