Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANDANGAN nama adalah doa tidak sepenuhnya berlaku bagi Cut Mini Teo. “Nama saya diambil dari merek mobil Mini Cooper,” ujarnya di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Maret lalu.
Saat Mini lahir di Jakarta, 45 tahun lalu, orang tuanya tidak kunjung mendapatkan nama yang pas. Pada hari keempat saat ibunda, Cut Dermawan, dan bayinya keluar dari rumah bersalin, sang ayah, Teuku Oesman Abdullah, meminjam mobil tetangga untuk menjemputnya.
Dalam perjalanan menuju rumah bersalin itulah Teuku Oesman mendapat inspirasi. “Papa melihat logo Mini di setang mobil itu,” kata pemeran Widhi Malhotra dalam film Kuambil Lagi Hatiku, yang rencananya tayang di bioskop pekan ini, tersebut.
Cut Dermawan menyetujui permintaan suaminya untuk menamai putri bungsu dari tujuh bersaudara tersebut Cut Mini. “Jadi sesimpel itu kisah dari nama saya,” ujar aktris yang melambung setelah menjadi model klip video Bidadari karya Andre Hehanusa pada 1995 itu.
Meski tidak mengandung doa, aktris perempuan terbaik dalam Festival Film Indonesia 2016 lewat Athirah itu menyelipkan harapan pada namanya. “Doakan saja, ya, saya bisa punya mobil Mini Cooper beneran,” katanya diikuti derai tawa.
Ponsel Jadul
Dato Sri Tahir
Dato Sri Tahir/Tempo/Ijar Karim
BAGI Dato Sri Tahir, telepon seluler tidak perlu mentereng. Orang terkaya nomor enam di Indonesia versi Forbes 2018 ini masih setia dengan iPhone 5S. “Masak, sih, sudah selama itu?” katanya saat dikabari bahwa ponsel itu keluaran 2013. Pendiri Mayapada Group itu menjadi pembicara dalam gelar wicara The Founders di Gedung Tempo, Jakarta, Rabu, 27 Maret lalu.
Tahir, 67 tahun, memang tidak butuh ponsel canggih. Bagi anak juragan becak asal Surabaya ini, fungsi ponsel sebatas untuk panggilan bicara dan layanan pesan pendek, paling banter berkomunikasi teks via WhatsApp.
Kalau ada info penting yang berseliweran di media sosial, misalnya orang miskin butuh bantuan pengobatan, filantropis ini mengandalkan kabar dari sekretarisnya. “Saya gaptek (gagap teknologi),” ujar konglomerat dengan kekayaan senilai Rp 65,2 triliun tersebut. “Cuma ngerti mengisi baterai.”
Ponsel Tahir tidak hanya jadul, kondisinya pun bisa dibilang mengenaskan. Layarnya tidak lagi mulus dan, di beberapa bagian, pelapis anti-gores tak melekat lagi. “Sudah sering jatuh,” kata Tahir, diikuti derai tawa.
Menjajal Kerja Kantoran
Indra Prasta
Indra Prasta/TEMPO/M Taufan Rengganis
KEBANYAKAN musikus memilih berbisnis di samping melakoni pekerjaannya di dunia musik. Namun hal itu tidak berlaku bagi Indra Prasta, 38 tahun. Vokalis The Rain, grup musik asal Yogyakarta, itu malah memutuskan menjajal pekerjaan kantoran. “Sempat berbisnis, tapi tidak pernah berhasil. Karena itu, saya merasa yang paling benar adalah melamar kerja,” kata Indra saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa, 26 Maret lalu.
Bermodal nekat, pria kelahiran Pekanbaru itu melamar pekerjaan kantoran pertamanya ketika usianya sudah 31 tahun. Indra memilih pekerjaan yang tidak mencantumkan syarat usia, tapi tetap saja ia kerap ditolak. Perusahaan-perusahaan tersebut mempertanyakan motivasi Indra melamar kerja. “Tidak yakin, ngapain sih (kerja kantoran),” ujar alumnus Fakultas Kehutanan Universitas -Gadjah Mada ini.
Akhirnya Indra diterima sebagai admin media sosial di sebuah majalah di Jakarta. Baru tiga bulan bekerja, ia mundur karena merasa secara mental belum siap memiliki atasan. Meski belum pernah dimarahi -bos, Indra kerap melihat teman-temannya terkena semprot bosnya itu. “Saya tidak kuat, ngeri. Saat itu The Rain juga ada tur. Akhirnya saya cabut,” katanya.
Indra ternyata tak kapok melamar pekerjaan. Ia sempat beberapa bulan bergabung dengan bagian digital sebuah stasiun radio dan menjadi digital publishing manager di sebuah grup majalah di Jakarta. Terakhir dan yang terlama, ia menjadi chief marketing officer perusahaan rintisan portal kerja, Karirpad, selama empat tahun. “Saya menyerah karena kesulitan membagi waktu dengan band. Lagi pula lebih enak nge-band,” ujar Indra, tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo