Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dokter Anak Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kiki M K Samsi mengingatkan orang tua agar waspada hipotermia (penurunan suhu tubuh drastis) saat mengajak anak naik gunung pada libur Natal dan tahun baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Gejala hipotermia yang menonjol justru ketika suhu tubuhnya turun lalu anak ini merasa kepanasan, orang dewasa pun merasa kepanasan. Jadi, mereka cenderung gerah, badannya merah, lalu membuka baju. Maka dari itu tidak heran kalau ada orang yang meninggal di gunung, ditemukan bajunya terbuka karena hipotermia," kata Kiki dalam simposium IDAI yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu, 20 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait hipotermia, kata dia, orang tua mesti mewaspadai apabila anak-anak di usia remaja muda (SMP-SMA) meminta izin untuk berlibur atau melakukan kegiatan pecinta alam di gunung. "Banyak pada pendaki gunung pemula yang usianya SMP atau SMA kena hipotermia dan akhirnya menjadi korban, seringkali penyebab utamanya justru karena kedinginan dan kehujanan. Kalau soal ketinggiannya itu tidak terlalu sering," katanya.
Dia mengatakan orang tua perlu membekali anak tentang ilmu bertahan hidup. Hal itu penting agar anak bisa bertahan jika dalam situasi darurat. "Misalnya saat pergi ke tempat panas juga, pastikan dia mengenakan topi yang seperti apa," kata Kiki.
Saat mengajak anak berlibur ke dataran tinggi atau ke negara yang sedang mengalami musim dingin, Kiki mengatakan orang tua mesti waspada apabila anak mulai merasa gerah atau kepanasan. "Jadi orang tua jangan salah persepsi kalau anaknya mulai merasa gerah, saat ke Bromo misalnya, anak tiba-tiba gerah, itu gejala hipotermia. Jadi, perlu diberikan air hangat manis, jangan didiamkan," tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Harapan Bunda Martinus M Leman menyoroti kasus orang tua yang membawa anaknya mendaki. "Ada tren membawa bayi naik gunung, padahal ada usia minimal tertentu yang diperbolehkan anak bisa naik gunung," katanya.
Karena itu, ia menekankan agar orang tua senantiasa mematuhi panduan-panduan tertentu saat mendaki gunung, utamanya saat membawa anak. "Karena beberapa tahun ini ada fenomena habis pandemi, jadi euforia membawa anak menyelam, naik gunung. kuncinya itu antisipasi dan persiapan yang matang," kata Martinus.