Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TAN Malaka duduk dengan satu manuskrip tergeletak di pahanya, di bangsal yang tersembunyi, di Geylang Serai, Singapura. Saat itu pagi hari, Juni 1926. Keningnya berkilat keringat. āDia baru saja berlatih senam, kegiatan rutin setiap pukul lima pagi,ā tulis Harry A. Poeze, biografer Tan Malaka, dalam bukunya Pergulatan Menuju Republik: Tan Malaka 1925-1945.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo