KETIKA Daeng Soetigna kecil, angklung masih berupa alat untuk
ngamen. Kini da lam usia 74 tahun, kakak kandung almarhum
Oejeng Soewargana itu sempat menyaksikan angklung masuk
gedongan. Ini--antara lain--berkat jasa Soetigna. Ia sudah
melanglang ke mancanegara untuk mempopulerkan musik angklung.
Tahun 1964 di New York, ia mengajar 300 orang bule.
Di dalam negeri, jumlah muridnya jangan ditanya lagi, karena dia
sudah mengajar sejak 1938. Terakhir, pensiunan Kepala Jawatan
Kebudayaan Jawa Barat (1964) itu muncul pada peringatan 25 tahun
Konperensi Asia Afrika di Bandung, 1980. Ia memimpin 1.500 anak
didiknya.
Untuk memperkenalkan not balok pada anak-anak, Soetigna punya
cara sendiri. Ia memakai simbol binatang: do gambar ikan, re
bebek, mi ayam, fa kucing, sol tikus, la capung, si burung dan
do tini elang. Dengan cara ini "Anak-anak cepat menangkap
pelajaran," katanya.
Sampai kini Soetigna tetap setia menyedot empat bungkus rokok
kretek sehari. Ia juga suka minum air putih dan jogging. Kakek
ini menggemari lukisan abstrak, "meski sebenarnya saya buta
warna." Belakangan PPFN membuat film dokumenter tentang tokoh
angklung ini. Pemda Jawa Barat, ikut menyumbang Rp 15 juta guna
menyelesaikan film yang sempat tersendat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini