DALAM kunjungan kerja ke daerah Sumatera Utara, Juli lalu di
Medan, Menteri P&K, Dr. Daoed Joesoef mengungkapkan pengalaman
masa kecilnya mengenai olahraga golf. Ia kaget sewaktu mengintip
apa yang diperbuat oleh tuan-tuan dan nyonya Belanda di lapangan
golf. Sampai sekatang, Daoed Joesoef tak ikut dalam "mode" golf
yang menyebar di kalangan atas.
Pekan lalu di lapangan golf Pondok Indah, Jakarta dalam
konperensi pers mengenai Kejuaraan Golf Amatir Terbuka Indonesia
1978, ada yang membantah Daoed Joesoef, yang menghubungkan
tempat golf dengan "begituan". "Gambaran demikian terlalu
ekstrim," kata Omar Abdalla, Direktur Utama Bank Bumi Daya, yang
juga Sekjen Persatuan Golf Indonesia.
Abdalla lantas menjelaskan duduk persoalan. Apa yang dilihat
Daoed Joesoef masa lalu itu, menurut Abdalia, ialah ketika golf
baru jadi permainan tuan-tuan kebun, tak lagi terdapat sekarang.
Sebab, kini lapangan golf merupakan tempat terbuka. Artinya,
setiap orang bisa masuk ke sana. Sehingga tidak memungkinkan
orang untuk berbuat "tidak senonoh" di situ.
Ucapan Abdalla itu ditambah oleh dr. Rudy Lisapaly, seorang
tokoh golf PGI. "Kalau orang mau berbuat tidak baik, di tempat
lain juga bisa. Tidak hanya di lapangan golf," kata Lisapaly.
"Orang yang ucapkan lapangan golf adalah tempat maksiat adalah
orang yang hidup di zaman Diponegoro. Sementara kita sekarang
hidup di zaman Soeharto."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini