Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar memimpin Apel Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober 2024, bertempat di depan tugu Proklamasi Jakarta Pusat.
"Hari Santri yang kita peringati setiap 22 Oktober adalah momentum bagi kita semua untuk mengenang dan meneladani para santri yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia," ujar Nasaruddin Umar dalam pesannya, Selasa pagi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesempatan itu, Nasaruddin mengingatkan kembali tentang resolusi jihad pada 22 Oktober 1945, yang menggerakkan santri untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda. Di era ini, ia harap para santri tidak hanya melanjutkan apa yang sudah diwariskan oleh ulama pendahulunya, namun bisa mengambil tindakan yang nyata untuk dapat berkontribusi bagi Indonesia, termasuk dengan menjadi pemimpin di Indonesia.
"Santri harus percaya diri, santri bisa menjadi presiden, menjadi apa saja," kata Nasaruddin, yang baru serah terima jabatan sebagai Menteri Agama dengan Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut, pada Senin, 21 Oktober kemarin.
Dia menyebutkan dua tokoh pemimpin yang memiliki latar belakang santri, yakni: Presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil Gus Dur dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahun ini, tema yang diambil Kemenag adalah 'Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan'. Tema ini selaras dengan adanya perwakilan mantan tokoh Jamiyah Islamiyah yang menghadiri Apel Hari Santri untuk pertama kalinya.
Total ada enam perwakilan mantan tokoh Jamiyah yang Hadir. Mereka adalah Mustaqim Safar, Abu Haris, Ahmad syaifullah , Dikdik Mudzakir, Yusuf Sutisna dan Qosdi Ridwanullah. Mustaqim merupakan mantan Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) yang terafiliasi kelompok Jamaah Islamiyah.
Jamaah Islamiyah merupakan sebuah organisasi yang memperjuangkan Negara Islam. Sebelumnya, JI sebutan bagi Jamaah Islamiyah, dikenal sebagai organisasi yang menamkan praktik takfiri dan berjihad dengan cara kekerasan seperti bom bunuh diri.
Sejak tahun 2000, kelompok ini dituding berada di balik teror mematikan di beberapa wilayah. Antara lain peristiwa bom Bali pada 2002, bom mobil di kedutaan besar Australia dan bom bunuh diri di hotel JW Marriot. Namun pada 30 Juni lalu, sejumlah tokoh pentolan JI telah menyatakan pembubaran kelompok tersebut. Mereka menyatakan akan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam acara Hari Santri, dari pantauan Tempo, para tokoh eks JI itu tampak antusias dengan duduk di barisan paling depan undangan. Mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama santri-santri dan tokoh pesantren lain.
Pilihan Editor: Hendak Dijemput Paksa Propam Polda NTT, Rudy Soik Takut Alami Nasib Seperti Brigadir Yosua