Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 20 Juni 2024. Mereka akan membahas soal tanaman kratom.
Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan ada tiga aspek yang bakal dibahas mengenai tanaman kratom. Soal tata kelola, perdagangan, hingga penggolongan jenis tanaman yang sebelumnya diduga mengandung narkotika itu.
"Rapat hari ini bakal memastikan, penggolongannya, tata kelolanya, dan tata niaganya bagaimana. Karena ini ditunggu sama masyarakat," kata Moeldoko sebelum rapat.
Moeldoko menjelaskan selama ini tidak ada pengawasan yang jelas mengenai pengelolaan yang berujung pada kualitas tanaman kratom. Sehingga perlu ada standarisasi. Begitu juga dengan aspek perdagangan, pemerintah akan memastikan aturan main termasuk soal lintas batas.
Mengenai penggolongan jenis tanaman, Moeldoko mengatakan masih ada perbedaan dari temuan Badan Narkotika Nasional dan hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional. "Kami ingin memastikan seperti apa jenis golongan narkotika BRIN. Riset mengatakan memang mengandung dalam jumlah tertentu. Saya meminta penjelasan dalam jumlah tertentu itu, seperti apa? Supaya ini nanti in line dengan status yang bakal diundangkan di DPR," ujar Moeldoko.
Sejumlah menteri yang ikut rapat bersama Jokowi adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, hingga Wakil Menteri Perdagangan Suahasil Nazara.
Menurut data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom Indonesia sempat turun dari US$16,23 juta pada 2018 menjadi US$9,95 juta pada 2019. Nilai ekspor kratom kembali meningkat pada 2020, yakni US$13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022. Kinerja ekspor yang positif ini terus berlanjut pada 2023. Tercatat sepanjang Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi US$7,33 juta.
Berdasarkan laman resminya, BNN menyatakan kratom memiliki efek samping yang membahayakan, terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran. Namun kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika. Regulasi pemerintah daerah belum bisa membatasi penggunaan kratom. Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal.
BNN sempat menyebut maraknya peningkatan penggunaan kratom ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom. Pasalnya, hasil dari budidaya kratom dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi.
Foto: X
Editor: Ridian Eka Saputra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini