Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Tak Keberatan Penuhi Pasar Domestik

Meski lebih suka ekspor karena harganya tinggi, produsen minyak sawit dalam negeri menyatakan akan memenuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik bahan baku minyak goreng. 

 

31 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kebutuhan untuk produksi minyak goreng domestik hanya 10 persen dari total produksi minyak sawit nasional.

  • Stok bahan baku minyak goreng diklaim aman.

  • Kenaikan harga minyak goreng lebih disebabkan oleh melonjaknya harga minyak sawit mentah.

JAKARTA – Para produsen minyak sawit di dalam negeri menyatakan tak keberatan mengikuti kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO). Pasalnya, kebutuhan bahan baku minyak goreng untuk pasar dalam negeri saat ini hanya mencapai 10 persen dari total produksi minyak sawit mentah nasional yang sebesar 46,88 juta ton pada 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengatakan, dari total produksi nasional tersebut, sebanyak 65 persen dijual ke pasar luar negeri. Sisanya, termasuk 10 persen untuk produksi minyak goreng, diserap pasar lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tentu saja perusahaan lebih suka mengekspor karena pasarnya lebih besar. Namun tidak mungkin perusahaan tidak mau berkorban memenuhi kebutuhan domestik,” kata Sahat kepada Tempo, akhir pekan lalu.

Karena minyak sawit mentah merupakan komoditas berorientasi ekspor, Sahat melanjutkan, harganya pun tidak bisa lepas dari gejolak pasar dunia. "Yang pasarnya sebesar 65 persen inilah yang menentukan harga kelapa sawit. Pasar domestik tidak mungkin menentukan harga. Pelaku usaha bisa rugi kalau harga bagus untuk ekspor, tapi dijual rendah.”

Kendati demikian, ujar Sahat, kalangan pengusaha tetap mendukung kebijakan DMO sebesar 20 persen dari volume minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang diekspor perusahaan. Ia juga bersepakat soal penetapan patokan harga domestik (domestic price obligation/DPO) bagi minyak sawit mentah dan olein.

Dalam pengumuman kebijakan DPO dan DMO, Kamis lalu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, memastikan kebijakan ini tidak akan banyak mempengaruhi kinerja ekspor CPO. Dia mengatakan selama ini kebutuhan CPO dalam negeri selalu terpenuhi. "Penentuan volume DMO minyak sawit sudah sesuai dengan pasokan domestik selama ini. Penerapan kewajiban ini akan lebih memastikan bahwa pasokan domestik terjamin.”

Seorang pekerja memeriksa kualitas minyak sawit mentah di Sumatera Utara. REUTERS/Tarmizy Harva

Meski demikian, Wisnu tidak memungkiri adanya potensi penurunan ekspor dalam jangka pendek. Tapi, ujar dia, penurunan volume tersebut dapat terkompensasi oleh harga CPO yang terkerek. "Harga CPO internasional bisa naik dan penurunan volume ini akan terkompensasi oleh kenaikan harga di pasar internasional," ujar Wisnu.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Tofan Mahdi, menjelaskan, pembentukan harga minyak sawit di Indonesia sudah sesuai dengan mekanisme pasar. Ia mengatakan sejatinya saat ini tidak ada kelangkaan bahan baku minyak goreng di dalam negeri. "Stok minyak sawit untuk bahan baku minyak goreng sangat cukup," ujar Tofan. "Kenaikan harga minyak goreng lebih disebabkan oleh harga CPO-nya yang sedang tinggi."

Dengan adanya sejumlah aturan baru, kata Tofan, pengusaha berharap harga minyak goreng bisa stabil dan pasokannya terjamin, tanpa mengganggu kinerja ekspor minyak sawit. “Namun kami masih menunggu pelaksanaan teknisnya nanti seperti apa karena belum ada best practice terkait dengan DPO dan DMO ini," ujar Tofan.

Dampak dari kewajiban pemenuhan domestik, menurut Tofan, secara otomatis akan menurunkan suplai minyak sawit dari Indonesia ke pasar global. Tapi ia belum bisa memastikan apakah hal ini bakal memicu kenaikan harga atau tidak. "Kami terus memantau perkembangan situasi di lapangan.”

Dukungan terhadap kebijakan DPO dan DMO minyak sawit juga datang dari Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung. Ia mengatakan, demi menjamin ketersediaan dalam negeri, aturan ini sudah sesuai. "Namun hanya untuk kebutuhan konsumen tertentu, seperti kebutuhan minyak goreng gotong royong," kata dia.

Gulat berpendapat pemerintah bisa memfasilitasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta petani untuk memproduksi minyak goreng murah. Pengusaha kecil dan petani pun, kata dia, perlu didorong agar bermitra dengan produsen minyak goreng untuk memenuhi kewajiban DMO. Menurut dia, idealnya implementasi kebijakan itu dilakukan permanen agar memberikan manfaat ganda ekonomi sawit yang lebih tinggi.

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus