Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tuntungan Ground Board Game membawa Azzam Habibullah ke forum internasional.
Azzam terpilih menjadi salah satu agen perubahan Ashoka Young Changemakers 2021.
Permainan ini dibuat untuk membangkitkan kepekaan anak muda terhadap alam dan lingkungan.
Sesosok monster ganas bernama Ebu Gogo tiba-tiba muncul di sebuah pulau bernama Tuntungan. Kehadirannya mengacaukan tatanan masyarakat dan mendatangkan bencana alam. Kepala suku di pulau itu meminta bantuan kepada para anak muda untuk melawan sang monster. Mereka menyusun strategi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, dibantu tiga tokoh legenda: Si Pitung, Malin Kundang, dan Si Kancil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itulah skenario yang dihadapi dalam permainan papan (board game) bernama Tuntungan Ground Board Game. Dalam permainan ini, para pemain harus menghadapi sejumlah tantangan yang mereka baca dari sejumlah kartu yang disebar ke sejumlah kotak. Pada setiap kartu, ada cerita kecil yang mengangkat persoalan yang terdapat di Pulau Tuntungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemain boleh saja melewatkan tantangan itu, tapi ia tak akan mendapatkan nilai. Namun, jika memilih kartu dan mencoba menyelesaikan skenario masalah yang ada pada kartu, pemain akan mendapatkan poin. Pada akhir permainan, pemain yang mendapatkan poin tertinggi akan keluar sebagai pemenang.
Tuntungan Ground Board Game adalah karya Azzam Habibullah, anak muda kelahiran Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 20 tahun lalu. Nama Tuntungan diambil dari nama tempat tinggalnya, yakni di Desa Tuntungan, Deli Serdang, Sumatera Utara. Pemuda yang aktif menulis dan sudah menerbitkan lima judul buku itu merancang permainan ini pada 2018. Azzam merupakan bagian dari upayanya menggerakkan edukasi dan literasi kepada anak muda di sekitarnya.
Azzam memang punya perhatian pada bidang ini. Di rumah orang tuanya di Tuntungan, keluarga Azzam memiliki taman baca dan aktif mengadakan kegiatan edukasi. “Orang tua saya adalah pendiri salah satu lembaga sosial dan amil zakat di Sumatera Utara. Sejak dulu keluarga kami memang dekat dengan kegiatan sosial, termasuk bidang literasi dan edukasi,” kata Azzam kepada Tempo, Jumat lalu.
Azzam Habibullah, perancang permainan Tuntungan Ground Board Game. Dok. Pribadi
Di lingkungan tempat tinggalnya, Azzam dipercaya mengelola forum kepemudaan untuk memfasilitasi kegiatan anak muda sekitar. Di forum ini, kata Azzam, ia terbiasa mengadakan program-program belajar dengan sasaran remaja, seperti membuat kelompok belajar masyarakat. “Ide Tuntungan Ground Board Game itu berawal dari niat saya berinovasi membuat program belajar yang menyenangkan bagi anak muda.”
Permainan papan yang dirancang Azzam memang ditujukan untuk membangkitkan kepekaan anak muda, terutama para siswa tingkat SMA, terhadap lingkungan sekitarnya. Karena itu, ia menyisipkan nilai-nilai edukasi dalam permainan itu. Tak hanya soal kepekaan terhadap lingkungan hidup dan alam, game itu juga memuat isu sosial di masyarakat dengan beragam kultur.
Proses merancangnya tak mudah. Apalagi jika permainan itu dibuat agar menyenangkan sekaligus memberikan edukasi bagi para pemainnya. Ia berkali-kali harus mengubah rancangan permainan itu, mengujicobanya, hingga mendapatkan bentuk yang paling pas.
Dalam proses perancangan, ia dibantu Eko Nugroho, Chief Executive Officer Kummara—sebuah perusahaan perancang permainan asal Bandung. “Mas Eko sangat membantu saya dalam menyempurnakan Tuntungan Ground Board Game,” ujar Azzam, yang sedang kuliah filsafat Islam di salah satu perguruan tinggi di Depok, Jawa Barat.
Setelah permainan itu selesai, Azzam membawanya ke sejumlah komunitas dan sekolah untuk uji coba. Permainan ini juga menjadi salah satu alat edukasi di kelompok belajar yang ia kelola di tempat tinggalnya di Tuntungan. Peserta kelompok belajar itu bukan hanya murid sekolah, tapi juga remaja putus sekolah.
Sejumlah remaja memainkan permainan Tuntungan Ground Board Game yang dirancang Azzam Habibullah. Dok. Pribadi
Ia mendapat semangat tambahan mengembangkan game ini ketika membaca laporan dari World Economic Forum pada 2019. Di salah satu bagiannya disebutkan bahwa, pada era sekarang, salah satu metode belajar efektif mengembangkan kemampuan generasi muda adalah yang berbasis permainan. “Saya merasa sudah berada di jalan yang benar dengan mengembangkan Tuntungan Ground Board Game ini.”
Kesempatan untuk meluaskan permainan ini datang ketika ia mengikuti acara persiapan menjadi anggota delegasi anak muda Indonesia dalam Konferensi Caretakers of The Environment International (CEI) di Turki pada 2019. Azzam bertemu dengan sejumlah anak muda dari daerah lain yang punya visi dan misi yang sama. Mereka lalu berkolaborasi mengembangkan Tuntungan Ground Board Game agar bisa menyebar ke daerah lain.
Kini Tuntungan Ground Board Game sudah dimainkan di sejumlah sekolah di tiga provinsi. “Saya dibantu teman-teman dari Bengkulu dan Baturraden, Jawa Tengah.” Bersama tim ini, Azzam mengembangkan permainan papan ini agar skenario yang dimainkan cocok dengan kondisi lingkungan dan sosial di setiap daerah. “Karena setiap daerah punya masalah sendiri.”
Permainan ini dibuat menjadi aktivitas edukasi yang lengkap. Maka, kata Azzam, setiap kali sesi permainan ini digelar di sekolah-sekolah, ia dan timnya turut mengadakan sesi workshop bagi para siswa. Di sesi ini, peserta permainan diajak mendiskusikan problem-problem dan nilai yang mereka dapat setelah bermain.
“Kami membuat kegiatan diskusi, mind-mapping, dan problem solving,” ujar Azzam, yang kini menjadi pengajar di salah satu pesantren di Depok itu. Cara bermain yang interaktif serta mewajibkan peserta berdiskusi itu menjadi sarana untuk mengasah kemampuan komunikasi, menyusun strategi, dan memetakan masalah.
Tuntungan Ground Board Game. Dok Pribadi
Inisiatif Azzam mendapat banyak pengakuan. Dalam acara persiapan menuju CEI di Turki, ia dan timnya terpilih dalam presentasi terbaik tingkat nasional. Tahun ini, Azzam terpilih menjadi salah satu agen perubahan Ashoka Young Changemakers 2021. “Awalnya saya enggak tahu apa itu Ashoka. Saya dapat infonya dari Kepala Dinas Pendidikan Deli Serdang yang mendorong saya untuk mendaftar (pada 2020).”
Setelah terpilih menjadi salah satu agen perubahan dari lembaga kewirausahaan sosial internasional itu, Azzam merancang inisiatif lain. Ia tengah membangun usaha rintisan berbentuk platform bernama Balai Project. Melalui platform ini, Azzam ingin mengakomodasi inisiatif proyek sosial bagi kalangan siswa SMA. “Saya ingin mendorong agar banyak anak SMA yang menyukai kegiatan sosial.”
PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo