Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Banjir yang menggenangi sepuluh kota dan kabupaten di Kalimantan Selatan pada pekan lalu sesungguhnya bukan cerita baru.
Provinsi ini hampir saban tahun jadi langganan banjir.
Hancurnya ekosistem DAS Barito di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan memperparah bencana banjir pada pekan lalu.
JAKARTA — Banjir yang menggenangi sepuluh kota dan kabupaten di Kalimantan Selatan pada pekan lalu sesungguhnya bukan cerita baru. Provinsi ini hampir saban tahun jadi langganan banjir. Hanya, banjir di Kalimantan Selatan pada tahun ini meluas dengan limpasan air yang besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono, menyatakan banjir di daerah ini terus berulang setiap tahun akibat kerusakan sejumlah daerah aliran sungai (DAS) yang berada di wilayah tersebut. Menurut dia, banjir yang terus terjadi tiap tahun ini telah menjadi bencana ekologis. “Ini akibat terjadinya kerusakan lingkungan yang masif,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisworo menuturkan, lingkungan yang rusak itu terjadi di ekosistem sepuluh DAS yang ada di wilayah Kalimantan Selatan. Dampaknya, banjir merendam sepuluh kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan pada 12-13 Januari lalu. Bencana ini menewaskan 21 orang dan 63.698 warga mengungsi.
Presiden Joko Widodo menyatakan banjir ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Namun riset hasil kolaborasi Tempo dan Auriga menyebutkan banjir terjadi bukan semata-mata karena faktor hujan. Biang utama penyebab banjir adalah masifnya kegiatan tambang di wilayah DAS Barito yang membentang dari Kalimantan Tengah hingga Kalimantan Selatan. Perusahaan tambang ini merusak kawasan tangkapan air di sekitar sungai.
Kisworo juga memiliki pandangan yang sama. Menurut dia, separuh luas Provinsi Kalimantan Selatan telah dikuasai industri ekstraktif yang melakukan eksplorasi serta eksploitasi lahan dan hutan. Industri tersebut beragam, dari tambang batu bara, perkebunan sawit, hingga eksploitasi perkebunan kayu. Eksploitasi ini terjadi di Kabupaten Balangan, Tabalong, dan area Pegunungan Meratus, yang merupakan kawasan hulu daerah tangkapan air.
Dia menjelaskan, Kalimantan Selatan memiliki puluhan daerah aliran air dengan luas mencapai 2,9 juta hektare. Dari jumlah tersebut, terdapat 1,8 juta hektare menjadi area DAS Barito. Selain itu, terdapat DAS Balangan-Tabalong yang mencapai 569.990 hektare. Kemudian disusul DAS Tapin seluas 46.515 hektare, DAS Riam Kiwa 181.426 hektare, DAS Batulicin 130.479 hektare, DAS Kusan 189.057 hektare, DAS Kemuning 1.502 hektare, dan DAS Basung 986 hektare. Semua DAS itu berada di tengah wilayah provinsi tersebut.
Pada tahun lalu, Walhi juga mengidentifikasi banjir yang terjadi di sejumlah kabupaten. Dua di antaranya terjadi di Kabupaten Balangan dan Tabalong. Kisworo menemukan sembilan titik banjir yang berdekatan dengan area tambang batu bara yang dikuasai oleh PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk. Tahun ini, banjir itu berulang, bahkan lebih parah. Hal yang sama juga terjadi di kawasan Pegunungan Meratus, Kabupaten Tanah Bumbu.
Head of Corporate Communication Adaro Energy, Febriati Nadira, menampik tuduhan bahwa perusahaannya menjadi biang deforestasi dan kerusakan DAS Barito-Kalimantan Selatan dan DAS Balangan-Tabalong. Ia mengklaim, kegiatan penambangan selalu memastikan aspek perizinan dan alas hukum yang menyeluruh. "Sehingga, kegiatan Adaro senantiasa dilaksanakan secara sah berdasarkan hukum yang berlaku," ucap dia.
Sebagai perusahaan publik, Febriati mengklaim, Adaro menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Salah satunya melakukan rehabilitasi daerah tangkapan air di sekitar lokasi operasi tambang. Ia juga menyatakan perusahaan memberi tanaman rehabilitasi DAS kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun lalu. “Bahkan, kami melakukan rehabilitasi di Kabupaten Banjar, wilayah di luar konsesi kami,” kata Febriati.
Investigasi Tempo menemukan Adaro menyisakan bekas-bekas tambang yang masih menganga. Di Kabupaten Balangan dan Tabalong, terdapat sekitar 33 lubang tambang yang berada di lahan konsesi Adaro. Namun hal ini dibantah oleh Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir. Dia menyatakan perusahaannya memenuhi semua ketentuan. "Insya Allah, kami selalu comply, apalagi beberapa kali kami mendapat penghargaan dari Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ucap dia.
Direktur Data Auriga Nusantara, Dedy Pratama Sukmara, menyatakan areal konsesi Adaro menjadi satu di antara penyumbang deforestasi pada sepuluh DAS di Kalimantan Selatan, khususnya DAS Barito di Kalimantan Selatan. Ia juga menemukan 157.321 hektare lahan DAS di provinsi itu telah rusak. "Kerusakan terparah terjadi di wilayah DAS Barito Kalimantan Selatan seluas 34.823 hektare," ucap dia.
Selain itu, ia mencatat terjadi deforestasi di DAS Kusan seluas 22.134 hektare, DAS Batulicin 22.134 hektare, DAS Cantung 15.931 hektare, DAS Cengal 10.868 hektare, DAS Sekalian 5.595 hektare, dan DAS Satui 4.876 hektare. Semua DAS itu rusak akibat aktivitas tambang yang masif. Di luar itu, ia menemukan areal perkebunan sawit yang membentang di tiap-tiap hulu daerah tangkapan air.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan banjir yang merendam Kalimantan Selatan terjadi akibat curah hujan yang mengalami peningkatan secara drastis. Ditambah, kata dia, adanya pertemuan dua anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander, serta fisiografinya berupa tekuk lereng. "Faktor lainnya, yaitu beda tinggi hulu-hilir sangat besar, sehingga suplai air dari hulu dengan volume besar menyebabkan konsentrasi air berlangsung cepat," ucap Siti dalam akun Twitter-nya.
Siti juga menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, mereka berhasil menekan angka deforestasi di Kalimantan Selatan. Hal ini terjadi karena mereka melakukan rehabilitasi di sekitar DAS provinsi tersebut. Ia juga memaksa korporasi pemegang izin tambang melakukan reklamasi. “Pemerintah juga menindak tambang-tambang yang tak mengantongi izin,” kata dia.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo