Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kepala Kambing Atau Daging Babi ?

Phio, selembar kertas bertulisan huruf Cina kode-kode tertentu, beredar di kalangan pedagang di tanjungpinang. Phio bersumber pada praktek bank gelap yang sedang diusut, bank-bank ini berani menjual valuta.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PHIO bukan alat pembayaran yang sah. Meskipun begitu selembar kertas bertulisan huruf Cina dengan kode-kode tertentu itu beredar luas di kalangan pedagang, khususnya nonpri Cina di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Kertas itu bisa untuk transaksi dagang, bisa juga untuk berjudi. Phio bersumber pada praktek bank gelap yang jumlahnya belasan di Tanjungpinang dan mulai diusut pertengahan November silam. Tapi rupanya hingga kini belum ditindak pihak berwajib. Masih mengambang, kata orang sana. Atau menurut Polri Kores 404 Kepulauan Riau, "masih diperlukan bukti tambahan sebelum perkara itu dilimpahkan ke kejaksaan." Beberapa orang yang diduga pelaku atau kaki-tangan bank gelap itu sudah diperiksa meskipun tidak ditahan. Semenjak pecah berita tentang digunakannya dollar Singapura sebagai alat pembayaran umum di Kepulauan Riau, perhatian dari pusat lebih tersorot ke sana. Apalagi tatkala akhir November Bupati Murwanto melarang pemilikan dan penggunaan uang asing di kawasan itu, disertai ancaman hukuman 15 tahun bagi yang tidak mematuhinya. Awal Desember Gubernur Pembantu Bank Indonesia, Durmawel Achmad SH, berkunjung ke sana. Di hadapan Muspida Durmawel tidak mempermasalahkan pemilikan dan penggunaan valuta asing yang dilarang Bupati, meskipun kemudian larangan itu dicabut. Memang larangan itu cukup ganjil. Tapi tidak kurang aneh adalah praktek bank gelap yang sudah 10 tahun berjalan. Dipelihara Praktek bank gelap sebelum 1970 sudah berlangsung secara kecilkecilan. Makin lama terus berkembang dan diorganisasikan dengan baik. Modalnya pun selain dari nasabah, juga diatur dari pengusaha di Singapura dan Jakarta," begitu sumber TEMPO yang paham liku-liku operasi bank gelap. Disebutkannya juga ada dua bank gelap yang kuat, satu berpusat di toko V dan satunya lagi di toko RS. Dari 1300 pengusaha di Tanjungpinang, 70% diperkirakan sebagai nasabah mereka. Ada pun sasaran utama bank gelap ialah perdagangan valuta asing, khususnya dollar Singapura. Kerja mereka tidak repot. Mereka membeli draft-draft dari bank valuta yang resmi, yaitu BNI 46 dan BDN dengan nilai ratusan ribu dollar. Ini terbukti dari penjualan draft di BNI 46 dan BDN sampai S$22 juta lebih selama 3 bulan terakhir ini. Di BNI 46 misalnya pernah dalam sehari terjual S$ 500.000. Dengan modal sekian, bank gelap menjual dollar Singapura kepada para nasabah yang umumnya memerlukan valuta asing itu dalam jumlah kecil antara S$ 1.000 sampai S$ 10.000. Kelebihan bank gelap, mereka berani menjual lebih rendah beberapa point dari harga jual bank-bank valuta resmi. Pada November 1981 misalnya, tatkala harga jual resmi bergerak antara Rp 311,50 - Rp 314 untuk S$ 1, bank gelap berani melepas antara Rp 308 - Rp 310. Begitu pula harga beli untuk S$ 1 bergerak antara Rp 306, 50 - Rp 308. Dengan keuntungan beberapa point itu nasabah lebih tertolong karena tidak harus menunggu lama, seperti di bank valuta resmi. Para pembeli segera menerima phio-phio yang bisa ditukarkan di mana saja relasi dagang mereka berada, tidak terkecuali di Singapura. Satu kemudahan lain yang diberikan kepada para nasabah ialah bank gelap selalu bersedia menombok andaikata deposito nasabah kebetulan kurang dari jumlah yang diperlukan. Lagipula menurut beberapa pengusaha, bank valuta resmi tidak bergairah melayani pembelian draft yang bernilai rendah, kecuali S$ 10.000 ke atas. Ada dugaan, praktek mempersulit pembelian semacam itu sebagai disengaja oleh oknum-oknum bank pemerintah untuk memberi kesempatan bank-bank gelap beroperasi. Tapi kalangan bank pemerintah membantah. "Draft dengan nilai S$ 500 pun dilayani dan beres dalam waktu 5 menit," kata sumber TEMPO di BNI 46. Ditambahkannya bahwa kalangan pengusaha dan pedagang di Tanjungpinang belum punya kesadaran perbankan yang baik, lebih suka goyang kaki sambil diurus calo. Satu-satunya pihak yang paling terpukul karena praktek bank gelap ialah CV Orici Va, sebuah perusahaan money changer. "Mereka bisa jual dollar seenaknya dan rendah karena tak kena pajak," kata Mokiatno dari Orici Va. Tapi dia pun tidak begitu gembira akan prakarsa beberapa bank gelap yang belakangan ini sibuk minta izin untuk membuka usaha di bidang tukar-menukar valuta. "Nanti mereka itu menggantungkan kepala kambing, tapi yang dijual daging babi," ujar Mokiatno khawatir. Pihak perbankan di Tanjungpinang juga keberatan, antara lain karena "tak ada jumlah valuta yang akan digaruk dengan perusahaan sebanyak itu," komentar sumber di BNI 46.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus