Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAKARTA - Buruknya pengelolaan data penerbitan dan hak atas lahan--seperti hak guna usaha (HGU)--memperparah penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Temuan terbaru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi tentang amburadulnya pengelolaan data perizinan tersebut.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dalam empat tahun terakhir, terjadi 31.228 kasus pertanahan. Kasus itu terdiri atas 37 persen berupa sengketa, 2,7 persen konflik, dan 60 persen perkara di ranah hukum. “Ditemukan sebanyak 244 kasus mafia tanah,” kata Ghufron, 3 Januari lalu.
Komisi antirasuah telah menganalisis 299 berkas layanan HGU pada 2021. Data itu diambil dari Sistem Komputerisasi Kantor Pertanahan, dari pemberian, perpanjangan, hingga pembaruan di 25 provinsi. Dari analisis itu, ditemukan sejumlah masalah mengenai tata kelola perizinan dan hak atas tanah. Salah satunya mengenai HGU yang belum terpetakan. Masalah ini menjadi penyebab munculnya sengketa agraria.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo