LONCENG gereja Metropolitan Cathedral di Panama City dibunyikan untuk kejadian istimewa, Ahad dua pekan lalu. Hari itu, pemimpin Republik Panama, Guillermo Endara, 53 tahun, melepas masa dudanya. Maka, resmilah Ana Mae Diaz, mahasiswi fakultas hukum yang usianya lebih muda 30 tahun dan Endara, duduk di singgasana first lady Panama. Mereka bertemu September lalu. Ana menyebut suaminya sebagai "Seorang gentleman dari masa yang paling romantis." Namun, karena keadaan negeri Panama belum normal benar, tak semua warga menyambut gembira perkawinan itu. Terutama sekitar 2.300 keluarga pengungsi dari El Chorrillo yang masih terlunta-lunta sejak Desember lalu. Mereka berbaris di muka Kedutaan AS menyanyikan protes, "Endara kawin, sementara warga El Chorrillo sedang sengsara." Atas protes itu, Endara, presiden bertubuh gemuk dan ramah itu, hanya menjawab kalem, "Kebanyakan orang Panama kan juga berpasangan. Itu alamiah. Itu keinginan Tuhan dan masyarakat. Kenapa tidak boleh?" Memang boleh, tapi masalahnya kan kesengsaraan itu. Istri pertama Endara meninggal setahun lalu karena serangan jantung. Itu sebabnya, ketika Endara terpilih sebagai presiden Panama, Januari lalu, peran ibu negara dimainkan oleh putri tunggalnya, Marcela, 26 tahun. Tampaknya, kini dengan senang hati Marcela menyerahkan kursinya pada Ana. "Saya gembira Ayah kawin lagi. Dia punya hak untuk memulai sisa hidupnya," kata Marcela.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini