Ratusan perusahaan yang sebagian bersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menanam lebih dari 3 juta hektare sawit ilegal di kawasan hutan. Hutan-hutan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, bahkan Papua tidak luput dari ekspansi perkebunan sawit. Sejumlah kawasan cagar alam dan hutan konservasi juga ikut diterabas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alih-alih memberi sanksi, pemerintah justru memutihkan dosa perusahaan-perusahaan pemilik perkebunan sawit di kawasan hutan. Langkah tersebut dapat menjadi strategi Indonesia dalam menghadapi Undang-undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Sebab, sawit asal Indonesia dinilai tidak memenuhi prinsip keberlanjutan karena menyebabkan pembukaan hutan besar-besaran.
Pemutihan lahan sawit di kawasan hutan ini menjadi karpet merah bagi sejumlah perusahaan, seperti Grup Best Agro, Grup Sinar Mas, Salim Grup, dan Darmex Group, untuk menguasai lahan sekaligus lepas dari tanggung jawab terhadap kerusakan hutan di Indonesia.
Tempo sudah mengonfirmasi sejumlah temuan tersebut. Konfirmasi kepada PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) selaku anak perusahaan PT Best Agro International tak didapat saat Tempo mendatangi kantornya di Paduran Sebangau, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah pada Desember 2023.
Begitu juga dengan surat permohonan wawancara yang dikirim ke kantor Best Agro di Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan pada 2 Februari 2024 tidak mendapat jawaban.
Sedangkan PT Sinar Kencana Inti Perkasa (PT SKIP) Senakin Estate, yang merupakan anak perusahaan Grup Sinarmas menyatakan sudah mengikuti arahan pemerintah ihwal penyelesaian lahan di kawasan hutan. Mereka mengklaim mendukung peraturan dan secara aktif terlibat dalam memberikan informasi yang diminta.
Lalu PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group, menolak diwawancarai. Surat wawancara yang dikirim ke PT Salim Ivomas Pratama tak berbalas.
Sementara dengan PT Palma Satu, yang merupakan anak perusahaan Darmex Group, Staf Humas PT Palma Satu, Arya Sitepu, mengklaim tidak tahu bahwa lahan mereka masuk ke kawasan hutan. Alasannya, hingga sekarang belum ada keterangan yang jelas dari KLHK. Anehnya, Arya mengakui bahwa pihaknya mengajukan pelepasan kawasan hutan di Indragiri Hulu. Mengenai luasan lahan yang hendak dilepaskan, lagi-lagi Arya menyatakan tidak tahu.
Tempo bersama Riauterkini.com, IniBorneo.com, dan BanjarHits.co yang merupakan mitra Teras.id didukung Pulitzer Center Rainforest Journalism Fund mengungkap pemutihan sawit di Kalimantan dan Riau. Artikel lengkap liputan pemutihan sawit bisa dibaca di interaktif.tempo.co di link berikut Pemutihan Dosa Perusak Hutan.