SELALU ia bangun dini hari. Sembahyang subuh, memasak mencuci
dan bersih-bersih rumah. Jam 8, setelah semua anaknya pergi
sekolah, ia meninggalkan rumah untuk melakukan kegiatan rutin.
Sianghari, pulang bersembahyang. Waktu ada anaknya yang masih
menyusu, "saya pulang untuk menyusui," ujarnya. Setelah
istirahat sebentar, ia pergi lagi sampai menjelang maghrib.
Malam harinya kadang pergi juga. "Saya tak pernah tidur siang,"
katanya.
Ny. Aliyah Bakri, 5 8 tahun, barangkali merupakan ibu dari 9
anak yang paling sibuk di kotanya, Pekalongan, Ja-Teng. Ia
menjadi pengurus tak kurang dari 14 yayasan: rumahsakit, panti
asuhan, taman kanak-kanak, koperasi dan lain-lain. Juga giat
berda'wah. Dan untuk semua itu, 3 Februari lalu sebuah tim juri
yang ditunjuk Departemen Agama menunjuknya sebagai "Ibu
Teladan".
Mendapat piala bergilir dari Men-Ag, piala tetap dari Men-Sos,
uang tunai Rp 500 ribu dan satu tiket untuk pergi haji. Nenek
dari 20 orang cucu itu seakan mendapat ulam setelah mencinta
pucuk. Soalnya, "sudah lama saya pasang niat untuk pergi ke
Tanah Suci," katanya. Jadi sekarang, "tinggal beli tiket untuk
bapak," yaitu Adnan Nurdiny, 68 tahun, suaminya.
Di Pekalongan, keluarga itu menempati sebuah rumah yang dibeli
dengan murah-dari orang yang pernah menolongnya. Yaitu ketika
1962 rumah keluarga Ny. Aliyah terbakar habis dalam kebakaran
terbesar yang pernah terjadi di kota batik itu. "Semua itu
atas kehendak Allah," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini