Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sergio Ramos menerima kartu merah yang ke-25 dalam pertandingan Real Madrid yang mengejutkan dikalahkan Girona 2-1 dalam Liga Spanyol di Bernabeu, Minggu malam, 17 Februari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya, Ramos juga membuat tindakan untuk melanggar pemain penyerang Ajax, Kasper Dolberg, pada menit ke-89 ketika Real Madrid sudah menang 2-1 di laga pertama 16 besar Liga Champions di Johan Cruyff Arena, Amterdam, Belanda, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sergio Ramos dinilai sengaja mencari kartu kuning agar bisa absen pada pertemuan kedua melawan Ajax di Bernabeu –Madrid sudah tinggal butuh seri untuk lolos-, sehingga bek tengan dan sang kapten ini bisa tampil pada perempat final.
Insiden final Liga Champions musim lalu juga masih melekat pada kenangan terhadap Sergio Ramos, ketika ia mesti menjatuhkan Mohamed Salah di lapangan dalam laga Real Madrid versus Liverpool.
Riwayat bek tengah, libero, poros halang, sweeper, dan stopper, yang menjadi tameng buat kiper dan menjadi koordinator kuartet 4 bek atau jenderal pertahanan dalam formasi 3 bek adalah kisah para pemain yang harus bersikap lugas, keras, tanpa kompromi, dan pada era dulu ada adagium buat mereka, “Bola boleh lewat, tapi tidak pemain lawan.”
Pada sebagian riwayat para bek tengah itu tidak melulu berwajah garang dan berlaku keras. Ada “kaisar” Jerman, Franz Beckenbauer, dan penerusnya yang lebih pragmatis di tim nasional, Lothar Matthaus, Mathias Sammer. Ada tampil lebih anggun dan stylish, seperti legenda Ajax dan Belanda, Ruud Krol, dan penerusnya di tim Oranye, Ronald Koeman, serta Franco Baresi di AC Milan dan Italia. Ini untuk menyebut beberapa contoh klasik.
Ketika Arrigo Sachi ikut memelopori revolusi empat bek sejajar melalui tim Italia, karena pada era dulu, terutama di Italia, berlaku satu libero dan dua stopper di hadapannya, keharusan bek tengah atau bek pada umumnya untuk bersikap lugas, dan kalau perlu “kasar dan licik” tetap harus melekat pada dirinya, meski ia punya teknik lengkap seperti Franz Beckenbauer atau sedingin Franco Baresi.
Karakter khas seorang bek, lebih-lebih center back, tetap mesti melekat meski ada perkembangan formasi pertahahan dari 5-3-2, 4-4-2/3, menjadi 3-5-2 atau 3-4-3 yang mencuatkan nama Antonio Conte di Chelsea musim lalu.
Dulu ada Claudi Gentile, dalam skema taktik gerendel sepak bola Italia, yang memepet bagi lem dalam strategi man to man, yang membuat Diego Maradona murah, frustrasi, dan akhirnya kalah di Piala Dunia 1982.
Gentile kerap diibaratkan anjing yang terus menggonggong dan menggigit lawannya. Di Piala Eropa 2008, Belanda masih punya bek keturunan Maroko, Khalid Boulahrouz, yang saat itu sudah terkenal dengan julukan The Cannibal, karena diibaratkan, kalau perlu demi mempertahankan gawang tim, ia akan memakan lawannya.
Saya melihat bagaimana disiplinnya Khalid Boulahrouz “mematikan” Thierry Henry dalam laga klasik Belanda –yang saat itu diasuh Marco Van Baster- melawan Prancis di Bern, Swiss, pada Euro 2008.
Tapi, Sang Kanibal itu dan kawan-kawan harus takluk di tangan Rusia pada perempat final Euro 2008. Dan, sang juara adalah Sergio Ramos dan kawan-kawan dari Spanyol setelah menaklukkan Jerman.
Dari lorong bawah Stadion Ernst Happel, Wina, Austria, Sergio Ramos menyeruak dan berteriak-teriak sambil memegang miniatur trofi Piala Euro 2018.
Saat itu Sergio Ramos masih berkutat di bek kanan. Tapi, ia sudah menampakkan karakternya yang khas sebagai bek tengah yang lugas dan kalau perlu melakukan pelanggaran demi mempertahankan pertahanan timnya.