Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah desa di Klungkung, Bali, dikenal sebagai pusat tenun. Desa Sulang pun sama dengan Desa Geolgel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tenun mulai dikenal pada abad ke-18. Semula kain tenun endek hanya dikenakan kaum bangsawan atau untuk upacara di pura. Kini kain dikenakan sehari-hari, juga sebagai seragam berbagai instansi, bahkan juga menjadi bahan bagi para desainer busana berkreasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artikel lain:
Lezatnya Sate Ayam dengan Salad Bali, Ayo Coba Resepnya
Nikmatnya Sate Lilit Khas Bali dengan Resep yang Turun Temurun
Gaya Kasual Chrissy Teigen Saat Liburan Bersama Keluarga di Bali
Inka Williams, Gigi Hadid Versi Bali
Di Gelgel, tenun endek dan songket pun mudah ditemui. Di Jalan Raya Gelgel saja ada Dian’s Rumah Songket dan Endek, selain Pertenunan Astiti.
Para penenun umumnya berusia 30-40 tahun. Mereka memulai kerja memintal benang atau ngulak sesuai dengan corak yang telah disiapkan.
Tenun Endek. TEMPO/Bintari
Nyoman Sudira, pemilik Pertenunan Astiti, mengungkapkan tenun endek punya motif asli, di antaranya wajik atau ceplok. Namun, secara umum, corak endek meniru pola songket yang umumnya banyak meniru bentuk alam, termasuk flora atau patra.
Pada umumnya, bagi umat Hindu, kembang melambangkan kesucian hati. Selain itu, fauna atau karang banyak melambangkan sifat dewa. Disamping itu, ada juga corak dari tokoh pewayangan.
Yang menjadi corak khas Gelgel adalah burung merak, bintang, bulan, digabung dengan motif kembang-kembang atau sulur alias tumbuhan menjalar. Soal warna, trennya berubah-ubah.