Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Maria Branyas Morera meninggal di usianya yang ke-117 pada Agustus tahun lalu. Tapi, hasil studi menyebut beberapa aspek dari tubuh biologisnya terlihat lebih muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut para peneliti tubuh biologi Branyas itu, studi dapat membantu mengungkap faktor-faktor kunci yang membantu sebagian orang membentengi diri dari penyakit dan bertahan sampai ke usia tua yang ekstrem. Sebelum kematiannya di rumah jompo di Catalonia, Spanyol, pada 19 Agustus 2024, Branyas menggenggam rekor orang tertua di dunia selama 1,5 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian dilakukan dengan menganalisis sampel urine, darah, tinja, dan ludah yang dikumpulkan dalam setahun terakhir sebelum kematian Branyas. Hasilnya mengungkap kalau Branyas mempunyai sejumlah faktor yang berpotensi melindunginya dari penyakit.
Termasuk faktor-faktor itu adalah gen-gen yang berhubungan dengan fungsi imun tubuh, kadar kolesterol yang fantastis, dan konsentrasi tinggi bakteri yang melawan peradangan dalam lambungnya. Hasil penelitian atas biologi Branyas itu telah dipublikasi dalam server jurnal biologi preprint bioRxiv--jurnal yang belum melaui peer-review.
"Salah satu tujuan dari studi ini adalah untuk mencari dan menemukan penjelasan pemisahan di antara umur panjang ekstrem dan menjadi sangat tua, tapi pada waktu yang sama tak memiliki penyakit tua," ujar ketua tim peneliti Manel Esteller, seorang epigenetikawan kanker di Josep Carreras Institute, Spanyol, kepada Live Science.
Meski begitu, tak semua peneliti yakin mempelajari para supercentenarian, atau mereka yang berusia 110 tahun atau yang lebih tua, adalah sebuah metode yang berguna untuk memahami umur panjang. Sebagian alasannya adalah usia aktual dari orang-orang itu yang dipertanyakan.
Profil Maria Branyas Morera
Menurut data Guinness Book of World Records, Branyas lahir di San Fransisco pada 1907 dan hidup di Texas dan Louisiana, Amerika Serikat, sebelum pindah ke Spanyol pada 1915. Selain masalah hilang pendengaran dan mobilitasnya, Branyas masih tergolong sehat dan tajam secara kognitif hingga kematiannya. Dia termasuk yang lolos dari pandemi Covid-19 lalu.
Esteller dan timnya meneliti gen, sel imun, darah, dan protein dalam jaringan tubuh Branya, membandingkannya dengan sampel asal individu yang lebih muda. Sebagai misal, tim membandingkan genetika Branyas dengan 75 perempuan Semenanjung Iberia dalam 1000 Genom Projects, sebuah usaha untuk memetakan variasi genom manusia.
Perbandingan tersebut mengungkap tujuh variasi genetik langka dalam genom Branyas di antara yang pernah dideteksi dalam populasi bangsa Eropa. Perbedaan itu terhubung kepada fungsi kognitif, fungsi imun, fungsi paru, penyakit jantung, kanker, dan kelainan autoimun.
Tim penelitinya menduga, perbedaan-perbedaan itu yang mungkin melindungi Branyas dari penyakit dan memberi perbaikan fungsi organ. Mereka juga menemukan kalau Branyas mempunyai fungsi mitokondria yang amat baik. Organ sel yang meproduksi energi itu bahkan bekerja lebih baik daripada yang ada pada perempuan-perempuan berusia lebih muda.
Branyas juga disebutkan memiliki kadar kolesterol yang sehat dan produksi protein tinggi yang menguntungkan untuk fungsi imun. Dan berdasarkan sampel tinja, mikrobioma lambung Branyas juga unik karena menunjukkan konsentrasi tinggi actinobacteria yang umumnya berkurang populasinya seiring usia manusia menua.
Bakteri itu dikenal bermanfaat melawan peradangan. Menurut Esteller, Branyas memiliki populasi bakteri di lambungnya itu untuk dua alasan. "Genomnya sangat ramah terhadap populasi bakteri itu, tapi mungkin juga faktor makanan." Branyas dilaporkan mengonsumsi tiga yogurt sehari; makanan produk fermentasi seperti yogurt mengandung probiotik atau mikroorganisme hidup yang dapat memelihara mikrobioma lambung.
Esteller menyimpulkan, akumulasi dari banyak keuntungan kecil genetika dan pilihan gaya hidup itu mungkin memampukan umur panjang yang ekstrem. Berdasarkan temuan itu, "Mungkin kita dapat berpikir tentang intervensi sekarang," katanya, termasuk menunjuk obat-obatan potensial untuk meningkatkan rentang usia hidup.
Beda Usia Biologis dan Molekuler Branyas
Temuan menarik lainnya adalah perbedaan antara molecular marker dari penuaan dalam tubuh Branyas dan usia kronologisnya.
Ketika seseorang menua, struktur di ujung koromosom, yang disebut telomere, menjadi lebih pendek secara progresif, Telomere membantu mencegah DNA 'aus', yang akan berkontribusi terhadap penuaan seluler dan kanker.
Seperti yang diduga sebelumnya bagi seseorang dengan usia yang ekstrem, Esteller mengatakan, telomere pada kromosom Branyas sudah hampir tak terlihat. Branyas juga ditemukan memiliki tipe sel imun yang umumnya dimiliki banyak lansia.
Dilihat dari keduanya, Esteller menambahkan, tubuh biologi Branyas terlihat sangat tua. "Tetapi kami menemukan penanda lain dari penuaan di DNA Branyas terlihat sangat muda."
Seiring dengan seseorang yang menua, DNA mengakumulasi kumpulan tag molekuler di permukaannya yang disebut kumpulan-kumpulan methyil. Metilasi dari DNA dapat berlaku seperti sebuah 'jam', menunjukkan bagaimana tuanya seseorang.
Dari jam DNA-nya itu, Branya terlihat seperti seseorang di antara usia 100 dan 110, sekitar sepuluh tahun lebih muda daripada usianya saat meninggal. Atas dasar ini, "Sel-selnya masih terasa seperti mereka sel-sel sentenarian," kata Esteller.
Pilihan Editor: Bagaimana Danau Bisa Tercipta di Tengah Gurun Sahara di Afrika?