Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEHARI setelah pencoblosan, Joko Widodo mengumumkan kriteria menteri yang diinginkannya dalam kabinet mendatang. Di hadapan para petinggi partai politik pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, di Restoran Plataran, Menteng, Jakarta Pusat, 18 April lalu, Presiden menyatakan ingin memiliki menteri muda. “Usianya 20-40 tahun dan pintar,” kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia Ahmad Rofiq menceritakan pernyataan Jokowi tersebut kepada Tempo, Kamis, 9 Mei lalu.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani dan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G. Plate, yang juga hadir di tempat itu, membenarkan kabar bahwa Jokowi memberikan pernyataan tersebut. Menurut mereka, pertemuan di Plataran itu digelar sebagai syukuran atas hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei yang memenangkan Jokowi-Ma’ruf.
Tak cuma sekali itu Jokowi mengungkapkan keinginannya. Menurut Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Lukman Edy, dalam pertemuan dengan tim pemenangannya di Rumah Heritage, Menteng, 28 April lalu, Jokowi juga membeberkan minatnya memilih menteri dari kalangan milenial. Juru bicara Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Irma Suryani Chaniago, mengatakan Jokowi menyebutkan tenaga-tenaga muda itu diperlukan untuk mendukung pemerintah menghadapi revolusi industri 4.0, yang sarat dengan teknologi digital. “Presiden ingin kabinet baru lebih berwarna,” ujar Irma.
Joko Widodo dan Ma’ruf Amin didampingi petinggi partai Koalisi Indonesia Kerja setelah melakukan pertemuan konsolidasi di Menteng, Jakarta Pusat, 18 April 2019. ANTARA /Aditya Pradana Putra
Dalam pertemuan itu, Johnny Plate mengaku sempat menanyakan rencana penyusunan kabinet baru kepada Presiden. “Kalau mau menyebut nama untuk perhatian masyarakat, silakan, Pak Sekjen,” kata Johnny menirukan ucapan Jokowi. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu hanya tertawa mendengar pernyataan Jokowi.
Dua sumber yang mengetahui rencana perombakan kabinet mengatakan Jokowi menyiapkan sejumlah skenario. Ada kemungkinan Presiden mengganti sebagian bawahannya setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan presiden-wakil presiden terpilih pada 22 Mei 2019. Penggantian ini terutama untuk para menteri yang santer disebut terlibat kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kemungkinan lain, ujar dua sumber yang sama, penyusunan kabinet secara menyeluruh dilakukan sebelum pelantik-an presiden dan wakil presiden terpilih, 20 Oktober 2019. Tujuannya supaya kabinet bisa langsung tancap gas menjalankan program pemerintah. Jika skenario ini yang dipilih, para menteri akan kembali dilantik setelah Jokowi dan Ma’ruf meng-ucapkan sumpah di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Skenario lain, Jokowi mempertahankan kabinet periode pertama hingga dia dilantik kembali.
Pertemuan Joko Widodo dan Tim Kampanye Nasional di Rumah Heritage, Menteng, Jakarta, 28 April 2019. Instagram @pramonoanungw
Menurut dua sumber yang ditemui terpisah tersebut, besar kemungkinan tak sampai sepertiga menteri periode pertama yang akan bergabung di kabinet. Mereka yang diperkirakan bertahan antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 26 April lalu, Jokowi menyatakan membuka kemungkinan perombakan kabinet sebelum pelantik-an. “Bisa saja seperti itu, bisa saja tidak,” ujar Jokowi. Ihwal total pejabat yang akan diganti, Jokowi mengatakan ada kemungkinan jumlahnya banyak. Sebab, kabinet periode kedua memiliki prioritas yang berbeda dibanding sebelumnya: dari semula membangun infrastruktur menjadi mengembangkan sumber daya manusia.
Menjaring calon menteri, Jokowi menugasi sejumlah kelompok kecil, seperti Tim Sebelas. Tim ini ikut memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014 dan membantu pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Anggotanya antara lain bekas Sekretaris Kabinet, Andi Widjojanto; pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi; pengamat hubungan internasional, Makmur Keliat; serta Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki.
Anggota Tim Sebelas, Muradi, membenarkan info bahwa timnya ikut menjaring calon menteri. “Kami mengkaji puluh-an nama dengan sejumlah kriteria, seperti memiliki rekam jejak baik dan profesional,” katanya. “Keputusan tetap di tangan Presiden.”
...besar kemungkinan tak sampai sepertiga menteri periode pertama yang akan bergabung di kabinet. Mereka yang diperkirakan bertahan antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Tak hanya mencari calon menteri, Jokowi pun menyiapkan sejumlah lembaga baru yang akan dipimpin pejabat setingkat menteri. Di antaranya lembaga yang mengurus manajemen talenta strategis nasional serta Badan Riset Nasional. Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Sosial, Ekologi, dan Budaya Strategis Kantor Staf Presiden (KSP) Yanuar Nugroho membenarkan adanya rencana tersebut. “KSP masih mengkaji kemungkinan membentuk lembaga baru, bisa jadi badan, bisa juga tidak,” ujarnya.
Menurut Yanuar, manajemen talenta nasional bertugas menangani mereka yang memiliki bakat di berbagai bidang, seperti keilmuan, seni, dan olahraga. “Ini sesuai dengan keinginan Presiden untuk berfokus pada pembangunan manusia,” kata Yanu-ar. Sedangkan rencana membentuk Badan Riset Nasional disebut Ma’ruf Amin dalam debat calon wakil presiden pada pertengahan Maret lalu. Lembaga lain yang akan dibentuk adalah Pusat Legislasi Nasional, yang mengurusi undang-undang, serta Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah. Ide pembentukan Pusat Legislasi Nasional disampaikan Jokowi dalam debat perdana, 17 Januari 2019.
Jokowi mengatakan masih menunggu rekapitulasi suara yang digelar KPU. Dua sumber yang mengetahui rencana penyusunan kabinet mengatakan mungkin komposisi kabinet tak berubah banyak dibanding periode pertama. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebagai pemenang pemilu legislatif, diperkirakan mendapat tujuh-delapan kursi menteri. Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa berpotensi mendapat empat-lima menteri. Sedangkan NasDem mendapat tiga-empat kursi dan Partai Persatuan Pembangunan beroleh satu-dua kursi.
Jumlah itu, menurut sumber yang sama, termasuk calon dari kalangan profesional. Pada 2014, partai tak hanya mengajukan kadernya, tapi juga nama dari kalangan profesional. Anggota Dewan Syu-ra PKB, Maman Imanulhaq, mengatakan pada 2014 partainya mengajukan Mohamad Nasir sebagai Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Maman meyakini partainya bisa mendapat enam menteri atau naik dua dibanding periode ini. Sebab, perolehan suara dan kursi PKB di DPR meningkat dalam pemilihan legislatif. Menurut dia, PKB sudah menyiapkan sepuluh nama untuk diajukan sebagai menteri, antara lain Hanif Dhakiri, yang kini masih menjabat Menteri Ketenagakerjaan, serta Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. “Ketua umum kami berhak mengajukan nama, dan Presiden punya hak prerogatif untuk memilih,” ujarnya.
Pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, mengaku belum diajak bicara oleh Jokowi ihwal pengisian kabinet. Sedangkan Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq dan Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni menyatakan tak terlalu berharap bisa mendapat posisi menteri. Dua partai ini sama-sama tak memiliki kursi di DPR karena perolehan suaranya tak mencapai ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Menyerahkan keputusan soal menteri kepada Presiden, partai-partai pendukung Jokowi-Ma’ruf selain NasDem memiliki kesamaan pandangan soal posisi Jaksa Agung, yang kini dijabat Muhammad Prasetyo—sebelumnya anggota DPR dari NasDem. Sejumlah pengurus partai koalisi yang ditemui Tempo mengatakan tak ingin Korps Adhyaksa dipimpin orang partai. Ahmad Rofiq menilai posisi Jaksa Agung rentan disalahgunakan politikus.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan di rumah dinas Ketua MPR di Jakarta, 10 Mei 2019.
Adapun Arsul Sani menilai posisi Prasetyo kerap menjadi pergunjingan di Komisi Hukum DPR. “Tak bisa dimungkiri, banyak partai di luar NasDem mengeluhkan kadernya yang jadi kepala daerah menjadi target kejaksaan,” ujarnya. Prasetyo tak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo. Dalam beberapa kesempatan, dia menyatakan sudah keluar dari NasDem. “Saya nonpartisan,” ujar Prasetyo dalam rapat dengan Komisi Hukum DPR pada Januari lalu.
Sekretaris Jenderal NasDem Johnny G. Plate membantah tudingan bahwa Prasetyo menekan kepala daerah dari partai lain dengan kasus pidana supaya mau bergabung dengan NasDem. “Kinerjanya bagus. Kenapa harus diganti?” ucapnya.
Presiden Jokowi dalam wawancara dengan Tempo mengatakan tak mempersoalkan komposisi antara kalangan profesional dan politikus partai. Menurut dia, partai kini memiliki banyak orang profesional. “Kita enggak usah mendikotomi profesional dan politikus,” ujarnya.
Di tengah rencana Presiden merombak kabinet, dua petinggi partai yang tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, yaitu Demokrat dan Partai Amanat Nasional, berjumpa dengan Jokowi. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan terlihat berbincang dengan Jokowi seusai pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku, Murad Ismail-Barnabas Orno, di Istana Negara sepekan setelah pencoblosan, Rabu, 24 April 2019. Seusai pertemuan, Zulkifli mengaku membicarakan banyak hal dengan Jokowi. “Salah satunya terkait dengan Pemilu 2019,” ujar Ketua MPR tersebut.
Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf yang juga politikus PKB, Abdul Kadir Karding, mengklaim mengetahui percakapan Zulkifli dan Jokowi. “Zulkifli Hasan meminta kursi pimpinan MPR,” kata Karding. Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq menyebutkan Jokowi sempat membicarakan isi pertemuan itu saat berjumpa dengan tim kampanye di Rumah Heritage, Menteng. “Pak Jokowi bilang bahwa Pak Zulkifli berpesan agar PAN tidak ditinggalkan,” ujar Rofiq menirukan ucapan Jokowi.
Dua petinggi PAN mengatakan partainya memang menjajaki kemungkinan koalisi dengan Jokowi, setidaknya di parlemen. Tapi masih ada sebagian petinggi partai yang emoh berpaling ke Jokowi. Ganjalan utamanya adalah Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, yang kerap mengkritik pemerintah Jokowi. Kepada wartawan di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 4 Mei lalu, Amien menjamin partainya tak akan berkoalisi dengan Jokowi. “Itu omong kosong,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengatakan belum ada pembicaraan soal koalisi dengan Jokowi. Tapi dia tak menyangkal ada kemungkinan Zulkifli Hasan membawa PAN bergabung dengan koalisi pemerintah. “Yang membedakan Zulkifli dengan Amien Rais adalah dia tak memiliki persoalan dengan Jokowi,” ujar Bara.
Adapun Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono datang ke Istana pada Kamis, 2 Mei lalu. Agus mengaku membicarakan berbagai hal, termasuk soal pemilu. Soal kemungkinan berkoalisi, putra Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono itu mengatakan partainya menunggu hasil pemilu. Tiga pengurus Demokrat yang ditemui Tempo mengatakan Yudhoyono sebenarnya ingin berkoalisi. Tapi masih ada “luka lama” yang mengganjal: hubungan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kedua mantan presiden itu sangat jarang bertemu setelah Pemilu 2004, yang dimenangi Yudhoyono.
Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Renanda Bachtar mengatakan Demokrat tak menutup peluang berkoalisi dengan pemerintah Jokowi. Tapi sebagian pengurus cenderung memilih partai sebagai penyeimbang. “Kami masih menimbang untung-rugi bergabung dengan koalisi,” ujarnya. Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengatakan Megawati tak menyimpan dendam terhadap Yudhoyono. “Dia pun tak mewariskan dendam. Buktinya, Mbak Puan (Puan Maharani, putri Megawati) membesuk Ibu Ani (istri Yudhoyono) di Singapura,” ujarnya. Menurut Bambang, Megawati tak mempersoalkan jika Demokrat masuk koalisi. “Itu terserah Presiden.”
Agus Harimurti Yudhoyono setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Mei 2019. ANTARA/Wahyu Putro A.
Dua petinggi partai banteng mengatakan Megawati sebenarnya lebih ingin berkoalisi dengan Partai Gerakan Indonesia Raya, yang dipimpin Prabowo. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menjadi pendamping Megawati dalam pemilihan presiden 2009. Tapi, hingga pekan lalu, Prabowo masih menolak hasil pemilu.
Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Andre Rosiade mengatakan partainya masih belum membicarakan peluang berkoalisi dengan Jokowi. Keputusan itu ada di tangan Prabowo. “Kami masih meyakini Prabowo akan dilantik sebagai presiden,” ujar Andre.
Sejumlah petinggi partai pendukung Jokowi-Ma’ruf berharap Presiden mempertimbangkan kembali rencana berkoali-si dengan Demokrat dan PAN. Anggota Dewan Syura PKB, Maman Imanulhaq, dan Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq meminta Jokowi menghormati koalisi yang sejak awal mendukungnya dan tak mengistimewakan partai di luar koali-si. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan lebih baik PAN dan Demokrat tetap berada di barisan pendukung Prabowo. “Supaya suara oposisi di parlemen tidak terlalu njomplang dari partai pendukung pemerintah,” ujar Arsul.
PRAMONO, AHMAD FAIZ, DEVY ERNIS, DEWI NURITA, FRISKI RIANA, RAYMUNDUS RIKANG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo