Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Bagi Tora Sudiro, film Hello Ghost enggak banyak dialog, tapi ternyata tricky.
Tora melihat komedi Indonesia makin berwarna sehingga banyak pilihan.
Ia menilai selebritas yang nyaleg itu bagus sehingga bisa lebih jelas memilih.
Film Hello Ghost menjadi salah satu film komedi yang mendapat sambutan hangat dari reviewer film. IMDB memberi nilai 8,2 untuk film ini, sedangkan akun pengulas film dan catatan Film.id memberi nilai 8,7 serta 8,5. Dalam lima hari penayangan, film ini sudah meraih 147.736 penonton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keberhasilan remake dari film Korea dengan judul yang sama ini tak lepas dari akting kocak para pemainnya. Salah satunya Tora Sudiro. Pemeran lainnya adalah Onadio Leonardo, Indro Warkop, Enzy Storia, dan Hesti Purwadinata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di usianya yang ke-50 tahun, Tora yang pernah meraih Piala Citra dan aktor komedi terbaik dari Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Paski) tersebut masih moncer dalam dunia seni peran.
Minggu pekan lalu, Ilona Esterina dari Tempo berbincang dengan Tora melalui panggilan video. Bapak lima anak tersebut bercerita tentang perannya dalam Hello Ghost dan film-film komedi Indonesia lain yang diperankannya. "Ini salah satu syuting yang saya impikan. Enggak banyak dialognya, tapi ternyata tricky," ujar Tora tentang keterlibatannya dalam film yang disutradarai Indra Gunawan itu.
Tora juga mengemukakan pandangan tentang perkembangan film komedi Indonesia, bagaimana mendidik anak, hingga soal fenomena selebritas yang ramai menjadi caleg. Berikut wawancara dengan Tora.
Bagaimana awal cerita berperan dalam Hello Ghost?
Waktu itu saya ditawarin. Sebelumnya, saya kan sempat main di Miracle in Cell No. 7, terus pihak Falcon menawarkan saya main film Hello Ghost. Memang kebetulan berdekatan pembuatan filmnya.
Saya sudah pernah nonton filmnya dan bagus. Saya nanya jadi siapa, ternyata kebagian peran menjadi hantu bapak. Saya sempat tanya, "yang ngerokok terus?" Wah, agak tegang juga karena saya kan sudah lama memutuskan tidak merokok, tapi dituntut harus ngerokok lagi dan berbatang-batang pula.
Bagaimana Anda beradaptasi dengan karakter itu?
Dalam proses pembuatan karakter, saya terlibat. Kita berembuk mau diapain karena hantunya banyak adegan enggak ngomong.
Waktu reading lebih banyak Onad (Onadio Leonardo, pemeran utama) yang digembleng sama acting director-nya, Mas Norman Ayub. Habis itu yang menarik, pas kita mulai syuting, ternyata pandemi lagi. Jadi, beberapa set yang seharusnya di luar, disulap jadi di dalam studio. Pakai CGI karena safety first.
Kalau nonton filmnya, setnya sebagian besar di studio. Untungnya tim art-nya jagoan Indonesia. Banyak yang dia sulap tuh, kaya di pasar, tangga, dan rumah susunnya Kresna. Banyaklah.
Tora Sudiro syuting film "Hello Ghost" (2023). Dok. Tora Sudiro
Bagaimana pengalaman beradu akting dengan para pemeran dalam Hello Ghost?
Kalau Om Indro, Hesti, dan Enzy, saya sudah pernah main bareng. Tapi, dengan Onad, baru. Onad itu karakter yang menarik untuk kerja sama. Gua udah kenal lama, tapi baru kerja sama di produksi ini. Dia seneng bercanda, akhirnya dibilang jangan diajak bercanda karena dia aktingnya serius. Ternyata lumayan berhasil.
Ini salah satu syuting yang saya impikan. Enggak banyak dialognya, tapi ternyata tricky karena kita para hantu cuma boleh berinteraksi sama Onad. Jadi, saya dan Hesti enggak boleh banyak interaksi, sama Om Indro juga enggak boleh.
Itu susah karena komedi kan harus ada aksi-reaksi, ya. Saya enggak bisa lempar joke ke Hesti karena Hesti enggak ada urusan sama saya. Awal-awal scene kita tahu tuh mau ngapain. Scene kedelapan, sembilan, kita bingung mau ngapain. Wah, ini kursi udah gue pegang, setrikaan udah, karena dialognya kurang. Tapi seru sih. Improve-nya jadi tidak banyak. Paling, ya stay in character, kayak saya banyak ngerokok-nya.
Bagaimana karakter Bima dalam film aslinya?
Karakter Bima dalam versi film Korea, lebih merenung. Sebab, pesan yang disampaikan, dia punya utang sama anaknya untuk mengajari berenang. Hanya, menurut saya, kalau dibikin terlalu dark begitu takutnya kurang cocok bagi penonton Indonesia, jadi saya improve sedikit.
Bisa diceritakan pengalaman pertama terjun ke dunia akting dan mengapa lebih sering memerankan karakter komedi?
Pertama kali justru akting serius dalam film Arisan dan Banyu Biru. Inginnya kan jadi aktor serius gitu, enggak komedi. Sejak bergabung dalam serial komedi Extravaganza, ternyata saya bisa melucu. Jadi keterusan.
Akhirnya, karena terlalu kuat, saya ke mana-mana orang ketawa. Sejak itu, tawaran film berubah, yang awalnya film drama serius, akhirnya berubah ke komedi. Kebetulan saya juga dekat sama Rako Prijanto (sutradara film Warkop Reborn). Saya sering main film dia yang genrenya drama komedi, keterusan sampai sekarang.
Bagaimana pandangannya soal film komedi Indonesia?
Komedi Indonesia makin berwarna. Saya lihat sejak adanya teman-teman stand up comedy. Tapi komedi yang klasik kaya Srimulat atau slapstick juga masih ada. Sekarang jadi makin luas. Tinggal penontonnya yang pilih preferensi komedi yang bagaimana.
Apa peran yang paling Anda sukai?
Saya sekarang paling suka peran jadi bapak karena saya enggak bisa jadi ibu dan udah enggak bisa jadi anak kecil juga, he-he-he. Saya sekarang maunya enggak pilih-pilih, tapi kadang ragu ambil tawaran akting serius. Kayak, "bisa gak ya gue?" karena udah keseringan main film komedi.
Peran yang paling menantang dan ingin dicoba?
Karakter yang menantang itu dalam film drama kriminal. Saya paling enggak yakin kalau dapat peran pegang pistol. Saya kayak enggak terima, kayak hati saya bilang: “ciye, lu ngapain pegang pistol". Jadi, saya juga bingung. Saya malah enggak pede sama diri saya sendiri.
Peran horor?
Horor juga belum pernah nyobain mungkin nanti.
Tora Sudiro (kiri) saat berakting dalam film "Banyu Biru" (2005). Dok. Salto Films
Dari semua film, ada pengalaman yang paling berkesan?
Saya pastinya Banyu Biru. Waktu itu, saya sudah bergabung dalam Extravaganza. Perannya stres, agak bingung karena peran saya di situ dikondisikan dicuekin pemain, diasingkan. Kebetulan acting coach saya waktu itu Mas Didi Petet. Saya sempat dibikin nangis, tapi saya rasa itu berhasil membuat saya memahami sisi lain akting yang saya enggak tahu.
Bagaimana perbedaan syuting zaman dulu dan sekarang?
Sekarang lebih mudah, ya. Dulu terbatas banget buat eksplor. Syuting kameranya masih pake pita, dan pita itu mahal sekali. Satu gelondongan itu mahal. Dalam sekali take, aktor itu enggak boleh salah. Misalnya salah, harga pitanya itu mahal. Saya sempat ngerasain. Sekarang salah pun bisa dihapus. Banyak kemudahan. Sekarang main film eksperimen aktornya bisa lebih liar.
Dari sisi persiapan?
Keuntungannya dulu kita dipersiapkannya matang banget. Dua bulan kita reading, pengadeganan dan sebagainya. Sekarang kita syuting pada Senin, tiga hari sebelumnya baru mulai reading bisa, udah instan. Tapi saya, karena kebiasaan dulu kali ya, kalau reading, jadi tetap minimal sebulan, pengenalan situasi, pemain, dan sebagainya.
Riset karakter?
Soal riset film juga lebih mudah karena ada YouTube, saya bisa cari. Stoknya banyak, enggak sepusing dulu. Kalau dulu denger-denger aja. Misalnya, mau mainin Om Chrisye, kita nanya ke orang terdekat, Om Chrisye itu gimana ya? Oh, orangnya pendiem, nada bicaranya enggak terlalu berat. Dari denger itu, kita ngerumusin sendiri. Sekarang tinggal cari di YouTube, wawancara Chrisye misalnya, banyak pilihan videonya.
Siapa role model akting Anda?
Kalau Indonesia, Mieke Amalia (istrinya). Makin ke sini makin jago. Adegan pertama harus nangis, beberapa menit harus ketawa, dia langsung bisa. Kalau luar negeri, Tom Hanks, keren banget dia.
Apa film selanjutnya yang akan rilis?
Masih ada beberapa film yang belum keluar karena pandemi. Nanti saya ikutan promo. Syuting yang kelihatan, baru ada tiga. Cuma belum tahu jalannya kapan. Untuk ke TV, saya lagi enggak dulu. Saat ini TV bagi saya terasa cepet banget, ngelawak-nya dituntut cepet. Saya merasa mulai melambat semua, mungkin makin tua, ya.
Tora Sudiro bersama Indro Warkop, Egy Fedly, Ciara Nadine Brosnan dan Hesti Purwadinata, Onadio Leonardo dalam adegan film "Hello Ghost" (2023). Dok. Falcon Pictures
Bagaimana dukungan keluarga terhadap karier film Anda?
Setiap premiere pasti anak dan istri ikut nonton semua. Mike bahkan mendukung dengan menyarankan ambil semua tawaran film. Anak-anak sekarang jadi reviewer saya. Seperti film Hello Ghost, anak saya yang kedua bilang, "Saya lebih seneng kamu di sini daripada di Miracle in Cell Number 7." Akting saya katanya lebih bagus di sini, porsinya pas menurut dia.
Bagaimana cara Anda mendidik anak?
Anak-anak bebas memilih mimpi mereka. Saya sama Mieke enggak pernah mengarahkan, hanya support cita-cita mereka sesuai dengan keinginan masing-masing. Kita tidak ingin membebani mereka. Kami protektif, tapi ketat atau tidaknya enggak tahu juga.
Bagaimana jika anak minum alkohol atau bertato seperti ayah dan ibunya?
Nah, bingung juga tuh. Yang pasti, kita sering ngasih tahu baik dan buruknya apa pun itu. Bahkan enggak cuma memberi tahu, tapi juga menunjukkan ke mereka. Kalau gini, akibatnya gitu. Tapi memang namanya anak muda pasti ada pergaulan yang kita juga enggak bisa terus monitor. Bismillah aman lah.
Anda bersikap keras ke anak?
Kalau ke anak, saya tidak pernah keras atau melarang.
Bagaimana tanggapan soal ramai selebritas yang nyaleg?
Nah, malah bagus sih kalau seleb nyaleg. Kita bisa lebih jelas memilih. Yang sering keliatan banyak omong, tinggalin, he-he-he. Yang kelihatan kompeten dan siap membela rakyat, kita pilih.
Bagaimana memandang proses kreatif anak muda sekarang?
Anak muda sekarang lebih jago karena perkembangan Internet dan media. Mereka juga bisa melakukan kegiatan kreatif apa pun karena banyak pilihan dan lebih mudah. Kemudahan itu misalnya saya mau meranin (film) Warkop, mau belajar logat Batak. Kalau dulu, saya pakai referensi hanya dari satu atau dua pemain, contohnya Mas Nanu, yang kita tahu logat Batak hanya seperti itu. Setelah riset di Internet, ternyata logat pun ada macam-macam, berwarna juga. Ada yang keras, ada yang mendayu. Contoh lain anak saya, Jenaka, kami tidak memberikan les, tapi tiba-tiba dia bisa main gitar, ternyata dari YouTube. Gokil teknologi sekarang. Tergantung kita memanfaatkan.
Dulu Anda sempat membuat band, apa genre dan musikus favorit saat ini?
Genre lebih suka rock karena dari dulu sekeliling saya denger-nya itu. Kita dulu wajib denger Rolling Stone. Dari situ, saya dengerin musik rock terus. Jarang denger musik lain. Belakangan mulai menua mulai suka classic jazz. Saya pengin juga jadi musikus, tapi gagap teknologi musik.
Apa rencana ke depan di luar akting film?
Belum ada. Sekarang lebih ke memperhatikan kesehatan. Saya lagi memotivasi diri untuk ayo olahraga, tapi belum kesampaian. Saya penginnya di usia 60 tahun, badan saya masih bagus. Kalau orang sehat, aktivitas apa pun lebih gampang.
Apa pesan Anda untuk anak muda yang ingin masuk ke dunia akting?
Pesan saya, belajar, lihat, pokoknya amati apa pun itu. Jangan amati yang disukai saja. Jangan karena mengenal satu karakter dan merasa pede bisa memainkan, harus banyak riset, benar-benar mempelajari. Jangan terlalu yakin, harus cari, adegan apa pun. Jangan lihat dari pemain-pemain lama. Media kalian lebih luas, jadi manfaatkan juga untuk riset dan belajar. Hargai proses.
Tora Sudiro
Nama lengkap: Taura Danang Sudiro
Lahir: Jakarta, 10 Mei 1973
Penghargaan
Piala Citra Aktor Utama Terbaik FFI untuk film Arisan (2002)
Aktor Favorit Panasonic Gobel Award (2005 dan 2006)
Aktor Utama Terbaik Festival Film Bandung untuk film Naga Bonar Jadi 2 (2007)
Aktor Favorit MTV Indonesia Movie Award (2007)
Pemeran Utama Terbaik Indonesian Movie Actor Awards untuk film D’Bijis (2007)
Aktor Terbaik Piala Maya untuk film Princess, Bajak Laut, dan Alien (2014)
Aktor Tayangan Komedi Terpilih Anugerah Film Indonesia yang digelar Paski (2022)
Film
Arisan (2003)
Banyu Biru (2005)
D’Bijis (2007)
Naga Bonar Jadi 2 (2007)
Quickie Express (2007)
Otomatis Romantis (2008)
Wakil Rakyat (2009)
Preman in Love (2009)
The God Babe (2010)
Arisan 2 (2011)
Hoax (2012)
Princess, Bajak Laut, dan Alien (2014)
Tiga Dara (2015)
The Wedding and Bebek Betutu (2015)
Ada Cinta di SMA (2016)
Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss Part 1 (2016)
Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss Part 2 (2017)
Pretty Boys (2019)
Ghostbuster: Misteri Desa Penari (2021)
Miracle in Cell No. 7 (2022)
Naga Naga Naga (2022)
Hello Ghost (2023)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo