ADA beberapa keinginan Pangeran Norodom Sihanouk dalam
kunjungannya yang ke-7 kali ke Jakarta minggu lalu. Jalan-jalan
sebebasnya dan bertemu dengan sahabat lama, antara lain Nyonya
Hartini Sukarno. Karena acara cukup padat dalam kunjungannya
yang singkat itu cuma yang terakhir yang bisa terlaksana.
"Semula, monsigneur dan madame Monique ingin datang ke rumah
saya," demikian Nyonya Hartini Sukarno yang pergi bersama Nyonya
Rahmi Hatta. Tambahnya: "Tetapi adalah lebih baik kalau saya
yang datang ke mereka." Dan terjadilah pertemuan yang
mengharukan, penuh nostalgia masa silam yang manis.
Duduk di ruang tamu di presidential suite Hotel Borobudur
Intercontinental, selama 10 menit pertama mereka tidak dapat
berbicara. "Tujuh belas tahun kami tidak berjumpa," sambung
Nyonya Hartini. "Saya pernah mengajarnya beberapa lagu
Indonesia. Antara lain Bengawan Sala," lanjut Hartini. Sihanouk
sendiri pernah mengarang lagu untuk Hartini yang berjudul Good
bye Bogor, yang diterjemahkannya juga ke dalam kata-kata
Prancis. Untuk almarhum Bung Karno, lagu berjudul Till we meet
again in Java.
"Ternyata anda lebih berbahagia," ujar Putri Monique, "lihatlah
kami, tanah air saja kami tidak punya." Putri yang berdarah
Prancis, Itali dan Kampuchea ini "tetap cantik, sederhana dan
rendah hati, " kata Nyonya Hartini. Putri Monique memang tak
suka mengenakan alat pemulas kecantikan, gelang atau cincin. Dia
masih punya dua anak di Paris. Di Kampuchea, tiga orang
putranya, 15 cucu dibunuh Khmer Merah.
"Dan bagaimana Bogor?" tukas Sihanouk, yang selalu berpembawaan
gembira. Sambungnya lagi: "Presiden Soeharto baik sekali
terhadap kami. Kalau mendapat izin, saya ingin tinggal di
Indonesia."
Rupanya raja yang tak beralamat tetap ini -- ia menyebut
"Beijing, Pyongyang dan Bangkok" untuk alamat suratnya -- ingin
menemukan rumah yang tenang, seandainya bukan Phnomp-penh lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini