Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Kontroversi M. Iriawan Jadi Penjabat Gubernur Jawa Barat

Pelantikan Komjen M. Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat diwarnai kontroversi. Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat memilih memboikotnya.

19 Juni 2018 | 06.46 WIB

Penjabat (Pj) Gubernur Jabar M. Iriawan dan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa memastikan koordinasi dan konsolidasi akan berjalan maksimal. (foto: Dok. Jabar)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Penjabat (Pj) Gubernur Jabar M. Iriawan dan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa memastikan koordinasi dan konsolidasi akan berjalan maksimal. (foto: Dok. Jabar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pelantikan Komisaris Jenderal M. Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat diboikot anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari Partai Gerindra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Aksi boikot ini berawal dari pesan yang berasal dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerindra Jawa Barat Mulyadi. "Dengan segala pertimbangan atas dasar aturan dan konsultasi dengan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Bidang Hukum, meminta kepada seluruh anggota Fraksi Gerindra DPRD Provinsi tidak menghadiri acara pelantikan Plt (pelaksana tugas) Gubernur Jabar hari ini," kata Mulyadi dalam pesan yang beredar itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Barat Ricky Kurniawan mengatakan aksi boikot itu merupakan bentuk perlawanan terhadap keputusan pemerintah. "Kami patuh terhadap instruksi struktur partai dari DPD sampai DPP," ujarnya, Senin malam, 18 Juni 2018.

Mereka mempersoalkan status Iriawan yang berlatar profesi di kepolisian. Keputusan boikot dengan absen secara total itu hanya berlaku di internal partai. "Kami tidak mengajak partai lain," ucap Ricky.

Meski tak mengajak partai lain, anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang merupakan sekutu politik Gerindra, juga banyak yang absen dalam acara pelantikan di Gedung Merdeka pada Senin itu.

Komjen M. Iriawan mengucap sumpah jabatan saat dilantik menjadi pejabat sementara Gubernur Jawa Barat di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin, 18 Juni 2018. Kementerian Dalam Negeri menunjuk Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) M. Iriawan sebagai pejabat sementara Gubernur Jawa Barat. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Dari 12 anggota DPRD PKS, hanya satu yang terlihat menghadiri pelantikan M. Iriawan. Namun Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah PKS Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya membantah pihaknya ikut memboikot acara pelantikan M. Iriawan. "Tidak ada boikot absen pelantikan. Kami resmi menugaskan seorang anggota Dewan sebagai perwakilan," tuturnya, Senin malam.

Aksi boikot Partai Gerindra didasari penolakan terhadap seorang perwira Polri yang menjadi penjabat gubernur. Ricky mengatakan ada kekhawatiran pelantikan M. Iriawan akan berpengaruh pada pemilihan kepala daerah atau pilkada Jawa Barat 2018. Iriawan dikhawatirkan tidak netral dalam perhelatan lima tahunan itu.

Musababnya, salah satu calon wakil gubernur adalah Anton Charliyan, yang merupakan mantan Kepala Polda Jawa Barat. Anton berpasangan dengan TB Hasanuddin sebagai calon gubernur dengan nomor urut dua. Pasangan ini disokong partai pendukung utama pemerintah, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Menurut Ricky, spekulasi itu bukan bentuk buruk sangka. Menurutnya, dalam agama Islam, penempatan Iriawan oleh pemerintah masuk kondisi fitnah. "Seperti kalau saya masuk kamar mandi bersama perempuan bukan muhrim, di luar ada bisik-bisik," katanya.

Penunjukan perwira Polri aktif sebagai penjabat gubernur pernah menjadi polemik pada Februari lalu. Saat itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo diketahui menyiapkan jenderal polisi sebagai penjabat gubernur menggantikan gubernur yang sudah habis masa tugasnya.

Nama M. Iriawan saat itu muncul sebagai calon penjabat gubernur Jawa Barat. Kritik kemudian berdatangan.

Komisioner Ombudsman RI Laode Ida saat itu mengatakan setidaknya ada tiga hal yang secara jelas melarang penunjukan tersebut. Ketiganya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa baik anggota TNI maupun Polri dilarang terlibat politik praktis. "Sekarang dalam aturan yang tersedia tidak boleh," ujar Laode pada 12 Februari 2018 lalu.

Adapun Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mengatakan penunjukan perwira Polri sebagai penjabat gubernur berpotensi menggerus netralitas lembaga tersebut. Selain itu, ada aturan yang dilanggar, yaitu Pasal 201 ayat 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pilkada, yang menyebutkan jabatan sementara kepala daerah diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil.

Setelah lama rencana ini tak terdengar lagi, ternyata Presiden Joko Widodo atau Jokowi tetap menunjuk M. Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat. Iriawan menggantikan Ahmad Heryawan, yang lengser pada 13 Juni lalu. Ia akan menjabat hingga Gubernur Jawa Barat yang baru terpilih dalam pilkada Jawa Barat 2018.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono mengatakan polemik sempat mencuat saat pengumuman nama Iriawan menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat karena posisinya anggota polisi aktif dengan jabatan Asisten Bidang Operasi Kapolri. “Karena itu, polemik yang dulu dihentikan dan dibatalkan pengangkatan pejabat struktural Polri menjadi penjabat gubernur," ucapnya.

Menurut Soni, Kementerian Dalam Negeri memahami perwira Polri bisa diangkat jika posisinya menduduki jabatan sipil sebagai dirjen, inspektur, sekretaris utama, dan sekretaris jenderal. "Pak Iriawan karena digeser menjadi Sestama Lemhanas, kemudian bintang tiga. Karena itu, posisinya dimungkinkan secara aturan untuk menjadi penjabat gubernur. Dia sudah ASN (aparatur sipil negara) karena dia sudah termasuk jabatan sipil utama,” tuturnya di Bandung, Senin.

Soni berargumen, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2002 juga mengatur Iriawan tidak perlu mengundurkan diri menjadi anggota polisi karena Lemhanas termasuk lembaga negara yang boleh dijabat tanpa perlu mengundurkan diri dari Polri. “Pak Iriawan itu menjadi penjabat gubernur bukan karena ‘polisinya’, tapi karena posisinya sebagai Sekretaris Utama Lemhanas. Kalau Pak Iriawan di Lemhanas tidak menjadi posisi apa-apa, tidak bisa menjadi penjabat gubernur,” katanya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga mengklaim penunjukan Iriawan sudah sesuai dengan aturan. “Lho, itu kan orang curiga, belum-belum curiga. Enggak mungkin, toh, saya mengusulkan orang yang kemudian menjerumuskan Bapak Presiden. Kan tidak mungkin,” ujar Thahjo setelah pelantikan Iriawan.

Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi mengatakan langkah Jokowi menunjuk Iriawan menjadi penjabat gubernur demi menjaga situasi kondisi Jawa Barat menjelang pemilihan gubernur. “Saya kira ingin Jabar tetap kondusif,” ucapnya di Bandung, Senin.

Muradi menuturkan situasi kondusif tersebut dibutuhkan Jokowi untuk menjaga momentum di tengah naiknya hasil survei partai-partai pendukung pemerintah di Jawa Barat. “Kalau kita baca 3-4 kali survei Jabar, PDIP dan Golkar hasilnya makin tinggi. Sekarang PDIP sudah di atas 17,9 persen, mendekati perolehan suara yang sama saat pilpres (pemilihan presiden) dan pileg (pemilihan legislatif) yang lalu,” tuturnya.

Muradi menepis kemungkinan penunjukan Iriawan yang berlatar belakang jenderal polisi ini akan menguntungkan salah satu calon dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. Banyak yang menyebut calon nomor dua, TB Hasanuddin-Anton Charliyan, akan diuntungkan dengan penunjukan Iriawan.

"Dalam survei, calon nomor dua masih di bawah satu digit. Dalam sembilan hari ini, saya kira tidak bisa membalikkan itu," kata Muradi. Apalagi, kata dia, masyarakat saat ini tak bisa lagi dipengaruhi seperti pada era Orde Baru.

Justru latar belakang Iriawan sebagai aparat keamanan, kata Muradi, diduga untuk menjamin netralitas ASN dalam pemilihan gubernur. “Di ASN itu yang ditakuti dua, pertama atasan langsung dan kedua aparat keamanan," ujarnya.

M. Iriawan menjamin akan menjaga netralitasnya dalam pilkada Jawa Barat. “Saya ini meniti karier dari bawah. Sampai sekarang alhamdulillah diberikan bintang tiga oleh Yang Maha Kuasa melalui tentunya negara. Itu pertaruhan kalau saya tidak netral,” ucapnya di Bandung, Senin.

Menurut Iriawan, ia ingin sukses di semua sektor. "Saya di Kamtibmas alhamdulillah dianggap cukup berhasil. Saya juga ingin berhasil di bidang pemerintahan sehingga ada catatan sejarah buat saya. Apabila saya sudah tidak ada, dipanggil Yang Maha Kuasa, saya pernah menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat yang betul-betul sesuai dengan on-the-track aturan yang ada,” tuturnya.

AHMAD FIKRI | ANWAR SISWADI | REZKI ALVIONITASARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus