Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Berkunjung ke jakarta

Ktut tantri, wanita yang lahir di skotlandia dan penulis buku "revolt in paradise" datang lagi ke jakarta untuk minta persetujuan presiden soeharto dalam pembuatan film dengan berdasarkan bukunya. (pt)

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA gembira sekali," katanya dengan suara penuh emosi hangat, "sambutan terhadap saya begitu baik. Tidak saya sangka." Ktut Tantri - yang di tahun 1945-1950 dikenal dengan nama Surabaya Sue -- untuk kesekian kali datang lagi ke Jakarta. Ia tak banyak berubah. Kecuali usianya yang bertambah dan bertubuh lebih gemuk. Penulis buku Revolt in Paradise, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Revolusi di Nusa Damai, tampaknya akan kesampaian juga maksudnya. Bukunya itu -- yang berisi pengalaman pribadi ketika datang ke Jakarta di tahun 1933 dan turut berjuang untuk republik ini -- diterjemahkan ke dalam 10 bahasa dan jadi cerita serial di 3 negara (Skandinavia, Jerman dan Australia). Dia tiba kembali bulan puasa lalu dan kembali ke AS 15 September, "dan saya akan kembali kira-kira 4 bulan lagi," ujarnya. Menurut ceritanya, Ktut Tantri telah mendapat restu dan persetujuan dari Presiden Soeharto untuk membuat film berdasar bukunya itu. Dia juga telah bertemu dengan Wakil Presiden dan Malik bahkan mengharap "film itu nanti akan bisa melebihi film The Message. mudah-mudahan." "Dan saya kembali ke AS untuk mencari produser," kata Ktut Tantri, "karena saya belum merencanakan apa-apa, sebelum saya yakin betul bahwa Pemerintah Indonesia menyetujuinya." Dia pernah datang di tahun 1964 dan sudah mendapat persetujuan resmi dari almarhum Bung Karno waktu itu. "Tapi dengan adanya peristiwa 1965, berantakanlah rencana saya," ujar Ktut Tantri. Waktu itu, 20th Century Fox sudah setuju untuk membuat cerita Ktut Tantri dalam bentuk film. Tantri tiba kembali di Indonesia tahun 1968, tapi usahanya ini juga gagal. Lokasi pengambilan film akan dilaksanakan di Indonesia, terutama Jakarta, Jawa Timur dan Bali. Dia memperkirakan akan menelan biaya sekitar AS$ 20 juta. "Pertama saya cari persetujuan dengan pemerintah Indonesia," katanya lagi, "kedua, barulah saya sekarang mencari seorang produser." Wanita kelahiran Skotland (dari suku-bangsa Manx) dan besar di Kalifornia, sedikit marah ketika ditanya tentang umurnya. "Di negeri saya, pertanyaan itu tidak dilontarkan untuk seorang wanita. Itu sama saja dengan pertanyaan: "berapa banyak sih uang anda?". Tambahnya lagi: "Usia 16 atau 60 tahun, 'kan sama saja. Yang paling penting ialah semangatnya. Dan saya tidak percaya seorang manusia bisa pensiun selama dia masih sanggup."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus