Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Najwa Shihab
Hasil tes DNA Najwa menjadi bahan tertawaan di grup percakapan keluarganya. “Anak siapa, lu? Adopsi, ya? Kok, Arabnya cuma 3 persen?” kata Najwa di Jakarta, Selasa, 22 Oktober lalu.
Najwa, 42 tahun, mengandung sepuluh keragaman genetika. Presenter kondang ini takjub melihat hasil tes tersebut. Gen yang paling kuat adalah Asia Selatan, 48 persen. Bahkan gen Arab-nya yang cuma 3 persen masih kalah dominan dibanding Asia Timur, yang 4 persen.
Najwa, yang sejak kecil kerap diejek “Onta” dan “Idung” (mengacu pada binatang dan hidung bangir ala Timur Tengah), memang tidak pernah merasa sebagai orang Arab. Putri cendekiawan muslim Muhammad Quraish Shihab itu menyebut dirinya orang Makassar. “Karena lahir dan pernah tinggal di sana,” ujarnya.
Lain cerita sekarang, identitas semacam itu kerap dipakai untuk menjatuhkan seseorang atau menjadi bahan adu domba. Sebagai figur publik, Najwa tak luput dari hinaan semacam itu. Adanya tes DNA ini menurut dia menjadi menarik. “Yang suka pakai politik identitas, yuk ah rame-rame tes DNA, he-he-he...!”
Grace Natalie
Pertengahan bulan lalu, Grace Natalie deg-degan menanti hasil tes DNA-nya. “Khawatir jadi menguatkan anggapan orang selama ini,” katanya di Jakarta, Kamis, 24 Oktober lalu.
Dengan kulit putih mulus dan mata sipit, Grace kenyang dengan sebutan Cina. Hasil tes DNA perempuan 37 tahun itu ternyata sejalan. Tubuhnya didominasi unsur Asia Timur, 76 persen. Namun dia tidak ambil pusing dan tetap menyebut dirinya orang Indonesia. “Kan, saya lahir dan besar di sini,” ujar Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia itu.
Tes tersebut memberi jawaban atas misteri lama di keluarga Grace, yang berasal dari Bangka. Ibunda Grace bercerita soal buyutnya yang kerap memegang foto perempuan India yang dia sebut sebagai ibunya. “Tapi, karena dia sudah tua, kami selalu menganggapnya mengigau,” kata Grace. Cerita itu bisa jadi berhubungan dengan 1,11 persen gen India pada tubuh mantan jurnalis dan pembaca berita tersebut.
Ridzki Kramadibrata. TEMPO/Ratih Purnama
Sepatu Kets Presiden
MENDUDUKI jabatan baru sebagai Presiden Grab Indonesia per Februari lalu, Ridzki Kramadibrata kagok dalam penyesuaian pakaian kerja. Maklum, layaknya pekerja perusahaan rintisan (startup), pria 49 tahun ini saban hari ngantor dengan kaus oblong dan celana ngatung.
Stafnya sampai harus bolak-balik mengingatkan agar Ridzki berbaju batik saat akan bertemu dengan pejabat. “Saya ikuti aturan dress code, tapi tetap pakai sepatu kets,” ujarnya di kantor Tempo, Jakarta, Senin, 21 Oktober lalu.
Cuma sekali ia melepas sepatu ketsnya, yaitu saat menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Juli lalu. Mantan petinggi Bakrie Telecom itu sampai harus membeli pantofel sehari sebelumnya. Itu satu-satunya sepatu kulit yang dia punyai. “Saya jadi punya sepatu buat ke kondangan, ha-ha-ha….,” katanya. Ridzki langsung memakai sepatu kulit itu di toko supaya kakinya beradaptasi. Khawatir kakinya lecet, dia tidak lupa mengantongi plester.
Begitu sampai di Istana, Ridzki kecele saat mendapati sang tuan rumah malah bersepatu kets. Dia cuma bisa membatin, “Pak Jokowi kan Presiden Indonesia. Saya cuma Presiden Grab.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo