SETELAH 12 tahun menanti, Anly Cenggana, warga Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya, sejak Kamis silam resmi mengantongi KTP dengan pencantuman agamanya. "Ini KTP pertama bagi warga Kong Hu Cu di Jawa Timur," ujar Anly.
Larangan pencantuman agama Kong Hu Cu ditabukan sejak 1978, menyusul Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, yang cuma mengakui lima agama—Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha—dalam penerbitan KTP. Akibatnya, jika ingin punya KTP, para pemeluk Kong Hu Cu, kata Anly, "Mesti memilih agama Buddha atau Kristen."
Diskriminasi terhadap warga keturunan ini mestinya telah berakhir pada Maret 2000. Menteri Dalam Negeri, Soerjadi Sudirdja, ketika itu mengizinkan pencantuman Kong Hu Cu dalam KTP. Sayangnya beleid dari pusat ini tidak jalan di level bawah. Tak berdiam diri, pemeluk Kong Hu Cu sempat dua kali menggugat Dinas Catatan Sipil Kota Surabaya karena menolak pencantuman Kong Hu Cu di KTP warganya. Yang satu dimenangkan Budi Wijaya di tingkat Mahkamah Agung, enam tahun silam. Tapi gugatan Charles T., dua tahun lalu, kandas di pengadilan tinggi.
Namun kegembiraan Anly ternyata tak bertahan. Akhir pekan lalu, Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kota Surabaya, Bambang Subagio, mengakui penerbitan KTP untuk Anly dengan pencantuman agama Kong Hu Cu "merupakan kesalahan teknis". Soalnya, harus menunggu Menteri Agama "mengakui Kong Hu Cu sebagai agama."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini