KOMITE Sentral Partai Pekerja Sosialis Hungaria pada 1987 memutuskan untuk mewawancarai semua anggotanya yang berjumlah 880.000. Hasilnya, 46.000 orang tak lagi menjadi anggota. Perinciannya, 40.000 mengundurkan diri secara sukarela, sisanya dipaksa mundur karena banyak hal, antara lain karena melanggar disiplin. Yang menarik, mereka yang mundur secara sukarela sependapat bahwa kebijaksanaan Partai sudah terlalu liberal. Artinya, negeri yang menjadi komunis pada 1947 ini, setelah dibebaskan dari Jerman oleh Soviet, sebelum 1987 sudah menganut konsep liberal. Memang, 30 tahun sebelum glasnost dan perestroika lahir di Soviet, Hungaria pernah mempraktekkan kedua model pembaruan itu. Bahkan lebih jauh lagi. Kala itu Perdana Menteri Imre Nagy mau menyontek sistem ekonomi kapitalis negara tetangganya, Austria. Sementara itu, dalam segi politik Nagy memilih garis netral seperti Swedia. Sayang, sebelum ide "liberal" itu membuahkan sesuatu, Moskow sudah berang. Apalagi ketika Hungaria mengancam akan mengundurkan diri dari Pakta Warsawa. Tank-tank tentara merah kontan menyerbu Budapest, ibu kota Hungaria, dengan cepat dan kejam. Ratusan ribu korban jatuh. Operasi Moskow dalam seminggu memenjarakan ribuan anggota Partai Pekerja. Imre Nagy, yang dianggap sebagai biang keladi, pada 1958 dihukum gantung. Naiklah Janos Kadar sebagai Sekjen Partai sampai tahun lalu. Pemimpin yang dikatrol oleh pihak Soviet ini mendapat julukan "Jagal dari Budapest". Bisa dimengerti, sebab dialah yang dianggap bertanggung jawab mengundang datangnya tank-tank Soviet. Tapi karena itu Soviet menghadiahkan kepadanya kebebasan mengatur ekonomi negerinya, asal rakyat negeri ini tak banyak cingcong mengenai kehadiran tentara Soviet. Dengan bantuan para ahli ekonominya, Kadar pelan-pelan menuju sistem kapitalis. Ia disebut-sebut sebagai pemimpin yang sukses berakrobat: satu kaki, yakni politik, di sosialisme kaki yang lain, ekonomi, di kapitalisme. Karena itu, sistem ekonomi Hungaria sering diejek sebagai "ekonomi Goulash" artinya "asal tak banyak cingcong terhadap kehadiran pasukan Soviet". Upaya ekonomi Kadar baru benar-benar mirip sistem kapitalisme pada 1968, dengan perencanaan ekonomi yang disebutnya Mekanisme Ekonomi Baru (MEB). Dengan itu, para pengelola pabrik diberi hak menentukan macam produk yang dihasilkan, para petani diizinkan menjual sebagian hasil panen ke pasar bebas, dan mereka yang berbakat didorong untuk membuka usaha kecil-kecilan. Dalam waktu singkat ekonomi Hungaria ceria. Perusahaan swasta tumbuh subur. Di sektor pertanian, negeri ini menjadi satu-satunya anggota Pakta Warsawa yang bisa mengekspor pangan. Dan untuk menarik modal asing, pada 1983 Kadar membebaskan bea masuk bahan baku bagi perusahaan yang berpatungan dengan modal asing. Karena itu, tahun lalu ada sekitar 100 perusahaan di Hungaria yang punya rekanan dari Jerman Barat dan Austria. Langkah "kapitalisme" Kadar rupanya terus melaju. Pada 1985 ia mengadakan perubahan radikal dalam sistem manajemen perusahaan, menjadi sangat berbau kapitalis. Gaji pegawai ditentukan berdasarkan keuntungan, dan pemecatan dihalalkan bila perusahaan merugi. Setahun kemudian, agar pemerintah tak lagi dibebani subsidi kelewat berat, undang-undang kebangkrutan disahkan. Maka, pemerintah tak lagi wajib mensubsidi perusahaan atau koperasi yang merugi. Dipadu dengan pelonggaran peredaran media massa asing, kebebasan melancong ke luar negeri, dan penghasilan per penduduk yang rata-rata US$ 4.180 per tahun -- hampir 9 kali dari Indonesia -- perilaku orang Hungaria pun berubah. Mereka jadi keranjingan kerja rangkap, agar bisa berbelanja pakaian model mutahkir dari Eropa Barat serta barang elektronik buatan Jepang. Itulah, ketika Gorbachev sebagai pemimpin baru Soviet pertama kali bertemu Janos Kadar yang diucapkannya adalah bahwa ia ingin meniru sistem ekonomi Hungaria. Tapi di balik kisah sukses itu, ada pula sisi gelapnya. Utang luar negeri makin keras mencekik Hungaria. Dalam 3 tahun, 1983 sampai 1986, utang melesat dari US$ 8 milyar menjadi US$ 17,7 milyar. Hingga 40% pendapatan ekspor dikorbankan untuk mencicil utang itu. Dan akibat dihalalkannya pemecatan serta dibiarkannya perusahaan yang bangkrut, angka bunuh diri melesat, tertinggi di Eropa. Tiap tahun rata-rata 43,5 orang per 1.000 orang Hungaria tewas di tangannya sendiri. Mereka yang bunuh diri bukan saja yang kehilangan pekerjaan, tapi juga mereka yang dihinggapi depresi mental lantaran harapan yang terus melambung dan kerja yang makin keras -- kenaikan gaji tak sesuai dengan kenaikan harga barang, sementara gaya hidup mewah telanjur jadi "ideologi". Akhirnya, pembaruan yang pincang itu sampai di depan masalah dasar: pembangunan ekonomi Kadar bentrok dengan birokrasi Partai sebagai penguasa tertinggi. Para pejabat tinggi Partai akhirnya tak tahan menghadapi Mekanisme Ekonomi Baru-nya Janos Kadar. Positifnya, bukan lantas MEB dikesampingkan dan kembali sistem "ekonomi sosialisme" diterapkan. Itu jelas tak mungkin karena Soviet sudah menggelindingkan perestroika dan glasnost. Para pemimpin baru Hungaria percaya, negerinya membutuhkan pembaruan total: ya ekonomi, ya politik. Maka, pertengahan bulan Mei tahun lalu, lewat sidang khusus, posisi Janos dipindahkan dari Sekjen Partai ke kursi presiden, yang sebenarnya sekadar jabatan simbolis. Negeri Sosialis yang lebih banyak punya anggota Gereja Katolik Roma (6 juta) daripada anggota Partai (880.000) ini membutuhkan pemimpin yang lebih pembaru. Muncul Karoly Grozs sebagai Sekjen Partai. Ia segera menerapkan pajak pertambahan nilai, yang cuma dikenal di negara nonkomunis, untuk mengerem inflasi. Perusahaan swasta diberi kebebasan untuk bersaing dengan perusahaan negara, dengan memberi jatah 30 (dari 4% di zaman Janos Kadar) dari keseluruhan investasi. Mereka juga boleh mencari utang di luar negeri. Di bidang politik -- ini yang ditunggu-tunggu Grozs mengizinkan sistem multipartai. Kini terdapat sekitar 15 partai di luar Partai Pekerja Sosialis. Soal bagaimana hak dan kewajiban partai-partai itu, tahun depan akan ditentukan lewat referendum. Lebih nekat lagi, referendum itu juga akan memutuskan apakah kalimat "Partai Pekerja Sosialis sebagai pemimpin" dalam konstitusi akan dihilangkan atau tidak. Dan di awal tahun ini Imre Nagy, yang dihukum gantung pada 1956 tak lagid isebut "kontra-revolusi". Hungaria makin jauh meninggalkan sosialisme.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini