Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Pak Wamen di Pusaran Tambang

Eddy Hiariej dituduh menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan. Ada peran Haji Isam dan Idrus Marham.

26 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Eddy Hiariej diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar.

  • Eddy dituding turut meminta jatah saham.

  • Turut menyeret Haji Isam dan Idrus Marham.

RAMADAN tahun ini mengingatkan Helmut Hermawan pada bulan puasa tahun lalu. Suatu malam selepas menunaikan salat tarawih pada April 2022, pengusaha tambang nikel Sulawesi ini bertamu ke rumah dinas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej atau biasa disapa Eddy Hiariej. Ia datang ditemani Anita Zizlavsky, perempuan Ambon yang dekat dengan Eddy, beserta dua direktur PT Citra Lampia Mandiri, Thomas Azali dan Emmanuel Valentinus Domen. Mereka hendak mengadukan perkara hukum yang tengah menjerat mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk kedua kali, polisi menjerat Helmut dengan status tersangka penipuan dan penggelapan. Pelapornya pemilik PT Assera Mineralindo Investama, Zainal Abidinsyah Siregar, pengusaha yang awalnya hendak membeli saham PT Citra Lampia. "Beliau wakil menteri dan pernah menjadi saksi ahli perusahaan Zainal," kata Helmut ihwal alasannya menemui Eddy Hiariej pekan sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eddy menyambut para tamu dengan memanggil dua orang dekatnya, Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Yogi adalah asisten pribadinya sebagai wakil menteri, sedangkan Yosi mantan mahasiswanya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang kini menjadi pengacara. "Siapa tahu mereka bisa membantu Helmut," ucapnya.

Suriya Aifan (kiri), advokat yang ditunjuk Helmut Hermawan sebagai Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri ketika berjumpa dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto untuk mengurus SP3 kasus Helmut Hermawan/Tempo/Istimewa

Helmut lalu menceritakan kronologi masalah hukum yang menimpanya. Syahdan, PT Citra Lampia memiliki area konsesi tambang nikel seluas 2.660 hektare di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pada 2019, Zainal berinvestasi di perusahaan tersebut. Namun kerja sama bisnis itu tak berlanjut dan berujung pada laporan ke Markas Besar Kepolisian RI di Jakarta. Zainal menuduh Helmut menipunya.

Polisi bahkan sempat menahan Helmut dan empat direktur PT Citra Lampia pada 2021. Tapi mereka bebas karena polisi menghentikan penyidikannya. Zainal lalu menggugat penghentian penyidikan itu lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim mengabulkan gugatannya.

Helmut pun menggalang dukungan untuk menahan serangan hukum itu. Menurut Helmut, Eddy yang mendengar kronologi perkara tersebut langsung bereaksi. “Kalian dikerjain,” katanya, seperti ditirukan Helmut. Ia pun plong karena merasa mendatangi orang yang tepat. "Sekarang dia punya kewenangan," tuturnya. Eddy lalu merekomendasikan Helmut memakai jasa Yosi sebagai pengacara.

Baca: Pecah Bisul Begawan Hukum

Sejak hari itu, Helmut, Thomas, dan Emmanuel acap berkunjung ke ruang kerja Eddy di lantai 6 gedung Kementerian Hukum dan HAM di Kuningan, Jakarta Selatan. Dari sekian kedatangan, Helmut mampir ke ruangan Yogi di lantai yang sama. Menurut Helmut, Yogi memintanya menyetorkan biaya operasional penasihat hukum sebesar Rp 4 miliar. Hari itu juga, 27 April 2022 pukul 12 siang, anggota staf PT Citra Lampia mentransfer Rp 2 miliar.

Dari kiri: Idrus Marham, Eddy Hiariej, Amran Sulaiman, Helmut Hermawan, Emanuel Valentinus Domen, dan Thomas Azali ketika bertemu di Restoran Jepang di Wisma Nusantara/Hotel Pullman, Jakarta Pusat, 19 September 2022/Tempo/Istimewa

Anggota staf Helmut menyetor lagi Rp 2 miliar ke rekening Yogi pada 17 Mei 2022. "Kami laporkan transfer uang itu kepada Profesor Eddy," ucap Helmut. Profesor adalah panggilan untuk Eddy yang menjadi guru besar hukum pidana di UGM sejak 2010.

Setelah transfer-mentransfer itu, hubungan Helmut dan Eddy makin akrab. Mereka acap makan siang bersama. Dalam suatu obrolan, tutur Helmut, ia meminta Eddy bersedia menjadi komisaris di PT Citra Lampia untuk memformalkan hubungan pertemanan keduanya. Tapi Eddy menolak. “Aku bilang enggak bisa karena pejabat negara,” kata Eddy.

Helmut tak patah arang. Ia menawarkan istri Eddy menjadi komisaris. Tawaran ini lagi-lagi ditolak. Eddy kemudian menyodorkan nama Yogi dan asisten pribadinya yang lain, Erick Noor Sapto. Tapi Helmut membutuhkan seorang ahli hukum yang paham perkara-perkara perdata dan pidana perusahaan. "Erick lulusan administrasi bisnis dan Yogi bukan pengacara," ujar Eddy. Deal. Toh, sudah ada Yosi sang kuasa hukum.

Helmut lalu meminta Eddy memuluskan pengurusan akta PT Citra Lampia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Ia berencana menggelar rapat umum pemegang saham dengan kepengurusan baru PT Citra Lampia. Sebagai penasihat hukum, Yosi yang mengurus RUPS tersebut.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharief Hiariej ( kedua kanan) , Syamsudin Andi Arsyad alias Haji Isam (tengah), dan Willem Jan van Dongen (ketiga kiri) di rumah Haji Isam, Kebayoran Baru, Jakarta, 27 September 2022/Istimewa

Meski Eddy membantah jika disebut membantu mengurus RUPS itu, ia mengaku membuatkan memo untuk anak buahnya, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, untuk mengurus akta perusahaan PT Citra Lampia. Dalam memo itu, Eddy menulis, "Tolong Pak Dirjen diproses sesuai aturan." Helmut pun kembali menyetor US$ 200 ribu (Rp 3 miliar) kepada Yogi di ruang kerjanya pada Agustus 2022 begitu perubahan akta PT Citra Lampia terbit.

Namun tiba-tiba Direktur Jenderal Administrasi mencabut surat penerimaan perubahaan akta yang diajukan Helmut Hermawan dan malah menerbitkan kepengurusan baru PT Citra Lampia yang diajukan Zainal Abidinsyah Siregar. Rupanya, gugatan-gugatan di kepolisian itu belum berlalu dan Zainal mengklaim sebagai pemilik perusahaan tersebut.

Penerbitan akta perusahaan PT Citra Lampia yang diajukan Zainal diikuti dengan pengembalian uang Rp 7 miliar. Pengembalian itu agaknya dilakukan sepengetahuan semua orang. Soalnya, Wakil Menteri Eddy Hiariej mengirim pesan WhatsApp kepada Helmut pada 17 Oktober 2022. “Pengembalian ini semata-mata sebagai tanggung jawab moral Yosi dan tim yang belum berhasil menangani kasus, My Bro,” tulis Eddy.

Helmut memerintahkan anggota stafnya mengirim kembali uang itu ke rekening Yosi. Ia mengaku ikhlas memberikan uang itu karena pernah dibantu Eddy dan timnya saat tengah beperkara di kepolisian. “Bagaimanapun Eddy punya jasa,” tuturnya.

Yosi Andika mengatakan ia mengembalikan Rp 7 miliar itu karena sakit hati atas ucapan Anita, perempuan yang mengenalkan Helmut kepada Eddy. Anita, dia mengungkapkan, pernah melontarkan kekecewaan karena Yosi gagal mengurus pengesahan akta PT Citra Mandiri kubu Helmut. “Padahal saya tidak bekerja untuk Anita,” ucap Yosi.

Klaim akta dua kubu/Tempo

Adapun Eddy membantah jika disebut menerima uang Helmut. “Satu sen pun tidak ada,” ujarnya. Ia hanya mengakui menjadi mediator antara Helmut dan Yosi. Helmut mengklaim selalu memberi tahu Eddy setiap kali mengirim uang ke rekening Yosi. Begitu juga ketika ia mengirim balik uang Rp 7 miliar. Ia heran mengapa Yosi bisa mengembalikan uang yang dulu dia kirim. "Kok, masih utuh?" kata Helmut.

Kronologi dan cerita setoran uang itu sampai ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch, melaporkan Eddy Hiariej menerima gratifikasi Rp 7 miliar. KPK sudah memeriksa Eddy pada Jumat, 10 Maret lalu. "Aku hanya diperiksa sepuluh menit," tuturnya. Menurut dia, KPK berfokus menggali keterangan dua orang dekatnya, Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. 

•••

RIBUT-RIBUT soal gratifikasi Rp 7 miliar untuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej terbuhul ke urusan saling gugat antara Helmut Hermawan dan Zainal Abidinsyah Siregar jauh sebelumnya. Pada waktu itu Helmut memakai jasa hukum pengacara Suriya Aifan. Ia bahkan mengangkat Suriya menjadi Direktur Utama PT Citra Lampia saat ia mendekam dalam bui polisi pada 2020. Menurut Helmut, Suriya memakai US$ 1 juta untuk mengurus pelbagai urusan hukum para direktur PT Citra Lampia Mandiri. "Setelah uang keluar, kami bebas," ujarnya.

Namun urusan hukum Helmut tak hanya satu. Zainal Siregar juga menggugat Helmut ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ihwal perjanjian jual-beli bersyarat antara PT Citra Lampia Mandiri dan PT Assera Mineralindo Investama. Rupanya, ada transaksi pembelian saham pada 17 Januari 2019 senilai US$ 23,5 juta. Uang ini setara dengan 85 persen saham PT Citra Lampia. Namun, selama enam bulan hingga 17 Juli 2019, perusahaan Zainal Siregar hanya menyetor US$ 2 juta.

Zainal berdalih Helmut Hermawan tak kunjung menyelesaikan uji kelayakan. Soalnya, PT Citra Lampia mengklaim menguasai 10 ribu hektare area konsesi tambang nikel. Nyatanya, area konsesi itu hanya 2.660 hektare. Melalui gugatan ke BANI, Zainal ingin Helmut mengembalikan US$ 2 juta tersebut. Helmut berdalih uang tersebut ditransfer dari sebuah perusahaan cangkang di Singapura yang tak memiliki nomor rekening.

Area konsesi PT Citra Lampia Mandiri di Desa Harapan, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, 23 Maret 2023/Tempo/Didit Hariyadi

Kepada Helmut, Suriya mengklaim menemui banyak orang untuk mendamaikan urusan hukum yang membelit PT Citra Lampia. Salah satu yang ia datangi adalah Andi Syamsuddin Arsyad. Pengusaha tambang batu bara itu populer dengan panggilan Haji Isam. Lewat Haji Isam, Suriya bisa menemui Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto.

Suriya berkata kepada Helmut bahwa Haji Isam dan Agus berjanji membantu menangani sengketa bisnis itu. Syaratnya, mereka mendapat 45 persen saham PT Citra Lampia. Haji Isam tak kunjung membalas permintaan konfirmasi Tempo. Tapi Junaidi, pengacaranya, mengatakan Haji Isam tak pernah meminta saham PT Citra Lampia. "Yang punya saham saya, tapi tak besar," katanya. Sementara itu, Agus membantah klaim Suriya tersebut.

Helmut mengaku tak tahu mana klaim yang benar. Soalnya, setelah polisi menghentikan penyidikan, Zainal Siregar menggugat penghentian penyidikan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di sini hakim mengabulkan gugatan praperadilan tersebut. "Klien kami ditipu karena mereka tidak mau menerbitkan 50 persen saham baru sesuai dengan perjanjian," tutur Dion Pongkor, pengacara Zainal, ihwal wanprestasi Helmut Hermawan.

Kemenangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu membawa kembali Helmut dan empat direktur PT Citra Lampia ke rumah tahanan polisi. Helmut mendekam selama 22 hari. Sementara itu, empat orang lainnya ditahan selama sekitar 33 hari. Menurut Helmut, kali ini ia dan kawan-kawannya bisa keluar tahanan atas bantuan politikus Partai Golkar, Idrus Marham, yang pernah menjadi Menteri Sosial.

Baru bisa menghirup udara segar, Helmut terkejut oleh penerbitan akta baru PT Asia Pacific Mining Resources yang menjadi induk PT Citra Lampia Mandiri di Kementerian Hukum dan HAM. Penerbitan akta itu menunjukkan Zainal menjadi pemilik saham mayoritas kedua perusahaan tersebut. Kini kubu Helmut yang meributkan keputusan itu. “Di sini Kanda Idrus Marham masuk,” ujar Helmut.

Menurut Helmut, Idrus Marham berusaha menghubungkannya dengan Haji Isam. Idrus dan Haji Isam sama-sama dari Sulawesi Selatan. Tapi, sebelum itu, Idrus menyarankan Helmut menemui Amran Sulaiman dulu. Amran adalah mantan Menteri Pertanian yang pernah menjadi Komisaris Utama PT Jhonlin Agro Raya, perusahaan perkebunan Haji Isam.

Idrus Marham lalu mengatur pertemuan di sebuah restoran Jepang di Hotel Pullman, Jakarta, pada 19 September 2022. Helmut ditemani dua direktur PT Citra Lampia, Thomas Azali dan Valentinus Domen. Rupanya, selain menghubungi Amran dan Haji Isam, Idrus mengontak Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej untuk datang. "Saya hanya coba membantu," tutur Idrus.

Dalam pertemuan itu, Helmut menjelaskan, Amran meminta saham 45 persen jika berhasil membantu urusan hukum Helmut. Ia keberatan karena porsi saham itu terlalu besar. Helmut sempat bertanya kepada Hiariej tentang jumlah saham itu. “Saya tanya: 'Berani Pak Wamen?' Dia bilang enggak berani,” katanya.

Eddy Hiariej juga mengakui adanya pertemuan itu. Ia mengatakan pertemuan tersebut bertujuan mendamaikan para pihak yang bersengketa. Ia menyarankan Helmut bersedia berdamai. “Sengketa perdata makan waktu panjang,” ucapnya. Karena itu, Idrus kembali mengundang Helmut dan Eddy ke rumah Haji Isam di Jakarta Selatan. Tapi pertemuan kembali tak membawa hasil.

Haji Isam akhirnya turun tangan. Pada 27 September 2022, mereka kembali berkumpul. Kali ini, Haji Isam mendatangkan orang baru yang disebutnya sebagai pemilik awal PT Citra Lampia, Willem Jan van Dongen. Kepada Haji Isam, pengusaha asal Belanda itu mengaku disingkirkan Helmut dari perusahaan tersebut. "Setelah mendengar penjelasan Willem, kami pikir enggak benar juga Helmut ini," ujar Idrus Marham.

Dalam pertemuan itu, Helmut mengungkapkan, Haji Isam tetap meminta saham 45 persen, dengan tambahan masing-masing 12,5 persen untuk Eddy dan Idrus. Ia juga meminta pembayaran ganti rugi kepada Zainal Abidinsyah US$ 15-20 juta karena turut mengurus perkara ini. Idrus dan Eddy membantah adanya pembagian saham ini.

Toh, Helmut mengaku bingung atas permintaan itu. Setelah meminta waktu berpikir, ia mengabarkan melalui Idrus bersedia membagi saham perusahaannya kepada Haji Isam. Ia menduga informasi ini tak sampai dengan tepat kepada Haji Isam. Soalnya, tiba-tiba saja Haji Isam dan Junaidi sudah menjadi pemilik saham PT Citra Lampia yang didaftarkan Zainal Abidinsyah. Zainal mendaftarkan akta PT Asia Pacific dan PT Citra Lampia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM hanya dalam hitungan jam pada 13 September 2022. Menurut Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej, proses kilat pengurusan akta wajar karena semua proses memakai sistem elektronik.

Di data Kementerian Hukum per 22 November 2022, nama pemegang saham dan jajaran direksi PT Citra Lampia telah berubah. PT Ferolindo Mineral Nusantara menjadi pemilik saham mayoritas perusahaan senilai Rp 12,13 miliar. Di Ferolindo, Haji Isam dan Evi Celiyanti memiliki saham masing-masing 173 lembar, sedangkan Junaidi 53 lembar. Evi Celiyanti tak lain istri Kepala Badan Reserse Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto. Adapun Junaidi dan Willem van Dongen tercatat sebagai komisaris.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan melakukan penangkapan kepada eks Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan/Antara/Istimewa

Sebulan kemudian, pada 9 Desember 2022, nama Evi hilang dari perusahaan PT Ferolindo. Kepemilikan sahamnya beralih kepada Junaidi. Menurut Komisaris Jenderal Agus Andrianto, ada pihak yang mencatut nama istrinya di perusahaan itu. Ia mengklaim istrinya tak tahu urusan bisnis tambang. “Dia enggak tahu urusan seperti itu,” katanya.

Junaidi mengklaim Haji Isam tak memiliki kepentingan dalam sengketa Helmut versus Zainal Abidinsyah. Meski sudah lama mengenal Zainal, tutur Junaidi, Haji Isam tertarik cawe-cawe dalam urusan keduanya untuk menyelamatkan uang negara yang harus disetor PT Citra Lampia Mandiri. Mustafa Silalahi, Riky Ferdianto, Erwan Hermawan

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus