Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAUH sebelum menjabat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy pernah menjadi wartawan. Sebagai kontributor majalah Tempo hampir lima dasawarsa lalu, ia meliput sederet peristiwa besar. Dua di antaranya masih membekas dalam ingatannya, yaitu kasus korupsi Budiaji, eks Kepala Depot Logistik Kalimantan Timur, dan korupsi Pertamina pada 1970-an.
Muhadjir meliput dua kasus itu kala menjadi wartawan lepas yang berbasis di Malang, Jawa Timur. “Waktu itu Tempo bikin liputan nasional besar dan saya ditugasi melakukan in-depth interview,” kata Muhadjir, 64 tahun, saat berkunjung ke kantor Tempo, Rabu, 2 Desember lalu.
Aktif sebagai wartawan saat muda, Muhadjir mengatakan ia banyak belajar dari Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri—dua pendiri Tempo—serta Dahlan Iskan. Ia juga membaca buku Seandainya Saya Wartawan Tempo. Di kampus, Muhadjir mendirikan Dinamika Mahasiswa, koran mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang.
Pengalaman sebagai wartawan mempengaruhi hidupnya. Muhadjir mengatakan ia terkadang tak menyadari statusnya sebagai menteri saat berinteraksi dengan Presiden Joko Widodo. Ia, misalnya, pernah menyampaikan saran blakblakan mengenai penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja yang ramai dikritik publik. “Presiden agak kaget. Karena pernah jadi wartawan, kadang-kadang saya lupa kalau jadi menteri,” kata Muhadjir seraya tertawa.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mengatakan kritik media massa yang kredibel dan independen penting bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan. Ia menyebut Presiden Jokowi juga mendengarkan masukan dari media massa meski tak mengungkapkannya ke publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo