"SAYA gembira sekali," katanya dengan suara penuh emosi hangat,
"sambutan terhadap saya begitu baik. Tidak saya sangka." Ktut
Tantri - yang di tahun 1945-1950 dikenal dengan nama Surabaya
Sue -- untuk kesekian kali datang lagi ke Jakarta. Ia tak banyak
berubah. Kecuali usianya yang bertambah dan bertubuh lebih
gemuk.
Penulis buku Revolt in Paradise, yang diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dengan judul Revolusi di Nusa Damai, tampaknya akan
kesampaian juga maksudnya. Bukunya itu -- yang berisi
pengalaman pribadi ketika datang ke Jakarta di tahun 1933 dan
turut berjuang untuk republik ini -- diterjemahkan ke dalam 10
bahasa dan jadi cerita serial di 3 negara (Skandinavia, Jerman
dan Australia).
Dia tiba kembali bulan puasa lalu dan kembali ke AS 15
September, "dan saya akan kembali kira-kira 4 bulan lagi,"
ujarnya. Menurut ceritanya, Ktut Tantri telah mendapat restu dan
persetujuan dari Presiden Soeharto untuk membuat film berdasar
bukunya itu. Dia juga telah bertemu dengan Wakil Presiden dan
Malik bahkan mengharap "film itu nanti akan bisa melebihi film
The Message. mudah-mudahan." "Dan saya kembali ke AS untuk
mencari produser," kata Ktut Tantri, "karena saya belum
merencanakan apa-apa, sebelum saya yakin betul bahwa Pemerintah
Indonesia menyetujuinya."
Dia pernah datang di tahun 1964 dan sudah mendapat persetujuan
resmi dari almarhum Bung Karno waktu itu. "Tapi dengan adanya
peristiwa 1965, berantakanlah rencana saya," ujar Ktut Tantri.
Waktu itu, 20th Century Fox sudah setuju untuk membuat cerita
Ktut Tantri dalam bentuk film. Tantri tiba kembali di Indonesia
tahun 1968, tapi usahanya ini juga gagal. Lokasi pengambilan
film akan dilaksanakan di Indonesia, terutama Jakarta, Jawa
Timur dan Bali. Dia memperkirakan akan menelan biaya sekitar AS$
20 juta. "Pertama saya cari persetujuan dengan pemerintah
Indonesia," katanya lagi, "kedua, barulah saya sekarang mencari
seorang produser."
Wanita kelahiran Skotland (dari suku-bangsa Manx) dan besar di
Kalifornia, sedikit marah ketika ditanya tentang umurnya. "Di
negeri saya, pertanyaan itu tidak dilontarkan untuk seorang
wanita. Itu sama saja dengan pertanyaan: "berapa banyak sih uang
anda?". Tambahnya lagi: "Usia 16 atau 60 tahun, 'kan sama saja.
Yang paling penting ialah semangatnya. Dan saya tidak percaya
seorang manusia bisa pensiun selama dia masih sanggup."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini