Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Meninggal dunia

Abu hanifah 74, meninggal dunia, tulisannya antara lain taufan di atas asia dr. rimbu ibu dan anak, dengan nama samaran el hakim, kemudian menjadi dokter dan terjun ke politik sempat menjadi dubes. (pt)

12 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROF. Dr. Abu Hanifah seperti dihadapkan pada pilihan: hari Jumat atau hari ulang tahunnya ke-74, yang jatuh dua hari berikutnya. "Ternyata ayah meninggal hari Jumat pagi, 4 Desember yang lalu," tutur Siti Nurhati, 28 tahun, putri bungsu almarhum. Almarhum meninggalkan seorang istri, 3 anak dan 4 cucu. Mengawali karirnya di bidang sastra (dengan nama samaran El Hakim antara lain menulis sandiwara Taufan di Atas Asia), kemudian berhasil menjadi dokter, lantas terjun ke arena politik. Sempat menjabat Dubes RI beberapa kali. Sampai akhir hayatnya, kecuali sejumlah artikel yang tersebar di koran-koran maupun majalah, 21 buku sempat ditulisnya. Dua di antaranya, Dr. Rimbu (novel yang ditulisnya berdasar pengalaman selama di Rimbu, Riau) dan Ibu dan Anak (buku kedokteran) sempat direvisinya. Bukunya terakhir dalam bahasa Inggris: Tales of Revolution, ditulis tahun 1972. Ia memang menguasai empat bahasa asing dengan baik: Inggris, Belanda, Jerman dan Italia. Juga masih sempat memberi nasihat kepada putri bungsunya itu. "Selesaikan sekolahmu, supaya bisa berdiri sendiri. Jangan terlalu menggantungkan diri pada suami," tutur Nurhati, mahasiswa Fakultas Hukum UI tingkat terakhir, menirukan kata ayahnya dengan haru. Juni tahun lalu kaki kanan Abu Hanifah diamputasi karena menderita trombosis (pembengkakan pembuluh darah). Meski kehilangan sebelah kaki, kesenangan berguraunya tak lenyap. "Yang saya sayangkan, saya tak bisa lagi memancing di laut. Padahal itu hobi saya," katanya waktu itu. Namun sebagai orang beriman ia menerima itu semua sebagai "sudah takdir." Justru waktu itulah Abu Hanifah merasa bahagia. Begitu banyak sahabat dan kenalannya datang menjenguk Adam Malik, Surono dan belasan Dubes berbagai negara. Katanya "Saya betul-betul merasa tidak ditinggalkan . . ." Jumat siang itu pula jenazah almarhum dimakamkan di pekuburan Karet -- sebagaimana permintaan almarhwn sendiri supaya berkumpul kembali dengan Usmar Ismail, adiknya -- setelah disembahangkan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru. Hadir antara lain Moh. Roem, Moh. Natsir, Adam Malik, Soenario SH, Sudiro dan para Dubes berbagai negara. Menlu Mochtar Kusumaatmadja memberikan sambutan atas nama pemerintah. "Saya baru tahu ayah itu orang besar," kata Chalid Ibnu anak kedua, beberapa saat setelah pemakaman usai. Dia sendiri tak pernah membaca buku-buku karangan ayahnya, meski cintanya terhadap ahnarhum besar. Lahir di Padang Panjang, Sum-Bar, 6 Desember 1906, lulus sekolah kedokteran Stovia, Jakarta, 1932. Di zaman Republik Indonesia Serikat pernah duduk sebagai Menteri P&K, 1950. Peningalannya antara lain berupa sejumlah besar buku-buku, telah diserahkan kepada putri bungsunya beberapa waktu lalu. "Saya belum tahu mau diapakan," kata Nurhati kepada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus